Sudah hampir masuk shalat Tahajud saat Harun melepaskan kungkungannya dari tubuh Fatma. Wanita itu merasa tubuhnya lemas dan remuk akibat keganasan suaminya yang membuatnya puas hingga berkali-kali. Fatma memejamkan kedua matanya karena kelelahan dan tenaganya serasa habis terkuras.
" Tidurlah! Maaf, sudah membuatmu kelelahan!" bisik Harun yang merasa sedih karena telah membuat Fatma kelelahan.
Pria kekar itu mengecup kening dan bibir sang istri kemudian dia bangun dan masuk ke dalam kamar mandi. Setelah mandi dan menunaikan shalat Tahajud, dia membaca Al Qur'an hingga tiba saat shalat subuh. Harun beranjak dari duduknya dan meraih sajadahnya untuk pergi shalat subuh di masjid.
Fatma yang merasa baru saja tertidur, terkejut saat teringat dia belum shalat subuh. Dengan tubuh lemas dan sedikit perih, dia berjalan masuk ke dalam kamar mandi dengan perlahan. Fatma membuka pintu kamar mandi bersamaan dengan kedatangan suaminya.
" Assalamu'alaikum!" sapa Harun.
" Wa'alaikumsalam!" jawab Fatma.
Harun menggelar sajadahnya untuk mengimami istrinya shalat subuh. Fatma segera menggelas sajadahnya dan memakai mukenanya. Setelah selesai dzikir, Fatma mencium punggung tangan suaminya seperti biasa dan Harun mengecup kening istrinya cukup lama dan membuat Fatma kembali terkejut dengan semua tingkah suaminya. Fatma berdiri untuk melepas mukenanya dan melipatnya bersama dengan sajadahnya dan milik Harun. Harun sudah duduk di sofa sambil memperhatikan apa yang dilakukan istrinya. Fatma kemudian masuk ke dalam walk in closet dan meraih sebuah daster untuk mengganti gamisnya. Beberapa saat kemudian Fatma keluar sudah dengan daster rumahan yang biasa di pakainya dan sebuah khimar menutup kepalanya. Semua daster yang dipakai Fatma adalah pembelian Harun, pria itu melarang Fatma membawa baju dari rumahnya yang lama. Dia menuju ke meja rias dan memoleskan sedikit bedak di wajahnya.
" Tidak usah memakai bedak!" ucap Harun tiba-tiba.
Tanpa mengucapkan apa-apa, Fatma menghapus bedaknya dengan membasuh wajahnya di wastafel. Astaughfirullah! batin Fatma. Gemes juga lama-lama gue sama dia! Apa coba maunya? Gini nggak boleh, gitu nggak boleh! batin Fatma kesal. Fatma keluar dari kamar mandi dan bermaksud keluar kamar.
" Mau kemana?" tanya Harun.
" Bikin sarapan!" jawab Fatma yang menghentikan langkahnya.
" Duduk sini!" perintah Harun sambil menepuk sofa kosong disampingnya.
Fatma menghela nafasnya, dia tidak mengerti dengan semua sikap suaminya yang posessif itu. Belum juga Fatma sampai di sofa, Harun menarik tangan istrinya itu hingga terduduk di pangkuannya.
" Aaaa!" teriak Fatma yang reflek mengalungkan kedua tangannya ke leher suaminya agar tidak terjatuh.
" Aba belum pake pakaian!" kata Harun menatap lekat wajah istri yang telah memporak-porandakan hatinya sejak dulu hingga kini itu.
" Bi...biasanya pake sendiri!" cicit Fatma pelan tanpa berani membalas tatapan mata suaminya.
" Tatap Aba kalo sedang bicara! Nggak sopan!" balas Harun menggoda Fatma yang kedua pipinya sudah terlihat memerah.
Perlahan Fatma mengangkat wajahnya dan membalas tatapan mata suaminya. Deg! Deg! Kedua anak manusia itu masih saja merasakan salah tingkah jika mereka dalam keadaan sekarang ini. Jantung keduanya berdetak semakin kencang, saat Harun perlahan mendekatkan wajahnya kepada Fatma.
" I...ini sudah siang! Nan...nanti Aba telat!" tiba-tiba Fatma memotong situasi yang intim itu.
" Aba mau libur!" balas Harun yang gemas akan tingkah istrinya.
" Ta...tapi...!"
Tanpa menunggu menyelesaikan ucapan istrinya, Harun langsung saja melumat bibir merah milik istrinya itu dan akhirnya Fatma harus kembali mendapatkan serbuan ganas dari suaminya yang seakan tidak pernah ada bosannya.
" Aba mau Ummi memberikan Anil adik!" bisik Harun di sela-sela penyatuan mereka.
" Ta...tapi..."
" Tidak ada tapi!" potong Harun.
Selama ini Harun selalu memakai pengaman setelah masa nifas Fatma selesai, dia kasihan pada Fatma jika harus hamil lagi, apalagi Anil juga masih bayi sekali. Tapi saat ini entah mengapa dia hanya ingin membuat istrinya itu hamil dan hamil. Menurutnya jika seorang wanita hamil, maka tidak akan ada satu priapun yang akan berani atau menatapnya.
" Ummi capek, Ba!" gumam Fatma disela kantuk dan lelahnya akibat perbuatan suaminya.
" Tidurlah!" ucap Harun mengusap rambut istrinya dan mengecup pipi wanita itu.
Siapa suruh dekat-dekat sama playboy lapuk! batin Harun. Ternyata pria itu sangat cemburu pada Hasan, sepupunya. Harun memakai pakaian yang diambilnya sendiri dari walk in closet, karena istrinya tidak lagi menyiapkan akibat kesalahannya juga. Harun menatap wanita yang masih saja terlihat cantik di mata Harun walau sudah melahirkan 4 orang anak.
" Assalamu'alaikum!" sapa Harun dengan wajah sumringah.
" Wa'alaikumsalam!" jawab Zahra dan Emir.
" Menantu Ummi mana?" tanya Zahra yang melihat ke belakang Harun.
" Umminya Anil agak tidak enak badan, Ummi!" jawab Harun berbohong, karena dia tidak mau jika akan disindir oleh Aba dan sepupunya lagi.
" Apa? Tapi semalam dia baik-baik saja! Apa dibawa ke dokter saja? Atau panggil Jihan saja?" tanya Zahra yang khawatir dengan keadaan Fatma.
" Nggak usah, Ummi! Sudah minum obat, Kok!" sahut Harun dengan cepat, dia takut jika Umminya akan beneran membangunkan Fatma.
Sementara Emir dan Zahra saling tatap seakan curiga dengan jawaban putranya. Hasan datang dengan pakaian resminya, kemudian duduk di kursi dan melihat kesana-kemari.
" Liat apa'an lu?" tanya Harun judes.
" Mana bini lu?" tanya Hasan cuek.
" Ngapain nyari-nyari bini gue?" tanya Harun kesal dengan mata melotot.
" Seneng aja liat yang seger-seger!" sahut Hasan.
" Astaughfirullah, Hasan!" Zahra memukul lengan Hasan dengan wajah kesal.
" Hehehe! Canda, Tante!"
" Lagian ngapain juga lu kesini? Pake aacara nginep lagi!" kata Harun menatap sepupunya dengan tajam.
" Aba dan Ummi yang ngajak Hasan! Aba nggak bisa kalo harus nyetir lama-lama, kebetulan Hasan ada, jadi kita minta tolong anterin!" tutur Zahra sambil mengambilkan suaminya sarapan.
" Kenapa Ummi nggak telpon Harun aja? Kan disini ada supir! Malah nyuruh playboy bangkotan!" gumam Harun sebel.
" Eh, biar bangkotan gini, banyak yang ngantri, bro!" ucap Hasan tidak mau kalah.
" Nikah sono! Jangan bikin nama keluarga ternodai lu!" sindir Harun.
" Gue pasti nikah! Udah ada calonnya! Cuma lagi nunggu aja!" sahut Hasan.
" Serius, San? Tante kenal nggak?" tanya Zahra senang.
" Kenal banget, Tan!" jawab Hasan.
Pria itu kemudian berdiri setelah meminum teh hangat.
" Oh, ya? Siapa?" tanya Zahra penasaran, begitu juga Emir dan Harun.
" F...A...T...M...A....!" kata Hasan kemudian mengambil tangan Zahra dan menciumnya.
" FAT...MA!" ucap Zahra mengeja.
" Assalamu'alaikummmmmm!" teriak Hasan lalu berlari keluar rumah.
" Hasannnnn!" teriak Zahra dan Harun kesal.
" Ummi denger'kan?" kata Harun menatap Zahra.
" Dia cuma bergurau saja, Run! Kamu tau sendiri dia selalu saja begitu kalo sama kamu!" kata Zahra menenangkan putranya yang sudah dalam keadaan mode cemburu.
" Pokoknya Harun nggak mau kalo dia ada disini! Harun yang akan nganter Aba sama Ummi pulang!" kata Harun tegas.
" Ya, sudah! Nanti biar Ummi yang bicara sama Hasan.
" Kamu nggak berangkat?" tanya Zahra.
" Nggak, Mi! Harun mau nungguin Zahirah aja!" kata Harun.
" Bukannya hari ini kamu ada meeting? Semalam istrimu bilang sama Ummi!" kata Zahra mengingatkan.
Deg! Harun baru ingat jika pagi ini dia ada meeting penting.
" Bisa ditunda, kok, Mi!" balas Harun.
" Kalo begitu kita sarapan dulu!" kata Zahra.