Fatma menguap lebar dan meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku.
" Ssshhh! Perih banget! Mana tubuh pegel semua!" gumam Fatma merasakan tubuhnya yang terasa remuk dan bagian miliknya yang sedikit perih.
" Maaf!"
Fatma tersentak kaget lalu memutar tubuhnya, melihat sang suami yang duduk di sofa dengan laptop di pangkuannya.
" Ab...Aba! Ini sud...sudah jam 10!" ucap Fatma terbata, pipinya sudah memerah karena malu.
" Aba kerja di rumah!" jawab Harun gemas.
" Bukannya..."
" Adi sudah masuk! Ummi nggak mau sarapan? Ato mau yang lain?" tanya Harun sambil menaikkan sebelah alisnya, menggoda Fatma.
" Ckkk! Dasar mesum!" gerutu Fatma pelan, hampir tak terdengar sambil memutar bola matanya malas.
" Ummi bilang apa? Dosa lho ngatain suami!" ucap Harun kembali menggoda istrinya.
" Eh, nggak! Ummi cuma lapar!" sahut Fatma takut.
Astaughfirullah! Maafkan hamba Ya Allah! Bukan maksud hamba mengata-ngatai suami hamba! batin Fatma menyesal. Harun meletakkan laptopnya dan mendekati istrinya. Fatma melihat ke arah lain, dia malu bertatapan dengan suaminya setelah apa yang mereka lakukan semalam dan tadi pagi. Tiba-tiba Harun mengangkat tubuh polosnya yang berbalut selimut.
" Aaaa!" teriak Fatma tertahan.
" Ap...apa yang Aba lakukan? Ummi bisa berjalan sendiri!" ucap Fatma mengalungkan kedua tangannya ke leher suaminya agar tidak jatuh. Mata Harun membulat saat dia melihat dada polos istrinya yang terbuka karena tangannya yang melingkar di lehernya. Glekkk! Harun menelan salivanya, tanpa bisa dihindari miliknya bergerak pelan. Astaughfirullah! batin Harun menahan segala hasratnya. Fatma yang belum menyadari semuanya hanya tertunduk malu. Harun segera membawa Fatma masuk ke dalam kamar mandi dan meletakkannya ke dalam bathube. Dia memutar kran yang berisikan air hangat untuk mandi Fatma dan meneteskan sedikit aroma therapy.
" Aba keluar dulu, kalo sudah selesai panggil Aba lagi!" kata Harun dibarengi anggukan istrinya.
Dengan cepat pria tampan itu berdiri dan keluar kamar mandi, sebelum dia menerkam kembali istrinya di dalam sana. Emang enak? batin Fatma yang masih bisa melihat raut wajah berhasrat suaminya. Punya istri dianggurin! Sekarang, sapa yang rugi? Aba sendiri'kan? kembali Fatma berbicara dalam hati saja sambil tersenyum nakal.
Harun benar-benar melarang Hasan kembali ke rumahnya dan itu membuat Emir juga Zahra tidak bisa berkata apa-apa. Akhirnya mereka menyuruh keponakannya itu pulang membawa mobil mereka. Fatma juga dilarang ke butik oleh Harun, dia kembali posessif pada istrinya yang menurutnya semakin lama semakin terlihat cantik.
" Ummi nggak usah ikut saja, ya!" kata Harun saat ada undangan menghadiri peresmian butik teman dekat Fatma.
" Kan perginya sama Aba!" kata Fatma sedikit kecewa karena suaminya yang tadinya setuju berubah lagi.
Fatma sedang menyuapi Anil yang duduk di baby cahir, dia mengusap sisa makanan di bibir putranya. Sedangkan Harun duduk di sampingnya sambil memegang mainan Anil.
" Iya! Tapi dia saudaranya mantan Ummi, pasti dia juga ada disana!" gerutu Harun sambil cemberut.
Fatma hanya bisa menghembuskan nafasnya melihat sifat kekanakan suaminya yang baru dia tahu.
" Kok, belum ganti baju? Bukannya undangannya jam 8 ya, sayang?" tanya Zahra saat melihat Fatma dan Harun duduk di ruang keluarga.
" Iya, Ummi!" jawab Fatma.
" Ini sudah jam 7, lho! Anil biar sama Ummi!" kata Zahra lagi.
Fatma menatap Zahra lalu melirik suaminya dan Zahra mengikuti arah mata Fatma.
" Apa lagi, Bang? Apa belum cukup Umminya Anil nggak boleh keluar rumah? Pergi ke undangan juga nggak boleh? Perasaan perginya kan sama abang!" cerca Zahra yang sedikit kesal sama putranya yang bucin itu.
" Aba nggak gitu-gitu banget ke Ummi kamu! Aba melarang tapi juga nggak mengurung begitu! Apa kamu mau istrimu nggak tahu dunia luar? kalo Anil sudah mulai sekolah gimana?" tanya Emir pada Harun.
" Harun yang akan mengantar jemput, ada Abdul juga!" balas Harun.
" Nggak papa, Ummi! Aba! Kalo Kak Harun memang keberatan, biar Fatma nanti menelpon Anin kalo Fatma nggak bisa datang!" kata Fatma tersenyum yang dipaksakan.
" Anil sudah selesai makannya? Ayo Ummi bersihkan!" ajak Fatma lalu mengangkat putranya yang tersenyum karena terbebas dari baby chairnya.
" Nyanya...hii...hihi...nyanya!" celoteh Anil.
Fatma berjalan ke arah dapur dengan Anil yang masih terus berceloteh.
" Apa Abang nggak keterlaluan?" tanya Zahra setelah Fatma menghilang.
" Keterlaluan gimana, Ummi?" tanya Harun yang merasa senang karena Fatma menurut padanya.
" Ummi tahu kalo kamu sangat menyayangi istrimu, tapi jangan juga dikekep dalam rumah, Bang! Kasihan dia nggak tahu dunia luar juga!" kata Zahra.
Harun langsung memasang wajah manyun.
" Astaga, Bang! Apa kamu mau nanti dia stress dan depresi karena suaminya yang semena-mena melarangnya keluar dari rumah?" sindir Emir.
" Disini kan semua ada, Ummi! Harun udah siapin semua yang dibutuhkan Zahirah!" kata Harun masih teguh pada pendiriannya.
" Masya Allah, Ummi! Kenapa dengan putramu ini! Mana ada laki-laki yang melirik ibu-ibu dengan anak 4? Jangan terlalu berlebihan, Bang! Ingat, Allah membenci sesuatu yang berlebihan!" cerca Emir kesal melihat tingkah putranya.
" Anil udah cakep lagi, Kek! Nek!" ucap Fatma memecah keheningan mereka bertiga.
" Apa ada yang serius? tanya Fatma yang sedikit heran melihat kediaman ketiga orang yang disayanginya itu.
" Nggak ada, sayang!" jawab Zahra.
Astaga! Memang menantuku ini cantik sekali! Pakai daster saja sudah memperlihatkan aura kecantikannya! batin Zahra dengan tatapan menelisik ke arah Fatma.
" Hallo! Assalamu'alaikum!" sapa Fatma saat menerima panggilan video dari Nurul, adik iparnya.
" Wa'alaikumsalam! Ummi, Nurul telpon!" ucap Fatma, kemudian segera menghubungkan ponselnya dengan layar TV.
" Lho, ada ummi sama Aba? Sejak kapan disana?" tanya Nurul.
" Sejak kemarin!" jawab Zahra.
" Kakak iparku sayang, makin hari makin kece aja! Awas Kak Harun, jangan dibiarin jalan sendiri, nanti ada yang ngangkut! Hahaha!" goda Nurul.
Sontak Zahra dan Emir melotot mendengar ucapan Nurul, sementara Harun sudah membulatkan matanya melihat pada adiknya.
" Nurulllll!" teriak Emir dan Zahra bersamaan.
" Ahhhh! Ummi sama Aba apa'an, sih? Kenapa barengan teriaknya? Udah kayak padus aja!" protes Nurul.
Fatma yang melihat tingkah keluarga suaminya itu hanya menautkan alisnya tanda tidak mengerti.
Huwaaaaa! Huwaaaa! Anil yang terkejut jadi menangis mendengar keluarga Abanya pada bersuara keras.
" Eh, sayang! Kaget, ya! Cup-cup-cup! Sayang!" hibur Fatma.
Tapi tangis bayi itu tidak juga berhenti.
" Anil mau nenen?" ucap Fatma yang langsung membuka dasternya dan memberikan sumber kehidupan Anil ke mulut bayi itu.
Akhirnya bayi itupun terdiam sambil memainkan daster Fatma.
" Gara-gara Aba sama Ummi itu, sampe Anil ketakutan!" kata Nurul tanpa merasa bersalah.
" Kamu ada apa nelpon Zahirah?" tanya Zahra.
" Nurul mau ajak Kak Zahirah ke ulang tahun pernikahan Ustadzah Wardah!" kata Nurul.
" Kapan?" tanya Zahra.
" Besok malam, Ummi!" jawab Nurul.
" Abang besok ada kerjaan diluar kota, Dek!" jawab Harun.
" Kan ada Nurul, Bang! Kak Zahirah perginya sama Nurul!" jawab Nurul.
" Banyak yang datang?" tanya Harun ragu.
" Ya banyak, Bang! Ultah Emas katanya! Jadi yang diundang teman suaminya juga!" kata Nurul.
" Ummi sama Aba ikut juga, Bang!" kata Nurul.
" Nggak enak sama Ustadzah Wardah, Bang!" kata Nurul lagi.
" Pake baju apa?" tanya Harun.
" Masak iya pake daster, Bang!" kata Nurul kesal.