Brian sudah di depan gerbang perumahan milik Fatma dan Harun, dia membunyikan klakson mobilnya karena gerbang dalam keadaan tertutup.
Tinnnnnn! Tinnnnn! Seorang penjaga keluar dari pos penjagaan menuju ke sebuah pintu kecil di pojok gerbang. Penjaga itu berjalan mendekati mobil Brian yang sudah terbuka jendelanya.
" Selamat Pagi, Tuan!" sapa penjaga itu.
" Buka!" ucap Brian dingin tanpa membalas sapaan penjaga itu.
" Ma'af, Tuan! Mau ketemu siapa?" tanya penjaga itu lagi.
" Buka saja!" kata Brian lagi.
" Maaf, tidak bisa, Tuan! Ini sudah peraturan!" kata penjaga itu lagi.
" Apa kamu mau dipecat?" ancam Brian.
" Jika Tuan hanya ingin membuat keributan, silahkan pergi!" penjaga itu merasa kesal dengan arogansi Brian.
" Brengsek! Kamu hanya manusia rendah!" kata Brian meraih ponselnya.
" Tuan jangan kurang ajar, ya!" teriak penjaga itu.
" Somat! Ada apa?" panggil temannya yang tadi melihat dari kamera CCTV di dalam Pos lalu keluar mendatangi Somat dan Brian..
" Ini lho, Sob! Ni orang ditanya baik-baik gak mau jawab malah ngata-ngatain gue!" adu penjaga itu.
" Tuan? Bukannya Tuan ini yang beberapa kali nganter Ustadzah Zahirah?" tanya penjaga yang dipanggil Sob itu saat melihat wajah Brian.
" Ckkk! Kalo kamu kenal saya, buka gerbangnya!" kata Brian tanpa menatap mereka.
" Sombong amat! Udah, biarin aja! Kaya tapi nggak ada akhlak!" ucap Somat yang akan meninggalkan Brian.
" Apa kamu bilang? Bener-bener cari mati!" Brian tidak terima dengan ucapan Somat yang menghina dirinya.
Brian keluar dari dalam mobil dan dengan cepat menarik pakaian Somat dan memukul wajahnya.
" Tuan!" teriak teman Somat yang terkejut dengan tindakan Brian.
Dia berusaha menahan Brian untuk kembali memukul Somat, tapi tidak berhasil karena terdorong oleh Brian yang memiliki tubuh lebih besar.
" Dasar orang rendah!" teriak Brian yang hendak memukul kembali Somat.
Tapi dengan cepat Somat menahan pukulan Brian dan hal itu membuat Brian semakin marah dan gelap mata. Dia kembali akan memukul Somat, tapi ternyata Somat adalah seorang pria yang memiliki keahlian bela diri yang baik. Pukulan demi pukulan Brian bisa Somat hindari tanpa ada niatan untuk membalasnya.
" Sudah, Tuan! Lebih baik Tuan pergi saja!" ucap teman Somat yang tadinya terjatuh lalu berdiri menonton perkelahian Brian dan Somat.
Dilihatnya nafas Brian yang terengah-engah karena tidak dapat memukul Somat.
" Sebaiknya kalian berdua bersiap-siap mencari pekerjaan lain!" ucap Brian dengan nafas sedikit ngos-ngosan.
" Ada apa ini?" tiba-tiba ada seseorang yang keluar dari sebuah mobil di belakan mobil Brian.
" Selamat Pagi, Tuan Loka!" sapa Somat.
Brian menoleh ke arah Loka yang berdiri di samping mobilnya.
" Tuan Brian?" sapa Loka yang mengenali Brian sebagai relasinya.
" Tuan mengenalnya?" tanya Somat pada Loka.
" Iya! Dia relasi saya! Ada apa ini? Kenapa Tuan ada di sini?" tanya Loka lagi.
" Tanya pada mereka!" balas Brian yang merapikan pakaiannya dan menatap kedua penjaga.
" Pak Somat? Pak Sohib?" panggil Loka pada mereka berdua.
" Maaf, Tuan Loka! Dia ini mau masuk tapi tidak mau mengatakan akan bertamu ke rumah siapa!" jelas Somat.
" Iya, Tuan! Dia malah marah dan memukul Somat!" sahut Sohib.
" Maaf, Tuan Brian! Ini memang peraturan di perumahan ini, karena kami tidak mau terjadi hal yang tidak diinginkan di perumahan ini!" kata Loka menjelaskan.
" Apa tampang saya seperti perampok?" ucap Brian kesal.
" Sekarang kita mana bisa bedain mana rampok mana bukan! Orang banyak juga yang berpakaian seperti anda ternyata mereka rampok yang berkedok!" tutur Somat.
" Kamu ngatain saya rampok?" teriak Brian.
Keributan di gerbang itu ternyata sudah menyebar di dalam perumahan dan sampai juga di telinga Fatma.
" Pagi-pagi nggak baik ber gibah!" ucap Fatma pada Nisa yang dari tadi membicarakan tentang kejadian di gerbang masuk perumahan.
" Nggak gibah, Kak! Tapi ini kenyataan! Itu orang sombong banget, mentang-mentang orang kaya, main hakim sendiri!" tutur Nisa.
" Sudah biarkan saja! Kan sudah ada penjaga yang menangani!" sahut Fatma yang sedang menyuapi Anil.
" Tapi kan mengganggu banget, Kak!" sahut Nisa.
Fatma yang masih sedih akibat percakapannya dengan Nisa tadi pagi, hanya menghela nafas panjang dan tidak lagi meladeni Nisa. Dia sesekali terlihat melamun memikirkan kehidupannya jika berbagi suami dengan Nisa. Rasanya sangat tidak ikhlas, tapi dia merasa jika semua adalah kehendak Allah, ini semua karma yang harus dia terima karena telah menyakiti hati suaminya.
Sementara itu di pintu gerbang masih terjadi pertikaian antara Brian dan penjaga juga penghuni perumahan.
" Assalamu'alaikum Wr. Wb!" sapa seseorang.
" Wa'alaikumsalam!" sahut semua yang mendengar salam orang itu.
" Ustadz Harun! Kebetulan Ustadz disini!" panggil Somat yang berjalan menyambut Harun lalu meraih tangan Harun untuk menciumnya yang dengan cepat ditarik oleh Harun.
" Ustadz!" sapa Sohib yang melakukan hal yang sama.
" Ada apa ini? Kenapa pada berkumpul disini?" tanya Harun.
Brian yang melihat suami Fatma dan menganggapnya sebagai musuh, memutar bola matanya malas dan merasa muak dengan segala tingkah Harun yang dianggapnya hanya sebagai pencitraan saja.
" Ustadz Harun!" sapa Loka dan beberapa penghuni perumahan.
" Bapak-bapak!" sapa Harun kembali.
" Ini, Ustadz! Tuan Brian bermaksud masuk ke dalam, tapi Pak Somat menghalangi karena Tuan Brian tidak mau mengatakan keperluannya!" kata Loka menjelaskan.
" Biarkan dia masuk, Pak!" ucap Harun yang tahu pasti siapa yang akan ditemui Brian di perumahan.
" Ustadz?" ucap Somat ambigu.
" Tapi sebelumnya, saya ingin berbicara 4 mata dengan Tuan Brian, jadi silahkan Pak Somat membuka gerbang dan bapak-bapak bisa masuk!" kata Harun yang diikuti oleh anggukan Somat dan Sohib yang berjalan masuk lewat pintu kecil untuk membuka pintu gerbang.
" Assalamu'alaikum, Ustadz!" sapa bapak-bapak yang kemudian masuk ke dalam mobilnya masing-masing.
" Wa'alaikumsalam!" sahut Harun sambil tersenyum dan menyatukan kedua telapak tangannya di depan dadanya.
Setelah semua penghuni perumahan masuk ke dalam, Harun mendekati Brian yang sedang berdiri bersandar di badan mobil miliknya.
" Maaf sebelumnya, Tuan! Saya harap Tuan tidak lagi menemui istri saya saat saya tidak dirumah!" tegur Harun.
" Hahaha! Kamu bukan siapa-siapa buat Zahirah! Dan kamu juga sudah mendengar sendiri ucapannya!" kata Brian lantang.
" Tolong, saya tidak akan mengulangi lagi ucapan saya! Bagaimanapun kehormatan istri saya adalah kehormatan keluarga besar saya!" kata Harun lagi.
" Apa kamu mengancam saya? Kamu pikir kamu siapa?" kata Brian marah.
" Saya bukan siapa-siapa, tapi saya tidak akan diam saja jika ada yang mengusik ketenangan keluarga saya!" balas Harun tegas.
" Kamu! Biarkan Zahirah yang mengatakan sendiri dan memutuskan!" kata Brian yang kemudian masuk ke dalam mobilnya dan menyalakan mesinnya.
Harun menghembuskan nafasnyalalu berjalan mendekati mobilnya dan masuk ke dalamnya. Mobil Brian masuk ke dalam perumahan diikuti dengan mobil Harun. Sebelum Brian masuk, Harun berlari mendahului Brian di depan pintu gerbang rumahnya.
" Minggir!" kata Brian dingin.
" Tuan harus menunggu saya mengizinkan, atau saya benar-benar akan memanggil keamanan untuk mengusir Tuan!" ancam Harun.
" Kamu akan mendapatkan balasan semua ini!" Brian mengancam Harun balik.