Angga mengacak rambutnya frustasi, ia bingung harus bagaimana. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Apakah ia bolos kuliah saja hari ini dan pulang kampung? Ia tidak ingin kuliah hari ini, rasanya keinginannya untuk belajar hilang seketika karena ia tidak memiliki biaya untuk membayar uang kuliah semester ini.
Saking frustasinya Angga ia hanya bisa mengotak-atik ponselnya, melihat semua Story WhatsApp teman-temannya hingga habis, tak bersisa sama sekali. Ia berhenti di Story temannya yang bernama Yudi. Yudi adalah teman di kampungnya di Kabupaten Buleleng. Ia memutar sekali lagi Story Yudi yang merekam cuaca di kampungnya saat Yudi di pantai, cuaca terlihat sangat buruk. Jika begini, apakah ayahnya bisa melaut? Ia semakin tak enak hati pulang untuk meminta uang, pasti ekonomi di rumahnya juga sedang sulit-sulitnya. Tetapi jika ia tidak pulang, bagaimana ia bisa membayar kuliah? Angga tidak ingin putus sekolah.
Angga terdiam sebentar, berpikir dan berusaha untuk mengambil keputusan yang tepat. Setelah ia menetapkan hatinya, Angga langsung mencari kontak WhatsApp Yudi dan hendak meneleponnya. Ia langsung menekan tombol panggil, berdering… Tak butuh waktu lama, suara sapaan ramah terdengar di telinganya. Ya, Yudi mengangkat teleponnya dengan suara yang begitu tenang,
"Halo…" sapa Yudi dengan suara setenang mungkin.
"Halo Yudi… Bagaimana kabarmu di rumah?" tanya Angga merasa tidak enak hati, ia tahu Yudi sebenarnya tahu apa tujuannya meneleponnya, namun Yudi berusaha setenang mungkin menjawab teleponnya, agar dirinya tidak merasa was-was. Yudi memang teman yang baik, Yudi memilih langsung bekerja dan tidak melanjutkan kuliah seperti dirinya. keadaan ekonomi Yudi juga pas-pasan sama sepertinya. Yudi memilih menjadi nelayan sama seperti Ayahnya dan Ayah Angga sendiri.
"Kabarku baik, namun cuaca disini tidak baik. Aku dan Ayahku tak bisa melaut." ucap Yudi berterus terang. Ia tahu sahabatnya ini pasti akan menanyakan itu, jadi sebelum ditanya ia sudah lebih dahulu menjawabnya.
"Benarkah? Seburuk itukah cuaca disana? Berarti Ayahku juga tidak melaut?" tanya Angga dengan nada suara sedihnya. Ia semakin bimbang sekarang harus bagaimana, apa yang bisa ia lakukan sekarang? Apakah ia sampai hati pulang hanya untuk meminta uang sedangkan ia tahu bahwa Ayah dan Ibunya sedang tidak memiliki uang sepeserpun. Angga tidak ingin menjadi anak durhaka terhadap orang tuanya. Tapi jika tidak dengan orang tuanya, dengan siapa lagi ia bisa meminta uang untuk membayar uang kuliahnya?
"Iya Angga. Sepertinya Ayahmu juga sama seperti kami, tidak bisa melaut. Kenapa memangnya Angga apakah disana ada masalah?" tanya Yudi berusaha membujuk Angga untuk mau berbagi dengannya, walaupun hanya lewat telepon. Bukankah beban akan sedikit berkurang jika kita berbagi dengan kawan kita?
"Iya Yudi. Ada sedikit masalah disini." sahut Angga dengan suara yang begitu sedih dan raut wajah murungnya, walaupun Yudi sendiri tak bisa melihat raut wajahnya ini, tapi ia yakin Yudi dapat menebak bagaimana raut wajahnya saat ini. Angga dan Yudi sudah kenal sejak lama, dan apa-apa ia selalu bercerita dengan Yudi, karena hanya Yudi-lah yang ia percaya bisa menjaga rahasianya, Yudi adalah teman yang sangat ia percayai.
"Masalah apa itu? Tidak kah kamu berniat menceritakannya padaku, seperti biasanya?" tanya Yudi sedikit khawatir dengan sahabatnya. Ia tahu ini pasti masalah yang serius, seorang Angga tidak akan sesedih ini jika tidak dilanda kesusahan yang sulit. Ia sangat mengenal Angga. Bagaimana sikap sahabatnya itu, dan gerak-geriknya jika memiliki masalah.
"Aku bingung Yudi. Bagaimana ya?" ucap Angga bergumam tak jelas pada Yudi. Ia bingung mau bercerita darimana. Dari mana ia harus bercerita? Tanyanya dalam hati.ia tidak ingin membebankan pikiran Yudi juga. Yudi pasti juga kesusahan disana, ia tidak ingin menyusahkan orang lain. Namun jika tidak menyusahkan orang lain, ia juga tidak bisa melewatinya sendirian dan mencari solusi sendiri.
"Bagaimana apa Angga? Cerita yang jelas, aku tak paham jika kamu langsung meminta pendapat tanpa memberitahu apa masalahmu. Aku bukan dukun Angga." ucap Yudi dengan nada sedikit geregetan. Ingin sekali ia tersenyum, namun tidak etis rasanya jika ia tersenyum disaat temannya merasa kesulitan dan kesusahan begini.
"Hm… Aku belum bayar uang kuliah untuk semester ini. Bahkan untuk makan besok saja tidak ada uang sama sekali. Aku bingung apa aku harus pulang kampung sekarang dan meminta uang pada Ayah dan Ibuku? Namun aku tahu sepertinya mereka sedang tidak ada biaya juga. Aku bingung bagaimana kuliahku selanjutnya ini." ucap Angga pelan diakhiri dengan helaan nafas beratnya. Rasanya bebannya begitu berat saat ini. dan ia pikir tak ada yang bsia membantunya. Angga tidak ingin usahanya sia-sia selama ini menjalani perkuliahan yang sudah ia tempuh selama tiga semester.
"Begitu… Saranku kamu pulang saja, bicarakan keluhanmu dengan mereka, siapa tahu mereka bisa usahakan uang untuk biaya kuliahmu, atau mereka ada solusi terbaik untukmu, Angga. Jangan khawatir kamu tidak sendiri, ada aku juga. Kalau memang benar-benar tak ada nanti aku bantu pinjamkan dengan keluargaku juga. Jangan khawatir, kamu tidak akan berhenti kuliah seperti yang kamu pikirkan itu." ucap Yudi berusaha menenangkan sahabatnya yang kesusahan. Ia jika ada di posisi Angga juga pasti akan merasa was-was. Semua seperti jalan buntu.
"Baiklah, aku coba bicarakan pada kedua ornag tuaku. Aku siap-siap dulu kalau begitu, aku izin saja kuliah hari ini. Aku akan katakan ada acara keluarga dengan Dosenku." ucap Angga akhirnya memutuskan pilihannya. Mungkkin yang terbaik memang ia harus bicara yang sejujurnya dengan kedua orang tuanya, karena hanya mereka tempat Angga mengadu saat ini, pada siapa lagi jika bukan pada mereka.
"Kenapa harus bolos kuliah? Orang tuamu pasti akan sedih jika kamu tidak kuliah. Kuliah saja, pulang kuliah langsung pulang kampung." saran Yudi lagi memberikan pendapat terbaiknya. Ia tidak tahu juga bagaimana yang terbaik, ia tidak pernah mengalami dunia perkuliahan. Jadi ia tidak tahu betapa susahnya Angga sekarang, yang jelas ia dapat ikut merasakan bahwa Angga sedang sangat kebingungan. Ia hanya bisa menghibur sebagai teman Angga.
"Percuma aku kuliah hari ini Yudi, aku tidak akan bisa berkonsentrasi menerima materi dari Dosen. Lebih baik aku izin saja dan berangkat sebentar lagi, agar tidak kemaleman sampai dirumah. Aku bingung… Bingung banget, bagaimana jika orang tuaku benar-benar tidak memiliki biaya yang cukup untuk bayar kuliaku semester ini. bagaimana jika mereka menyuruhku berhenti kuliah? Aku takut itu terjadi Yudi." ucap Angga dengan nada pasrahnya. Jika memang itu jalan terbaik, maka ia akan berusaha menerimanya dengan lapang dada. Mungkin ini bukan rezekinya. Mungkin ia memang harus langsung bekerja selesai lulus SMK. Ia hanya bisa pasrah dengan takdirnya.
"Percaya padaku Angga. Mereka tidak setega itu, mereka pasti akan usahakan yang terbaik untukmu Angga. Baiklah jika itu keputusanmu, aku tidak bisa berkata apa dan memaksamu untuk kuliah hari ini. Ambil jalan yang menurutmu terbaik saja. Jangan gegabah dalam mengambil keputusan. Pastikan jika jalan yang kamu ambil sudah jalan terbaik." ucap Yudi mengingatkan sahabatnya agar tidak sampai salah mengambil keputusan. Karena setahunya absensi di perkuliahan itu juga sangat mempertimbangkan kelulusan dari mata kuliah yang diambil. Ia tidak ingin Angga menyesal dikemudian hari karena bolos hari ini.