Chereads / Penderitaan Cinta Jessy / Chapter 16 - 16. BAB 15 : Mencoba Berbagi

Chapter 16 - 16. BAB 15 : Mencoba Berbagi

"Iya Ibu. Terima kasih Ibu. Angga tidak akan khawatir lagi mulai sekarang dan hanya fokus ke kuliah saja." ucap Angga mengembangkan senyum termanisnya untuk ibunya. Rasanya sangat tenang hari ini, rasanya begitu bahagia, semua bebannya langsung hilang ditelan rasa bahagia. Tuhan memang adil pada makhluk ciptaannya, ternyata Tuhan itu adil juga padanya.

"Ini amplop coklatnya tidak diambil nak?" tanya Ibu Angga tersenyum manis menatap putranya. Sedari tadi tangannya pegal melayang di udara, putranya tak kunjung mengambil amplop coklat  yang  ia serahkan sejak tadi. Apakah saking seriusnya Angga hingga ia lupa? Entah kenapa ia ingin tersenyum saja, putranya ternyata sangat lucu jika berada di kondisi setegang ini.

"Oh iya ya, maaf Angga lupa Ibu." ucap Angga menyengir kuda dan langsung mengambil amplop coklat yang berada di tangan Ibunya. Kasihan Ibunya pasti tangannya pegal karena amplop coklat yang berisi banyak uang itu tak kunjung ia ambil. Sungguh bodohnya dirinya hingga melupakan hal penting itu.

"Yaudah sana berangkat, hati-hati ya Nak." ucap Ibu Angga mengikhlaskan putranya berangkat sekarang. Ia juga akan bekerja sekarang dengan suaminya. Mungkin alangkah baiknya jika Angga berangkat lebih awal, ia hanya ingin melihat putranya berangkat, agar rasa khawatirnya lenyap.

"Iya Ibu, Angga berangkat ya Ayah, Angga berangkat ya Ibu." ucap Angga menaruh amplop coklat itu kedalam tasnya dengan aman. Setelahnya Angga menyalimi Ibu dan Ayahnya secara bergantian. Setelah itu Angga pergi dari hadapan kedua orang tuanya, menuju motornya. Sebelum menggunakan helm, tak lupa Angga memasang earphone di kedua telinganya, lalu menyetel lagu kesukaannya, Alan Walker, dengan volume yang standar agar dijalan ia tidak tuli jika ada apa-apa. Setelah ia selesai dengan urusan kecilnya, Angga menggunakan helmnya dan keluar dari halaman rumahnya menggunakan motor meticnya, tak lupa ia menekan klakson motornya sebelum benar-benar keluar dari pekarangan rumahnya.

Angga menikmati aroma pagi diperjalanan menuju kota Gianyar, kota tempatnya merantau. Angga mengendarai motornya setengah melamun, memikirkan apa yang harus ia lakukan setelah ini. Tak mungkin ia hanya berdiam diri kan? Sedangkan orang tuanya kesusahan mencarikan ia biaya untuk kuliah, pastinya harus ada yang ia lakukan setelah ini, pikirnya dalam hati.

Singkat cerita Angga telah sampai di kost nya, ia langsung masuk ke dalam kamarnya dan langsung membersihkan dirinya yang terasa sangat lengket karena menempuh perjalanan yang begitu jauh. Setelah selesai membereskan semua isi yang ada di dalam tasnya dan selesai membersihkan dirinya sendiri, Angga langsung tidur. Ia berbohong dengan orang tuanya, hari ini ia memang kosong, tidak ada jadwal kuliah sama sekali. Jadi Angga memilih istirahat di tempat tidur ternyamannya. Berharap besok pagi yang muncul sangatlah cerah, mungkin dengan itu hatinya bisa berubah secerah pagi besok yang muncul.

***

Keesokan harinya Angga bangun dari tidurnya. Hfttt ternyata itu hanya mimpi, pikirnya. Pagi ini ia tidak bermimpi buruk, tidak juga bermimpi indah, biasa-biasa saja. Ia memimpikan dirinya yang masih berada di kampungnya dan membantu orang tuanya untuk melaut, tapi ternyata itu hanyalah mimpi. Ia tidak menyangka jika tidurnya sangat nyenyak hingga ia bermimpi. Biasanya ia tidur jarang bermimpi.

Angga menyibak gorden kamarnya dan membuka jendelanya. Ia menghirup aroma pagi khas kota Gianyar. Angga lalu menatap pantulan wajahnya di cermin, sangat acak-acakan khas orang bangun tidur. Angga lalu menuju kamar mandi dan membasuh wajahnya, tak lupa membasahi rambutnya, hingga tetesan-tetesan air di rambutnya jatuh membasahi wajahnya, segar! Itulah yang ia rasakan sekarang. Rasanya sangat puas pagi ini, ia sendiri tak tahu apa yang membuat suasana hatinya sepuas ini. Mungkinkah karena doanya yang kemarin terkabul? Pagi ini matahari bersinar sangat cerah hingga membuat suasana hatinya ikut cerah, walaupun sebenarnya hatinya gundah, tapi ia berusaha mencerahkan suasana hatinya secerah mungkin.

Angga beralih ke bagian dapur kecil yang ada di kamarnya, ia membuat teh hangat. Sepertinya teh hangat bukanlah ide yang buruk, pikirnya. Setelah selesai membuat teh hangat Angga lalu keluar dari kamarnya sambil memegang teh hangat di tangan kanannya, ia duduk di teras depan kamarnya sambil melamun, melamunkan sesuatu yang sudah pastinya membuat beban di kepalanya sejak awal hingga sekarang, walaupun sudah diberikan solusi, Angga tetap tidak ingin berdiam diri. Ia ingin berusaha membantu orang tuanya. Tapi ia sendiri tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk membantu orang tuanya.

Angga masih terdiam menatap kosong ke depan sambil memegang gelas berisi teh hangat. Ia meneguknya sedikit demi sedikit hingga sisa setengahnya. Angga melamun, melamunkan sesuatu yang tak pasti lagi. Melamunkan apa yang harus ia lakukan nantinya untuk membantu orang tuanya. Ia bingung, bahkan tak ada seorang pun yang menjadi saudaranya disini, jadi siapa yang akan menolongnya di kota orang ini? Ia tak mungkin membebankan orang tuanya terus, sedangkan ia hanya berdiam diri tanpa berusaha sama sekali kan? Ia tak mungkin bisa terus fokus belajar tanpa memikirkan bagaimana nasib orang tuanya di kampung.

Ditengah-tengah lamunannya, datanglah seseorang yang mengejutkannya hingga lamunannya buyar. Siapa lagi jika bukan seorang Radit Aditya yang datang?

"He! Ngelamun saja ya pagi-pagi begini? Ngelamunin apa sih? Pasti anak muda ini sedang melamunkan hal-hal yang jorok ya? Masih muda kok kerjaannya ngelamun sih?" tanya Radit bertubi-tubi hingga mengejutkan Angga, ditambah lagi tepukan keras Radit yang membuat Angga terkesiap. Coba pikir saja, siapa yang tidak terkejut tiba-tiba dikejutkan begitu? Radit tiba-tiba saja muncul, tidak tahu datangnya dari arah mana, tiba-tiba sudah  berada di hadapannya dengan cengiran kuda tak berdosanya. Sungguh! Angga ingin menampol wajah Radit dengan sandal yang ia gunakan sekarang, namun masih bisa ia tahan dan tidak ia lakukan.

"Radit! Apaan sih? Datang-datang mengejutkan saja. Tidak lah! Ngapain ngelamunin hal jorok. Aku kan masih kecil!" sahut Angga jelas-jelas mengelak. Karena kenyataannya ia tidak melamunkan hal jorok seperti yang Radit tebak tadi. Sudah jelas-jelas ia melamunkan masalah biaya kuliahnya untuk semester selanjutnya. Ia takut ia tak bisa membayarnya, lebih tepatnya orang tuanya yang  tidak bisa membayarnya. Bagaimana jika itu terjadi? Ia takut jika harus berhenti di semester yang lebih tinggi, ia tidak ingin mengecewakan orang tuanya.

"Terus kalau tidak melamunkan hal jorok, melamunkan apa dong? Tidak kah kamu ingin bercerita wahai anak muda?" tanya Radit bergurau dengan nada yang begitu sopan. Radit hanya bisa mendengarkan mungkin tanpa memberikan solusi. Karena ia sendiri tidak tahu apa masalah yang dipikirkan Angga hingga melamun sampai segitunya.

"Memangnya Radit tidak sibuk? Tidak bekerja hari ini?" tanya Angga merasa tidak enak hati  untuk bercerita, takut-takut mengganggu waktu Radit untuk istirahat. Sepertinya Radit orang yang begitu sibuk. Tapi ia tahu Radit orang yang baik, pasti Radit akan terus memaksanya untuk terbuka dan bercerita. Baiklah, jika itu yang Radit mau maka ia akan mencoba untuk berbagi masalahnya dengan Radit. Kali saja, Radit bisa memberikan solusi, atau sekedar di dengarkan saja ia sudah merasa senang. Karena jujur Angga butuh teman, teman untuk berbagi.