Chereads / Penderitaan Cinta Jessy / Chapter 19 - 19. BAB 18 : Rasa Sabar

Chapter 19 - 19. BAB 18 : Rasa Sabar

"Kenapa kamu tanya tentang Jessy?" tanya Radit dengan nada suara dingin dan menakutkan.

Angga terdiam dan mendadak rasa takut menghinggapi seluruh tubuhnya. Ia ngeri melihat raut wajah Radit yang tiba-tiba terlihat menakutkan di matanya. Seketika suasana mendadak hening, sepi dan senyap. Angga tak berani membuka suara, apakah Radit sedang marah padanya?

Radit menatap Angga yang terdiam tak membuka mulutnya lagi untuk bersuara, langsung saja setelah menatap Angga yang masih diam, Radit berkata, "Jessy bukan pacarku." ucap Radit dengan nada yang lebih tenang dari sebelumnya, tak ada lagi nada menakutkan yang dipancarkan dari nada suaranya. Satu hal yang harus Angga tahu, Radit tak suka jika ada yang menanyakan hubungannya dengan Jessy, lebih tepatnya Radit tak suka jika ada yang bertanya tentang masalah pribadinya.

"Lalu Jessy itu siapamu?" tanya Angga lagi  masih tidak menyerah bertanya tentang siapa itu Jessy. Rasa penasarannya benar-benar tidak dapat di kontrol kali ini. Ia benar-benar ingin tahu banyak tentang Jessy itu siapanya Radit… Apakah salah jika ia bertanya tentang masalah pribadi Radit?

"Kamu jangan banyak bertanya. Fokus saja pada kerjaanmu dan kuliahmu." ucap Radit menahan kekesalan yang memuncak di benaknya. Ia benar-benar tak suka jika ditanyai masalah pribadinya. Bukan, Radit bukannya orang yang cenderung tertutup, tapi Radit hanya tak suka jika ditanyai tentang sahabatnya. Ia sangat kenal dengan bagaimana sifat Jessy, ia hanya takut Jessy disakiti. Ia hanya berusaha peduli dan melindungi Jessy sebagai sahabatnya.

"Loh? Ah kamu tidak asik, ditanyai begitu saja marah." ucap Angga menelan rasa kecewanya, karena Radit sama sekali tidak menjawab pertanyaannya. Padahal ia hanya ingin tahu siapa Jessy sebenarnya di hidup Radit, sungguh hanya itu… Tapi rupanya Radit tidak bersedia memberitahunya.

"Aku tidak marah. Sudah aku mau pergi dulu." ucap Radit bangun dari posisi duduknya. Dan tanpa menunggu jawaban Angga lagi, Radit langsung berlalu dari hadapan Angga begitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Angga yang menyaksikan sikap Radit berubah 180 derajat itu hanya bisa menampakkan wajah terbengong-bengong di tempatnya duduk. Yang benar saja? Ia belum selesai berbicara pada Radit, tapi Radit benar-benar pergi begitu saja menyisakannya seorang diri disini, dan yang terpenting ia tidak mendapatkan jawaban apapun dari pertanyaannya tentang Jessy. Ah sial! Rupanya ia tidak akan bisa tidur nyenyak malam ini karena rasa penasarannya yang tak terjawab oleh Radit.

Angga hanya bisa pasrah dan menghembuskan nafasnya dengan sedikit kasar. Ia menenangkan dirinya akibat kesal karena ulah Radit barusan.

Angga berusaha tersenyum tipis mengingat hari ini ia harus bersyukur karena ia sudah mendapatkan pekerjaan sampingan selain harus kuliah. Setelah ia bisa menenangkan dirinya sejenak, Angga menarik nafas lega dan tersenyum tipis menatap langit yang cerah, lalu Angga masuk ke dalam kamarnya.

***

3 bulan kemudian…

Angga yang kelelahan pulang dari kuliah langsung dilanjut dengan bekerja, memilih duduk di teras depan kamar kostnya sambil melamun. Ia mengelap keringatnya menggunakan tangannya. hari ini cukup panas dan melelahkan, pikirnya dalam hati.

Angga menopangkan dagunya sambil melamun, ia jadi teringat hari-harinya dulu yang masih bebas, hanya memikirkan kuliah saja, namun selalu kekurangan biaya. Berbeda dengan sekarang ia serba berkecukupan untuk biaya kuliah dan uang jajan semenjak Radit mencarikannya kerjaan, namun ia sangat lelah setiap harinya karena harus ekstra double, bekerja dan kuliah sekaligus setiap hari, hingga teman-temannya satu persatu hilang, ia bahkan tak punya teman nongkrong lagi karena sibuk bekerja selama tiga bulan terakhir ini.

BRAKK!

Ditengah-tengah lamunannya, gebrakan meja mengagetkannya hingga ia sedikit mengejang karena kaget. "Kenapa lagi wahai anak muda? Melamun terus, apa yang sedang kamu lamunkan Angga? Kamu kelelahan ya? Tidak kuat ya bekerja sambil kuliah? Pasti kamu tidak kuat kan? Ah lemah banget sih!" ucap seseorang itu dengan berbondong menudingnya yang tidak-tidak. Walaupun nyatanya ia memang kelelahan sih, tetapi Angga tidak mengeluh kan?

Ia sangat kenal dengan suara itu, suara yang sangat tidak asing di telinganya. Siapa lagi jika bukan Radit Aditya? Sudah pasti Radit. Karena hanya seorang Radit yang hobi mengangetkannya.

Lamunan Angga buyar karena ulah Radit dan Angga tersadar. "Radit kebiasaan terburukmu adalah mengagetkan orang yang sedang melamun. Untung jantungku masih aman. Kalau aku jantungan kamu mau tanggung jawab?" tanya Angga dengan raut wajah yang sangat datar. Dibilang marah, tidak. Dibilang kesal, juga tidak. Dibilang biasa-biasa saja, nyatanya ia tak biasa. Angga hanya bisa mengelus dadanya, menenangkannya agar ia tidak tersulut emosi karena di kagetkan begitu.

"Lagipula, siapa suruh melamun? Nanti kesambet, baru tahu rasa. Harusnya kamu berterima kasih padaku karena sudah membuatmu cepat tersadar, daripada kamu kesambet setan, siapa yang repot? Aku juga!" ucap Radit dengan tidak terima dan nada sewotnya. Angga ini tidak bersyukur sekali sudah disadarkan, malah mengata-ngatainya. Sungguh menyebalkan sekali bukan? Memiliki adik semenyebalkan Angga. Tapi tidak, tunggu sebentar, sebenarnya yang menyebalkan itu Angga atau dirinya sendiri?

"Iya iya iya terima kasih Radit." ucap Angga memaksakan senyumnya dan tidak ikhlas mengatakan terima kasih pada Radit. Bagaimana bisa ikhlas? Radit sama sekali tidak merasa bersalah atas kesalahannya, malah menganggap itu adalah hal baik. Padahal Angga tidak suka dikagetkan. Tapi berhubung Radit sangat baik padanya, jadi ia tidak bisa marah pada Radit dan tidak bisa melakukan apapun selain ikhlas karena di kagetkan.

"Hm… Jadi kamu kenapa Angga? Ada masalah di perkuliahan maupun pekerjaanmu?" tanya Radit menaik turunkan alisnya menatap Angga yang terlihat letih. Apakah seberat itu bagi Angga menjalani rutinitasnya sekarang karena harus kuliah sambil bekerja? Padahal rasanya dulu ia biasa-biasa saja, ketika harus kuliah sambil bekerja, tidak semengeluh ini. Tapi mengeluh itu wajar, mengeluh adalah salah satu cara professional menjalani hidup kan? Kalau tidak mengeluh, mungkin banyak orang yang akan bunuh diri karena tidak bisa mengeluarkan unek-uneknya.

"Tidak ada, aku hanya kelelahan. Selama tiga bulan terakhir ini rasanya begitu berat kujalani. Namun aku bersyukur karena aku tidak lagi kekurangan biaya untuk kuliah dan untuk makan sehari-hari di rantauan, itu juga berkat bantuanmu Radit. Jadi aku hanya bisa mengatakan terima kasih padamu. Terima kasih karena telah membantuku."  ucap Angga dengan tulus, kali ini ia benar-benar tulus mengatakan itu dari lubuk hatinya terdalam. Ia bersyukur mengenal orang sebaik Radit di rantauan.

"Sama-sama sudah kewajibanku membantu adikku. Aku hanya ingin menyampaikan, temanku senang dengan kinerjamu di kafe, pertahankan itu, jaga nama baikku, itu saja." ucap Radit tersenyum tipis lalu langsung masuk ke kamarnya meninggalkan Angga seorang diri yang masih belum mencerna apa yang dikatakan Radit barusan.

Untuk kesekian kalinya, dan berulang kali ditinggalkan begitu tanpa rasa bersalah sama sekali, Angga hanya bisa menghembuskan nafas kasarnya sambil mengelus pelan dadanya, menyabarkan dirinya untuk tetap sabar dengan kebiasaan Radit. Radit langsung pergi begitu saja tanpa menunggu jawabannya, apakah Radit tak menganggapnya ada? Sungguh Radit memang selalu melakukan apapun seenak jidatnya tanpa memikirkan perasaan orang lain.