Evander mengajak Elnara ke sebuah butik busana di Mall. Dia ingin Elnara mengenakan pakaian yang menutup keindahan tubuhnya, Evander tak rela orang lain melihatnya, jika Evander saja yang notabennya lelaki pelangi sebelumnya bisa tergoda, apalagi lelaki normal lainnya.
"Elnara pilihlah semua pakaian yang bisa menutup keindahan tubuhmu," ujar Evander.
Elnara bengong melihat pakaian berjejer di depannya. Dulu dia sering berbelanja sepuasnya dengan uang haram yang diperolehnya. Tak terhitung berapa banyak, tapi sekarang dia sudah berjanji untuk membeli sesuatu dengan uang yang halal meskipun itu hanya sedikit.
"Elnara ... Elnara ...." Evander berkali-kali memanggilnya.
"Ee ...," sahut Elnara.
"Kau tak suka?" tanya Evander.
"Evander aku tak punya uang," ujar Elnara. Dia tahu betul berbelanja di butik seperti ini pasti membutuhkan banyak uang, jangankan untuk membeli pakaian, untuk makan saja susah. Lebih baik untuk biaya sehari-hari, apalagi Elnara sekarang punya keluarga. Alif dan adik-adiknya sudah menjadi tanggungjawabnya, dia ingin merawat mereka. Elnara akan bekerja keras untuk mewujudkan semuanya.
"Pilihlah! aku yang akan membayarnya," ucap Evander.
"Kau tidak akan minta yang aneh-aneh?" tanya Elnara. Dia tidak bisa melakukan hal seperti dulu lagi, Elnara sudah mantap untuk hijrah.
"Asal kau hanya mengingatku dan menyimpan namaku di hatimu, aku tidak akan meminta yang lain," ujar Evander.
"Mudah, oke," ucap Elnara senang. Ternyata Evander tulus membelikan pakaian untuknya.
"Ayo, mau ku temenin?" tanya Evander. Dia rela melakukan apapun untuk Elnara. Bukan karena cantik dan tubuhnya indah, tapi karena sebuah perasaan yang hanya bisa diisi Elnara. Kalau bukan pertemuannya dengan Elnara, mungkin Evander masih menjadi lelaki pelangi.
"Gak mau, aku sendiri aja," jawab Elnara.
"Tapi kau harus ingat, jangan berani genit pada siapapun! kau hanya milikku," ujar Evander.
Elnara tersenyum. Lelaki pelangi di sampingnya mulai posesif. Padahal baru juga bertemu dan bukan siapa-siapanya, tapi sudah mematenkannya.
Gimana jadi suaminya, bisa-bisa Elnara dilem bersama Evander, biar gak bisa kemana-mana, kalau toh pergi ya harus dempetan kaya kembar siam.
"Iya Bos," jawab Elnara.
Elnara berjalan melihat-lihat pakaian yang dipajang. Dia masih ingat wanita berhijab kemarin, pakaian rapi dan anggun. Elnara mencari pakaian yang sama seperti itu. Dia berjalan dari satu tempat ke tempat lain. Mencari pakaian yang diinginkannya.
"Apa ini baju yang seperti wanita berhijab kemarin?" Elnara masih asing dengan pakain untuk wanita berhijab, dia salah mengambil daster yang modelnya panjang juga, untung ada seorang wanita berhijab yang mengenakan cadar memberitahunya yang sedang bingung. Dia mengajak Elnara ke bagian baju yang diperuntukan untuk wanita berhijab. Di sana banyak pilihan sesuai keinginan. Elnara mulai memilih, wanita itu menghampirinya dengan membawa sebuah goodie bag, dia memberi satu pakaian untuk Elnara.
"Ini untukku?" tanya Elnara.
"Iya, hadiah untuk Nona yang hijrah ke jalan Allah."
"Alhamdulillah," ucap Elnara.
"Perkenalkan, saya Aisyah Khumairoh," ucap Aisyah mengenalkan namanya pada Elnara.
"Elnara Balqis." Giliran Elnara mengenalkan diri. Wanita berhijab itu begitu ramah dan santun. Dia juga baik memberinya pakaian. Sungguh Elnara semakin mantap untuk hijrah.
Aisyah menemani Elnara memilih pakaian yang sesuai syariat. Dia senang bertemu Aisyah, kata-kata dan sikapnya begitu menyejukkan hati, sampai membuat Elnara begitu kagum padanya.
"Ya Allah aku iri, iri karena tidak dari dulu dekat denganMu seperti Aisyah, dia begitu bercahaya dan penuh kelembutan, tutur katanya membuat siapapun sejuk," batin Elnara.
"Aisyah terimakasih, aku banyak belajar darimu," ujar Elnara.
"Sama-sama Elnara, kalau ada yang ingin kau tahu atau tanyakan, kau bisa datang ke Masjid An Nur di kota E," ucap Aisyah.
"Iya, aku pasti ingin bertemu denganmu lagi Aisyah," ucap Elnara.
Aisyah berpamitan, dia meninggalkan tempat itu. Mata Elnara masih melihat kepergiannya, pertama kali dalam hidupnya memiliki teman yang begitu meneduhkan hatinya, dia beruntung bertemu Alif, adik-adiknya dan sekarang Aisyah. Ketika Allah membuka pintu hidayah pasti ada jalan untuk memudahkan langkah kita menuju jalannya yang benar.
Selesai memilih, Elnara membawa pakaian sambil tersenyum-senyum, Evander yang duduk di kursi tunggu, menghampirinya.
"Elnara kau senang sekali? kenapa?" tanya Evander.
"Ada seorang muslimah yang memberiku pakaian muslim, dia juga baik dan santun," ucap Elnara.
Evander tersenyum, melihat Elnara bahagia meskipun itu mungkin hal kecil untuk orang lain, tapi ini hidup baru untuk Elnara. Evander akan mendukung Elnara yang mantap berhijrah.
"Pakailah! aku ingin melihatnya," ujar Evander.
"Oke, tapi jangan diketawain," ucap Elnara.
"Gaklah, Elnaraku yang cantik, pakai apapun akan cantik," ujar Evander.
"Oke Mas gombal, aku ganti dulu," ucap Elnara.
Ketika Elnara sedang berbincang dengan Evander, ternyata di butik itu ada Brian. Dia melihat kedekatan Elnara dan Evander.
"Elnara aku harus benar-benar melenyapkanmu," ucap Brian. Dia cemburu melihat Evander begitu dekat dengan Elnara. Saat Elnara masuk ke ruang ganti, Brian juga masuk ke ruang ganti di samping ruang ganti tempat Elnara berada. Brian sengaja mengenakan topi, kaca mata dan masker, agar orang-orang tak mengenalinya. Di dalam ruang ganti dia mengeluarkan pistol bersiap menembak ke ruang ganti di sampingnya. Dia mulai menghitung.
"Satu ... dua ... tiga ...," ucap Brian.
"Selamat tinggal Elnara," batin Brian.
Belum sampai menembakkan pistol di tangannya. Suara teriakan Elnara terdengar kencang. Brian panik, dia segera masuk ke ruang ganti tempat Elnara berada, kebetulan tidak di kunci. Elnara memegang kakinya, dia terlihat kesakitan.
"Aw ... aw ...." Elnara masih kesakitan.
Brian meraih kaki Elnara, memintanya duduk di lantai, kemudian dia memijat kaki Elnara.
"Sakit," ucap Elnara.
"Ini kram, kau suka mandi malam-malam?" tanya Brian.
"Iya, akhir-akhir ini," jawab Elnara.
"Diamlah sebentar, rasanya akan sakit, tapi nanti enakkan," ujar Brian sambil memijat kaki Elnara.
Elnara mengangguk. Dia mengikuti instruksi dari Brian. Kakinya perlahan membaik, rasa sakitnya mulai hilang.
"Gimana?" tanya Brian.
"Udah enakkan," ucap Elnara.
"Baguslah," ucap Brian.
Elnara baru menyadari, kenapa lelaki ini tiba-tiba masuk ke ruang gantinya. Dia juga berpenampilan mencurigakan, mukanya tertutup masker.
"Elnara." Evander berdiri di depan pintu ruang ganti.
Deg!
Jantung Brian berdebar. Dia takut Evander akan tahu keberadaannya.