Chereads / Pemuas Nafsu Lelaki Pelangi / Chapter 12 - 12. Masa Lalu

Chapter 12 - 12. Masa Lalu

Brian langsung berdiri. Mengambil baju yang dipilih Elnara tadi, lalu mengenakannya beserta hijabnya. Elnara yang masih duduk di bawah, terkejut lelaki mengenakan masker itu mengenakan pakaian miliknya. Dia membuka pintu ruang ganti, melihat Evander sesaat lalu berjalan melewatinya.

Evander merasa aneh, di ruang ganti tempat Elnara berada bisa ada wanita lain juga, Evander mengetuk pintu ruang ganti di depannya.

"Elnara sudah?" tanya Evander.

"Iya sebentar, bersabarlah!" sahut Elnara dari dalam.

"Aku tidak sabar, cepat keluar! aku ingin melihatmu," ujar Evander.

Di dalam Elnara bergumam. Lelaki yang baru dikenalnya itu begitu bawel dan posesif, tapi Elnara suka dengan tingkah Evander, karena selama ini tak pernah ada lelaki yang peduli padanya.

"Iya aku keluar," ucap Elnara.

Elnara membuka pintu ruang ganti. Dia begitu cantik dan anggun mengenakan baju muslimah lengkap dengan hijab di kepalanya. Evander masih tercengang melihatnya. Matanya fokus melihat penampilan Elnara.

"Gimana Mas, soleha cantik tidak?" tanya Elnara.

Elnara berputar-putar menunjukkan penampilan barunya di depan Evander.

"Elnara aku jadi ingin segera jadi suamimu," ujar Evander.

Elnara terdiam seketika. Senang mendengar kalimat yang dilontarkan Evander tapi dia bukan wanita baik, masa lalunya begitu kelam. Melihat wajah murung Elnara, Evander mendekatinya.

"Bidadariku kenapa kau terdiam?"tanya Evander.

"Evander, aku ini mantan wanita malam, bukan wanita baik," ujar Elnara.

"Elnara lihat aku, apakah aku lelaki baik-baik?" tanya Evander.

Elnara melihat ke depan, Evander menatapnya dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Aku ini lelaki berkelainan yang baru saja normal, itu karena hadirnya kau dalam hidupku," ujar Evander.

"Tapi ...," sahut Elnara.

"Aku tidak peduli masa lalumu," gumam Evander.

"Evander makasih," ucap Elnara.

"Hei, aku tidak butuh ucapan makasih, kau harus bilang aku milikmu, katakan!" perintah Evander.

"Kau mulai dikraktor lagi," ucap Elnara.

"Katakan Nona!" perintah Evander.

"Baik, aku milikmu," ucap Elnara.

Mereka berdua tersenyum. Kehidupan baru di mulai. Tak peduli masa lalu. Hidup harus terus berjalan, biarlah mereka menjalani kehidupan ke depan yang jauh lebih baik. Tak ada manusia yang sempurna tapi manusia yang mau memperbaiki kesalahannya jauh lebih terhormat dari pada sekedar bicara omong kosong.

Evander membawakan barang belanjaan Elnara. Mereka jalan berdua seperti sepasang kekasih yang baru.

"Elnara kau lapar?" tanya Evander.

"Iya, cacing di perutku sudah demo," sahut Elnara.

"Makan di situ enak, mau?" tanya Evander sambil menunjuk restoran di depan mereka.

"Oke Bos," jawab Elnara.

Mereka berdua masuk restoran siap saji. Memilih tempat duduk, dan mesan makanan. Restoran itu lumayan ramai, banyak pengunjung yang datang.

"Elnara aku ke toilet dulu," ujar Evander.

"Iya," jawab Elnara.

Evander berdiri, berjalan meninggalkan Elnara menuju toilet yang ada di dalam restoran siap saji itu. Elnara duduk sambil melihat lagi pakaian yang di belinya, dia juga membeli baju untuk Alif dan adik-adiknya. Tiba-tiba seseorang duduk di depannya.

"Elnara lama tak bertemu."

Elnara terkejut melihat lelaki di depannya. Lelaki yang pernah membooking-nya. Ingatan tentang malam kotor itu terlintas di pikirannya.

"Aku rindu, ku dengar kau sudah keluar, sayang sekali padahal aku masih ingin melalui malam panas itu lagi."

"Aku sudah bukan wanita malam lagi, jadi tolong singkirkan pikiran kotormu," jawab Elnara.

Lelaki itu mencengkram pipi Elnara dengan kedua tangannya.

"Jika aku mau hari ini saja aku akan mendapatkannya."

"Lepas, atau aku teriak!" ancam Elnara.

"Boleh, biar semua orang tau kau wanita malam yang menjijikkan."

"Aku tidak peduli, biar mereka juga tahu, kau lelaki yang sudah menyentuh wanita malam yang menjijikkan ini," sahut Elnara.

Lelaki itu semakin marah dia mengencangkan cengkramannya di pipi Elnara.

"Lepaskan tangan kotormu!" perintah Evander yang baru saja datang menghampiri Elnara.

Melihat Evander, lelaki itu melepas tangannya. Dia menghampiri Evander yang sedang berdiri tak jauh darinya. Lelaki itu berdiri berlawanan dengan Evander, dia berdiri tepat di sampingnya.

"Wanita itu kotor, kau ingin memungut sampah?"

"Aku lebih suka sampah dari pada emas yang tak berguna," sahut Evander.

"Aku sudah menyentuhnya berkali-kali, bahkan kau harus tahu betapa nikmatnya dia saat bermain denganku."

Evander terdiam. Dia tahu ini akan terjadi. Tak mudah menghilangkan jejak masa lalu, hinaan dan cibiran pasti akan datang, kapan pun.

"Tadinya aku ingin Elnara menyervisku lagi, tapi ternyata dia sudah punya peliharaan baru."

"Sekali lagi kau bicara, mati!" ancam Evander.

"Evander Bagaskara kau tak malu berjalan dengan wanita kotor itu, di mana martabat keluargamu?"

Evander benar-benar sudah tak tahan dengan ocehan lelaki di sampingnya. Dia mengepalkan tangannya, hendak memukul lelaki itu tapi dia sadar di dalam restoran ada CCTV, akan jadi masalah besar jika dia melakukan itu.

"Sepertinya perusahaan tempatmu bekerja sedang bekerja sama dengan perusahaanku, kau tau akibatnya dari ucapanmu?" ancam Evander.

"Kau!"

"Lain kali jaga ucapanmu kalau kau masih ingin bekerja," ucap Evander berbisik di telinga lelaki itu.

Lelaki itu terdiam, mulutnya membisu seketika. Evander berjalan meninggalkannya dengan senyuman lebar, tak perlu memukulnya tapi jatuhkan dengan kelemahannya. Dia kembali ke meja duduk bersama Elnara.

"Evander, dia ...," ujar Elnara hendak menjelaskan.

"Aku tahu, itu masa lalu, Elnara akulah masa depanmu, jadi lihat aku seorang, jangan pedulikan yang lain," ucap Evander.

Air mata Elnara jatuh di pipinya, sebelumnya dia merasa sendirian. Kini hidupnya perlahan memiliki orang-orang yang menyayanginya. Alif, adik-adiknya, dan Evander. Lelaki di depannya ini bersedia menerimanya apa adanya.

"Jangan menangis, nanti makin cantik, semua akan orang iri padaku," ucap Evander.

"Raja gombal," ujar Elnara.

"Kau suka kan?" tanya Evander.

Elnara mengangguk. Dia senang sekali, seorang Evander menggombal padanya. Meskipun pertemuan itu singkat tapi sangat berarti untuk Elnara. Evander menjadi semangat baru untuknya.

Selesai makan, Evander mengantar Elnara sampai jalan utama di daerah dekat rumah Alif.

Elnara turun dari mobil ditemani Evander.

"Kau yakin tidak mau ku antar pulang sampai rumah?" tanya Evander.

"Iya, lain kali saja, kau sudah menemaniku dari tadi, pasti kau lelah," ucap Elnara.

"Padahal aku ingin melihat rumah tempatmu tinggal," ucap Evander.

"Lain kali saja, kita masih bertemukan?" tanya Elnara.

"Selamanya," ucap Evander.

"Insya Allah," sahut Elnara.

Evandet mengusap jiblab di kepala Elnara. Dia begitu menyayangi Elnara yang membuat jantungnya terus berdebar.

"Pulanglah!" perintah Evander.

Elnara mengangguk. Dia berbalik, berjalan meninggalkan tempat itu. Begitupun Evander yang mengendarai mobilnya pergi dari tempat itu.

***

Aron Gladwine duduk dengan arogan di sofa. Dia membaca majalah bisnis terkini. Matanya tertuju pada sesosok lelaki muda yang memimpin Perusahaan Big Fergie, Evander Bagaskara. Perusahaan yang menjadi rival perusahaannya.

"Evander penerus Hanry Bagaskara, musuhku," ucap Aron.

"Anaknya berbakat seperti orangtuanya, aku tak bisa bersantai untuk menghancurkannya," ucap Aron.

Tak lama dua anak buahnya menghadap Aron. Mereka berdiri di depan Aron, memberinya penghormatan lalu menyampaikan kabar yang baru diperolehnya.

"Bos, Elnara sudah tidak bekerja di rumah bordil Mamy Desi."

"Cari dia, lenyapkan tanpa sisa!"

"Baik Bos."

Kedua anak buah Aron pergi meninggalkan tempat itu. Tinggal Aron yang masih duduk di sofa dan mengingat masa lalunya.

Flash Back

Aron sedang menemani istrinya Kania Clarissa jalan pagi di depan rumahnya. Dia begitu mencintai istrinya, apapun akan dilakukan demi Kania. Meskipun dia sibuk, sebisa mungkin menemani Kania jalan pagi. Kania sedang mengandung 9 bulan. Saat itu Kakek Baron, guru spiritualnya datang, untuk meramalnya seperti biasa. Kakek Baron menghampiri Aron dan Kania.

"Selamat pagi Tuanku," ucap Kakek Baron.

"Pagi Kek," ucap Aron.

Mereka bertiga duduk di teras rumah. Aron meminta diramal seperti biasa, tapi kini dia meminta Kakek Baron meramal bayi yang ada diperut istrinya. Kakek Baron memegang perut Kania untuk membaca jampi-jampi.

"Bahaya!" tegas Kakek Baron.

"Bahaya apa Kek?" tanya Aron.