Chereads / Pemuas Nafsu Lelaki Pelangi / Chapter 16 - 16. Bidadari Surga

Chapter 16 - 16. Bidadari Surga

Elnara berlari menghampiri Brian yang terjatuh di tengah jalan, sedangkan mobil yang menabrak mereka kabur. Dia membantu Brian bangun dan memapahnya ke tepi jalan. Kakinya berdarah, sulit digerakkan. Brian duduk di kursi yang berada di tepi jalan, Elnara berdiri di depannya panik.

"Brian kakimu ... kakimu ...," ucap Elnara.

"Elnara waktuku tak banyak," ujar Brian.

"Brian jangan bicara seperti itu, kita ke rumah sakit," ucap Elnara.

"Tidak, aku hanya ingin kau melakukan sesuatu untukku," pinta Brian.

Elnara menangis saat Brian berkata seperti itu. Dia benar takut terjadi sesuatu pada Brian. Seharusnya Elnaralah yang tertabrak tapi Brian malah menolong Elnara dan membuat dirinya terluka.

"Jangan menangis, aku minta satu permintaan terakhir," ujar Brian.

"Gimana aku tak menangis, lihat lukamu, kenapa kau tak mau ke rumah sakit?" ucap Elnara.

"Elnara aku ... aku ..., aku akan mati." Brian terlihat sekarat dengan memegang dadanya seolah kesakitan. Ini membuat Elnara semakin panik.

"Brian jangan membuatku takut, jangan pergi!" Elnara semakin takut. Dia tidak bisa memaafkan dirinya kalau Brian benar-benar mati.

"Elnara maukah kau menemaniku di akhir hidupku?" tanya Brian.

"Brian jangan bicara seperti itu," ujar Elnara sambil meneteskan air matanya.

"Aku ingin kau bilang iya," pinta Brian.

Elnara mengangguk. Dia tak mungkin menolak Brian yang sudah sekarat, perlahan Brian berbaring di kursi, dia mulai memejamkan matanya. Elnara semakin haru, spontan Elnara memeluk Brian, berusaha membangunkannya.

"Brian ... Brian ... kau bilang aku harus menemanimu, terus kenapa kau mati, kau bohong," ujar Elnara sambil menangis.

Brian tersenyum, dia mengelus hijab Elnara yang berada di dadanya.

"Elnara siapa bilang aku mati, aku hanya lemas dan sakit," ucap Brian.

Elnara melepas pelukannya dan melihat ke arah Brian.

"Kau mengerjaiku, kau bohong," ucap Elnara.

Brian tertawa, melihat itu Elnara mencubit pinggangnya.

"Ampun Elnara, ampun. Gak lagi," ujar Brian.

"Kau membuatku takut setengah mati, ku kira kau mati beneran," ucap Elnara.

"Oke, aku minta maaf, tapi kakiku benar-benar sakit," ujar Brian.

Elnara membangunkan Brian, dia membantunya berjalan perlahan.

"Aw ..., sakit Elnara," ucap Brian.

"Kita harus ke rumah sakit," kata Elnara.

"Aku tidak apa-apa, paling kakiku patah atau rekak," ujar Brian sambil menyeret satu kakinya.

"Kau mau cacat seumur hidup? kau harus sembuh, kita harus ke rumah sakit titik!" Elnara menegaskan ucapannya tak boleh dibantah.

Brian mengangguk.

Elnara menyetop taksi yang lewat, dia membantu Brian masuk ke dalam taksi. Elnara duduk di kursi belakang bersama Brian. Taksi yang mereka tumpangi mulai melaju menuju rumah sakit, rasa sakit mulai menjalar dan dirasakan Brian, dia memegang kaki yang terluka, melihat itu Elnara mengelus kaki Brian yang terluka dengan perlahan.

"Elnara, kaki satunya juga, sakit," desis Brian.

"Bukannya kakimu cuma satu yang sakit, kenapa jadi dua, kau mau korupsi?" tanya Elnara.

"Habis enak dielus," ucap Brian sambil tersenyum.

"Oke Tuan manja aku elus yang satunya," ujar Elnara.

Elnara mengelus kedua kaki Brian, lelaki di sampingnya itu memang terluka cukup parah di kaki kirinya, tepatnya di kaki bagian bawah, biasa disebut tulang kering.

Sampai di rumah sakit, Brian dibawa ke UGD. Dokter dan perawat menanganinya. Elnara menunggu di luar dengan cemas.

"Ya Allah semoga Brian tak apa-apa," batin Elnara.

Tak lama Brian di bawa ke ruang lain untuk ditangani Dokter Ortopedi. Elnara menunggu Brian di depan ruang tempat Brian berada. Tak henti Elnara memanjatkan doa untuk Brian.

Satu jam berlalu, Brian dibawa ke ruang perawatan. Elnara terus mengikuti kemana Brian dibawa, sampai di ruang rawat inap Beleza No 20, Elnara ikut masuk ke dalam, dia mendengar penjelasan dari perawat. Setelah itu perawat keluar dari ruangan, Elnara melihat kaki Brian masih di gips.

"Brian masih sakit?" tanya Elnara.

"Iya, kau harus tanggungjawab Elnara," jawab Brian.

"Tanggungjawab untuk apa?" tanya Elnara.

"Kau janjikan menemaniku di akhir hidupku, jadi temani aku sampai sembuh dan bisa jalan lagi," ujar Brian.

"Tapi kau tahu aku harus bekerja, kalau aku terus menemanimu lalu bagaimana aku bekerja?" tanya Elnara.

"Kalau begitu kau harus bekerja di rumahku, untuk merawatku sampai sembuh sekalian kau bekerja mengurus rumahku, bagaimana?" tanya Brian.

Elnara terdiam. Dia memikirkan tawaran Brian. Dia memang membutuhkan uang, tak bisa dipungkirinya.

"Oke, jadi berapa upahku?" tanya Elnara spontan.

"Nona bekerja saja belum kau minta upah," canda Brian.

"Aku harus memastikan kalau aku tak rugi bekerja di rumahmu," canda balik Elnara.

"Sepuluh juta perbulan gimana?" tanya Brian

"Oke, aku setuju," ujar Elnara.

Brian dan Elnara sepakat, mereka membutuhkan satu sama lain. Elnara butuh pekerjaan halal dan Brian memang sengaja ingin sering bertemu Elnara, alasan kakinya yang retak digunakan agar Elnara mau merawatnya.

***

Evander berjalan masuk ke dalam rumah besar Keluarga Bagaskara. Dia berjalan sambil memperhatikan handphone miliknya melewati ruang keluarga, kakaknya sedang berpesta bersama teman-temannya.

"Evan, kemarilah gabung!"

Evander menoleh ke samping. Dia melihat kakaknya mabuk bersama teman-temannya.

"Kalau kau ingin mabuk, di luar! jangan di rumah, hormati ibu!" perintah Evander.

"Gak usah sok suci, kau tak jauh berbeda dariku, bergaul dengan sejenis, tidur, hidup bersamanya, kau lupa?"

Evander tersulut emosi, dia menghampiri kakaknya dan menghajarnya berkali-kali disaksikan semua teman kakaknya, mereka bukan melerai, malah asyik menyaksikan perkelahian dua saudara itu hingga kakaknya terjatuh di lantai, Evander hendak menyerangnya lagi tapi suara lembut terdengar memanggilnya.

"Evan ..."

Evander menoleh ke samping. Dia melihat ibunya berdiri tak jauh darinya. Segera Evander menghentikan perkelahiannya dan menghampiri ibunya.

"Bu, ayo kita pergi dari dini," ujar Evander.

"Iya nak."

Evander mengajak ibunya naik ke lantai atas. Dia tak ingin ibunya melihat kakaknya dan temannya berpesta alkohol.

Evander Bagaskara anak dari Hanry Bagaskara. Dia memiliki kakak lelaki bernama Steven Bagaskara. Dan ibunya bernama Soraya Titalia. Kehidupan keluarganya kurang harmonis. Ayahnya yang lebih mementingkan bisnis dari keluarganya dan kakaknya yang suka hura-hura, hanya ibunya yang membuat Evander ingin pulang ke rumah sesekali.

Evander masuk ke mushola yang ada di lantai atas. Dia yang sudah lama tak sholat, melihat ruangan mushola, teringat masa kecilnya saat belajar sholat dan mengaji bersama ayah dan ibunya.

Dulu saat Evander kecil ayahnya belum sukses, tapi saat mengenal harta dan kekuasaan, ayahnya jadi lupa keluarga, dia terus mengejar uang dan uang, tak peduli keluarga bahagia atau tidak.

Evander mengambil wudhu, lalu sholat di dalam mushola. Tak sengaja ibunya melihat Evander sholat.

"Masya Allah, Evander sudah mau sholat lagi."