Aurel tersenyum sambil menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal dan sedikit mengangguk dengan ragu.
"Semoga ini bukanlah awal mula masalahku," batin Aurel kemudian berpikir positif seperti kedua orangtuanya.
Acara pun dilanjutkan dengan makan-makan dan obrolan santai. Meski demikian, Melisa tetap membahas tentang seputar uang dan kekayaan. Sungguh sama sekali tidak mencerminkan sikap bangsawan.
Aurel dan Vero saling berhadapan dan menatap satu sama lain. Mereka berdua sangat bahagia. Tidak perduli dengan pembahasan antar keluarga yang sedang berlangsung. Saat ini yang paling penting adalah cinta membara di dalam hati Vero dan Aurel.
"Selangkah lagi, kamu akan jadi milikku dan sudah tidak lagi yang bisa merebut atau pun melirik kecantikan beserta tubuhmu itu!" batin Vero tersenyum sinis.
"Lalu kapan acara nikahannya akan dilangsungkan Mbak?" tanya Nurma dengan sopan pada Melisa.
"Ah, kalau itu sudah beres! Keluarga kami sudah mengatur semuanya. Tepatnya satu bulan lagi," jawab Melisa sambil menyeka poni yang sedikit tergerai menutup kening dengan gaya kemayu.
"Baiklah. Lantas di mana acara itu dilangsungkan?"
"Tentu saja di HOTEL BINTANG 5! Kami ingin acaranya berlangsung sangat mewah, megah dan mengguncang dunia!"
Nurma dan Putra lalu tersenyum ragu. Sejujurnya mereka tidak ingin bersikap berlebihan dalam melakukan sesuatu. Toh, acaranya hanya berlangsung sehari.
Bukan karena Nurma dan Putra tidak ingin keluar modal banyak atau menggunakan kekayaannya untuk acara pernikahan anak semata wayangnya, hanya saja mereka tahu jika sesuatu yang berlebihan itu tidak baik.
"Maaf Mbak Melisa ... apakah tidak sebaiknya tidak usah yang terlalu mewah?"
Mendengar sanggahan Nurma, mata Melisa langsung melotot dan menegang.
"Apakah anda sedang bercanda dan bermain dengan saya dan keluarga saya?!" sahut Melisa dengan nafas memburu. "Lalu, apakah maksud anda hanya akan melangsungkan acara resepsi secara biasa-biasa saja seperti orang miskin?!"
Deg! Jantung Nurma seolah ingin berhenti berdetak. Tidak disangka calon Besan yang sebentar lagi menjadi bagian dari keluarganya itu mempunyai sifat yang angkuh.
"Maaf, Mbak ... bukan maksud saya ingin lancang apalagi menyepelekan. Sungguh, saya tidak ingin membuat Mbak Melisa salah sangka—"
Belum juga selesai menjelaskan, kalimat Nurma sudah dipotong dan disangkal oleh Nurma.
"SAYA TIDAK SUKA BASA-BASI! Jangan sampai, rencana buruk yang anda usulkan baru saja, membuat acara lamaran ini berantakan!"
Melisa yang tadinya bersikap manis dan baik-baik saja, spontan berubah menjadi keras, marah dan kasar. Entah SETAN apa yang telah merasuki dirinya itu.
Vero dan Aurel sangat tegang melihat adegan panas dari Melisa. Bahkan Aurel ketakutan hingga di dalam benaknya mulai ragu untuk menikah dengan Vero.
Bukankah menikah itu bukan hanya berbicara cinta dari yang bersangkutan, melainkan juga berbicara tentang kedua belah pihak orangtuanya? Jadi Aurel mulai ragu atas sikap yang kurang baik dari Melisa.
Sadar jika Nurma sedang digertak Melisa, wanita paruh baya yang baik hati itu lantas mengalah daripada membuat masalah.
"Sekali lagi saya minta maaf, Mbak. Baiklah, kami sekeluarga ikut Mbak Melisa saja kalau begitu," sahut Nurma.
Bola mata Melisa lalu melirik sambil menyunggingkan senyuman menyeringai.
"Nah, kalau begini kan jadi enak!" Dengan kedua tangan yang dilipat ke dalam dada, Melisa semakin tinggi hati.
Nurma hanya bisa menghela nafas berat dan tidak lagi berkata apa-apa.
Hampir saja rencana pernikahan Vero dan Aurel gagal. Namun, karena kedua orang tua Aurel mengalah, acara itu pun siap dilaksanakan tinggal menunggu hari.
***
Segala persiapan sedang dilakukan. Namun, tidak disangka Melisa dan Abimanyu tidak mau mengeluarkan uang sepeserpun. Alasannya karena saat lamaran Vero sudah memberikan seserahan dengan nilai yang banyak.
"Pa ... bagaimana ini? Kenapa jadi keluarga kita yang menanggung semua biayanya? Nominal yang diminta tidak main-main loh, 100 Miliyar!" ucap Nurma saat berada di ruang makan.
"Papa juga bingung, Ma." Putra yang tengah menyuap beberapa kali lantas meletakkan sendok. "Papa jadi tidak nafsu makan." Putra kemudian menyandarkan punggungnya ke kursi sambil menghela nafas kasar.
Putra dan Nurma memang kaya raya. Namun, uang 100 miliyar tentu saja membuat keluarga ini kembang kempis.
"Mama takut, jika kita jadi bangkrut," celetuk Nurma dengan suara parau.
"Bagaimana kalau kita pergi ke rumah keluarga Vero dan membicarakan ini semua? Siapa tahu jika kita menjelaskan, Mas Abimanyu dan Mbak Melisa berubah pikiran," saran Putra sambil menatap Istrinya sungguh-sungguh.
"Papa benar!" Nurma langsung berdiri dan menarik tangan Putra.
Mereka pun lantas pergi ke rumah kediaman Abimanyu. Di dalam mobil, Nurma dan Putra berharap banyak dan tidak berhenti berdoa. Meskipun sebenarnya hati mereka tetap merasa cemas, karena nasib mereka berada di uang 100 Miliyar.
Beruntung, Putra sudah mengantongi alamat lengkap kediaman Abimanyu. Jadi, mereka tidak bingung saat mencarinya.
"Pa, apakah itu rumahnya?" Nurma mengacungkan jari telunjuk ke arah rumah berukuran besar dan mewah.
"Sepertinya memang itu rumahnya," jawab Putra sambil meminggirkan mobil di samping gerbang.
Nurma dan Putra lalu berjalan menghampiri rumah Abimanyu dengan harapan penuh. Sebenarnya Nurma dan Putra bisa saja menolak permintaan Melisa. Namun, karena tahu jikalau Aurel mencintai Vero, kedua orang tuanya tidak tega kalau merusak kebahagiaan sang anak.
Dingdong!
Nurma membunyikan bel yang bertengger di atas pintu.
Melisa yang kebetulan sedang bersantai lantas membuka pintu sambil berseru, "Iya sebentar!!" Pintu pun terbuka. Melisa sedikit terkejut melihat calon Besannya sudah berdiri di depan pintu sambil menyunggingkan senyuman terbaik.
"Kalian? Sungguh kedatangan anda-anda sekalian ini membuatku terkejut!"
Kalimat sapaan yang tidak terlalu enak didengar di telinga.
"Maaf, Mbak jika kedatangan kami ini mendadak dan tidak memberikan kabar. Namun, ada sesuatu yang ingin saya dan Mas Putra sampaikan," jelas Nurma.
Perbedaan yang sangat menonjol di antara kedua belah pihak ini. Nurma dan Putra begitu halus, sopan dan bijaksana berbanding terbalik dengan keluarga Melisa yang angkuh, sok kaya, kasar dan tidak tahu sopan santun.
"Oh, baiklah! Silakan masuk! Jangan terpesona ya dengan kemegahan rumah saya. Maklum, saya ini memang tidak bisa jika tinggal di tempat sederhana, sempit, apalagi terlihat MISKIN."
Entah ditujukan pada siapa ucapan Melisa tersebut. Padahal saat ini dia sedang berhadapan dengan orang yang lebih kaya dari dirinya. Tapi, sikap sombong dan angkuh membuatnya mempermalukan diri sendiri dan menjadi kesan buruk bagi orang lain.
Setelah semuanya duduk, Melisa meminta Nurma menjelaskan maksud kedatangannya.
"Begini, Mbak. Sebelumnya, kami minta maaf apabila yang saya sampaikan nanti tidak berkenan di hati Mbak Melisa. Namun, kami berharap apa yang saya utarakan bisa memahamkan Mbak Melisa."
Nurma begitu gugup dan takut, tapi dia memberanikan mengatakan semuanya. Demi kehidupan yang lebih baik untuk bersama.
"Sudah, langsung bicara saja!" sahut Melisa.
***
Bersambung.