Chereads / Istri Tak Rupawan / Chapter 13 - Kecelakaan Maut

Chapter 13 - Kecelakaan Maut

Lagi-lagi Aurel ingin menegur sikap Suaminya itu, tapi tidak berani dan Aurel memilih diam tidak lagi bertanya apapun.

"Sayang, habis sarapan kita berhubungan lagi yok."

"Hah? Gimana, Mas? Coba ulangi lagi ...."

"Kebiasaan, pura-pura gak denger!" timpal Vero kesal.

"Hehe, bukan begitu, Mas Vero tersayang ... tapi, semalam itu kita udah berkali-kali loh sampai tubuhku lunglai tak berdaya. Anuku juga perih banget, Mas. Misal ditunda sampai nanti malam kira-kira Mas Vero ridho dan ikhlas enggak?"

Aurel memang Istri yang sangat baik. Dia sadar betul, jika melayani Suami adalah sebuah kewajiban. Dia juga tahu jika menolak ajakan Suami akan berdosa. Bahkan bisa gagal masuk surga.

"Hem. Oke deh!"

Ternyata selesai sarapan, Vero tetap tidak membiarkan Aurel pergi dari pelukannya.

"Gila aja aku disuruh nunggu sampai malam tiba! Keburu lemes!" gerutu Vero di dalam hati. "Lihat saja! Apa yang akan aku lakukan padamu!"

Vero lalu berdiri dan menghampiri Aurel yang masih duduk sembari bermain ponsel.

Dari belakang, Vero memeluk tubuh Aurel begitu erat lalu mendekatkan bibirnya pada telinga kanan sembari berbisik.

"Mari kita bersenang-senang sembari menunggu malam tiba, Honey!"

MERINDING! Ya, bulu roma Aurel seketika berdiri tak kuasa merasakan betapa geli telinganya terkena hembusan nafas dari Vero.

Setelah itu, bibir Vero mulai mengecup leher Aurel dan mencecap membuat Aurel semakin menggelinjang.

Wanita mana yang tidak naik hawa nafsunya jika terus dirangsang seperti itu? Pada akhirnya mereka kembali ke kamar untuk menyalurkan gairah.

Di saat Vero dan Aurel sedang memadu kasih, ada dua orang yang lagi bersedih. Mereka itu adalah Putra dan Nurma.

Kedua orang tua Aurel itu tidak menyangka bahwa kekayaannya perlahan memang menurun dan berangsur bangkrut.

Entahlah, akibat hutang yang 50 Miliyar itu, Nurma dan Putra jadi tidak fokus dan kinerjanya saat mengelola perusahaan berkurang mengakibatkan keuangan semakin parah dan membengkak.

"Pa, bagaimana ini? Kita tidak boleh diam saja agar tidak semakin terpuruk. Jalan satu-satunya yang bisa kita ambil yaitu meminta tolong pada Mbak Melisa dan Mas Abimanyu," saran Nurma.

"Sepertinya apa yang Mama bilang benar. Meskipun sebenarnya Papa sungkan, tapi Papa juga tidak ingin kita benar-benar bangkrut hingga tidak memiliki harta sedikitpun." Putra menanggapi.

Mereka kemudian memutuskan pergi ke kantor Melisa dan Abimanyu.

Di dalam mobil, Putra dan Nurma masih berdiskusi masalah keuangan. Sampai-sampai ada seorang Kakek yang umurnya 85 tahun menyebrang tanpa melihat jalan.

Putra yang kaget atas kemunculan Sang Kakek, lalu menginjak rem mobil tiba-tiba. Karena jarak yang sangat dekat dan takut tidak sampai, Putra pun membanting stang mobil menghindari Kakek tersebut.

Sayangnya, mobil yang dikendarai Putra dan Melisa menghantam cor-coran jalan.

Kecelakaan pun tidak bisa terelakan hingga mobil terpental jauh dan akhirnya meledak.

Secara otomatis jalan yang tadinya ramai jadi macet total dan polisi mulai berdatangan.

Berita kecelakaan yang terjadi menjadi topik utama di kota. Pasalnya Putra dan Nurma memang menjadi orang penting di kota. Pengusaha yang dikenal kaya raya, ramah, sopan dan baik hati.

Tentu saja semua orang berbondong-bondong ingin melihat di lokasi secara langsung. Saking baiknya Nurma dan Putra selama hidup dan dikenal dermawan. Tidak ada satu orang pun yang menyalahkan apalagi senang dengan kecelakaan itu.

Alhamdulillah, Kakek yang menyebrang sembarangan itu selamat dari insiden. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwasanya gara-gara Kakek itu Nurma dan Putra menjadi korban.

Setelah diperiksa secara intens, ternyata Si Kakek buta. Beliau pergi dari rumah tanpa sepengetahuan keluarganya. Entah salah siapa, yang pasti semua ini adalah suratan takdir.

Nasib Putra dan Nurma jelas tidak bisa diselamatkan. Orang-orang yang datang pun hanya bisa melihat mobil yang sedang terbakar hingga mobil pemadam kebakaran datang membantu.

Dering telepon berhasil mengganggu pergulatan antara Aurel dan Vero di dalam kamar.

"Sial! Siapa lagi!!! Ganggu saja!" keluh Vero sembari melepaskan bibir Aurel.

"Sebentar, Sayang ... aku harus menerima telepon. Siapa tahu penting," lirih Vero lalu mengecup bibir Aurel dan bergegas mengambil ponsel di samping meja.

"Iya, ada apa?"

"Maaf, Pak Vero jika saya mengganggu di waktu cuti, Bapak. Namun, saya ingin menginformasikan kalau Mertua Bapak mengalami kecelakaan."

"Ha? Apa?!" sahut Vero kaget.

Aurel menatap Sang Suami dengan panik lalu menghampirinya. Sebenarnya sudah sejak malam hari perasaan Aurel tidak enak dan ingin bertemu kedua orang tuanya.

Sayangnya, Vero menolak dengan alasan hasrat yang ia pendam masih harus disalurkan segera, tidak bisa ditunda walau sebentar.

"Kirimkan alamatnya segera padaku!"

"Baik, Pak."

Kabar itu disampaikan oleh Sekertaris pribadi Vero. Pembicaraan mereka pun berakhir.

Aurel yang penasaran lantas bertanya pada Vero.

"Ada apa, Mas?"

Vero tidak bisa mengatakan secara langsung pada Sang Istri. Pertama kali yang dilakukan Vero yaitu memeluk.

"Sayang, yang sabar ya," ucap Vero kemudian.

Kebingungan semakin menyelimuti pikiran Aurel. Tidak ada angin, tidak ada hujan tiba-tiba Suaminya meminta dia untuk bersabar.

"Apa maksud Mas Vero?"

"Sabar ya, Sayang. Apapun yang terjadi ingatlah bahwa aku akan selalu di sampingmu," ucap Vero kembali menenangkan.

Perasaan Aurel semakin campur aduk. "Mas! Ini sebenarnya ada apa?! Kumohon jangan membuat bingung dan cemas seperti ini," rengek Aurel meminta penjelasan.

Vero kemudian mengatakan bahwa kedua orang tua Aurel kini meninggal karena tidak bisa diselamatkan. Mayat dari Putra dan Nurma ditemukan petugas pemadam kebakaran sudah dalam kondisi yang gosong dan kaku.

Beruntungnya mayat mereka masih utuh belum menjadi abu. Aurel sangat syok hingga dia tidak bisa berkata-kata lagi. Hanya jerit tangis yang terdengar dan tidak bisa ditahan.

"GAK MUNGKIN!!! PAPA!!! MAMA!!!" teriak Aurel dalam balutan selimut dan pelukan Vero.

Aurel langsung beranjak untuk memakai pakaiannya dan mengajak Vero mengantarkan di tempat yang telah disampaikan oleh Sekertaris pribadinya Vero.

Dalam kepanikan Aurel, dia sama sekali tidak memikirkan mandi terlebih dahulu apalagi lama-lama menangis.

Di dunia ini dia hanya memiliki Putra dan Nurma dan kini mereka berdua telah dipanggil Tuhan.

Saat perjalanan menuju lokasi, Aurel tetap menangis. Siapa saja tidak akan kuat dan tahan saat kehilangan orang yang paling disayang dan begitu berarti. Bahkan harta yang berlimpah sekalipun tidak akan sanggup menggantikannya.

"Tenanglah, aku berjanji akan selalu ada untukmu dan menemani di setiap hari-harimu."

Vero sangat perhatian pada Aurel bahkan di dalam mobil, tangan Vero tidak melepaskan genggamannya dari jari-jemari Sang Istri.

"Ta-tapi Papa dan Mama meninggal, Mas. Kenapa Tuhan begitu cepat mengambil Mama dan Papa dariku?" Isak tangis yang semakin menjadi berhasil membuat kedua mata Aurel sembab.

"Ikhlaskan saja. Bukankah kamu sudah pernah bilang apa yang kita miliki di dunia ini tidak ada yang kekal?"

"Ta-tapi ... Mas ...."

"Sudah, tidak apa-apa. Aku yakin Mama Nurma dan Papa Putra orang yang sangat baik. Saat ini mereka sudah dijaga oleh Tuhan."

Untuk membuat Aurel semakin tenang, di sela-sela Vero menyetir dia usahakan tetap memegang tangan Aurel dan terus menghibur.

***

Bersambung.