Vero sangat terkejut dengan informasi yang disampaikan orang tersebut. Tanpa basa-basi lagi Vero pun segera meminta alamat lengkap rumah sakit yang dimaksud.
Vero berlari tergopoh sembari berteriak memanggil Melisa. Kebetulan Melisa sedang duduk manis di teras rumah sambil menikmati teh manis kesukaannya.
"Ma ... Mama!!!"
"Iya, apa? Mama di teras. Ke sini!!!" seru Melisa menanggapi panggilan Sang anak.
Wajah Vero terlihat panik juga bingung. Sampai-sampai ingin menceritakan pada Melisa pun susah. Rasanya lidahnya kelu.
"A-aurel ... i-itu ... a-anu ...." Ucapan Vero benar-benar sulit dicerna Melisa hingga Melisa kesal sendiri.
"Kamu itu kenapa? Ngomong kok A-I-U-E-O gak jelas banget! Kalau mau ngomong sama Mama itu dirangkai dulu, biar gak kelihatan bego!"
Vero lalu menarik nafas dalam sambil sesekali mengatur nafas agar lebih tenang. Setelah itu barulah Vero bisa mengatakannya.
"AUREL KECELAKAAN!" jawab Vero masih panik.
"What?! Kok bisa kecelakaan?" Melisa sama terkejutnya dengan Vero.
"Ya mana Vero tahu? Vero malah gak ngerti kapan Aurel keluar rumah hingga terjadi kecelakaan itu."
Melisa gugup dan memilih diam. Dia tentu tidak ingin disalahkan Vero dalam kejadian ini. Karena mau bagaimana pun juga, Aurel keluar rumah disuruh belanja olehnya.
"Terus bagaimana?"
"Vero sudah mendapatkan alamat lengkap rumah sakitnya dan sekarang juga Vero akan berangkat," jelas Vero tegas pada Melisa.
"Oh, kalau begitu kamu duluan saja. Mama nanti nyusul setelah dari kantor sama Papa."
***
Sesampainya di rumah sakit, Vero segera masuk ke ruangan yang ditempati Aurel. Namun, betapa terkejutnya Vero saat melihat wajah Aurel yang diperban penuh sampai tidak ada bagian dari wajahnya yang terlihat.
Di samping Aurel ada Dokter yang sedang memeriksa Aurel.
"Dokter! Apa yang telah terjadi dengan Istriku?" tanya Vero langsung mendekati Dokter juga Aurel.
Aurel sangat sedih dan terpukul. Bahkan rasa sakit yang dia rasakan masih terasa membakar wajahnya.
"Mas, maafkan aku ... sekarang wajahku sudah rusak. Aku tidak tahu apa kamu masih mau menerima diriku atau tidak," batin Aurel.
Wanita cantik yang kini sudah menjadi buruk rupa itu tidak diperbolehkan Dokter untuk berbicara dahulu. Karena akan menghambat penyembuhan di wajahnya.
"Alhamdulillah, anda sudah datang. Begini, Istri anda mengalami kecelakaan. Namun, bukan kecelakaan akibat tertabrak motor, melainkan wajahnya terkena air keras."
"APA?!! Bagaimana itu terjadi?"
Memang kejadian yang menimpa Aurel sama sekali tidak bisa dicerna oleh logika.
"Maaf, Mas. Tapi, itu memang kejadiannya dan kabar terburuknya, akibat kecelakaan tersebut Istri anda mengalami cacat wajah," jelas Dokter.
Nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan selain bersikap sabar dan ikhlas. Karena semua itu sudah terjadi dan tidak mungkin diulang kembali.
Vero tidak terima dengan keadaan yang menimpa Aurel. Dia terus berteriak di depan Aurel membuat wanita yang sedang bersusah hati itu semakin teriris.
"Kamu ini bisa-bisanya terkena air keras! Sebenarnya kamu dari mana sampai bisa terkena air keras itu!" Vero terus berteriak, padahal dia sudah tahu kalau Aurel tidak diperbolehkan untuk berbicara sedikit pun.
"Mas, maaf ... Istri anda tidak bisa menjawab pertanyaan anda. Sebaiknya biarkan Istri anda istirahat dahulu sebelum nanti obatnya kering dan sudah waktunya perban dilepaskan. Kalau begitu saja tinggal dulu. Saya akan memeriksa secara berkala." Dokter yang menanggani Aurel kemudian pergi.
Dasar Vero keras kepala. Dia sama sekali tidak mendengarkan ucapan Dokter. Setelah kepergian Sang Dokter dari ruangan, Vero malah melepas perban tersebut dengan asal.
Aurel hanya bisa pasrah atas perbuatan yang dilakukan Suaminya itu. Ingin menolak pun percuma karena tangan Vero begitu cepat menghempaskan perban di wajahnya.
"Brengsek!" ucap Vero setelah melihat wajah Aurel yang sangat buruk.
"Sumpah! Aku jijik melihatmu! Di mana wanita cantik yang dulu aku kenal? Gak! Aku gak terima! Kalau Dokter tidak bisa mengembalikan wajahmu seperti semula, lebih baik kita CERAI!"
Bagai mendengar petir! Kalimat yang baru saja terlontar dari bibir Vero sangat menyayat hati Aurel.
Bukankah sebagai Suami yang baik seharusnya bisa menerima kelebihan dan kekurangan pasangannya?
Kejam! Ya, Vero begitu kejam! Tidak ada kata pengertian di dalam rumah tangga ya dia bina.
Kali ini Aurel tidak bisa diam saja. Toh, perban juga sudah dibuka oleh Vero. Jadi percuma saja bukan?
"Mas! Katakanlah kamu tidak berkata sungguh-sungguh! Kamu tidak akan meninggalkan aku sendirian di dunia ini bukan?" sahut Aurel sungguh-sungguh.
"Maafkan aku Aurel, kali ini aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu. Apa kamu tidak kasihan padaku mempunyai Istri jelek sepertimu? Ha?"
"Ta-tapi Mas ... kamu sudah berjanji akan menemaniku ...."
"Sorry Aurel. Aku benar-benar risih melihatmu. Dekat kamu saja rasanya ingin muntah!"
Vero sungguh tidak punya hati. Tega-teganya dia mengatakan hal demikian pada Istrinya sendiri. Tidak bisakah dia sedikit saja menghargai perasaan Aurel?
"Mas, aku mohon ... jangan tinggalkan aku ...."
"Satu hal yang bisa aku lakukan adalah membayar semua biaya rumah sakit dan setelah itu biarkan takdir yang membawa hidupmu."
Vero lalu pergi meninggalkan Aurel untuk menemui Dokter.
"Dok, saya ingin membawa Istri saya pulang," ucap Vero.
"Tapi Istri anda belum sembuh, Mas. Apa tidak sebaiknya menunggu sehari atau dua hari dulu?" saran Dokter.
"Sepertinya tidak perlu, Dok. Karena tadi saya sudah melepas perban yang ada di wajahnya."
"APA?!" Jawaban itu lantas membuat Dokter geleng-geleng kepala.
"Apa dia gila? Ya, aku pikir dia memang gila!" batin Dokter.
Tidak ada lagi yang bisa diperdebatkan karena seorang Vero adalah laki-laki keras kepala yang tidak ingin kalah dan merasa bersalah.
Pada akhirnya, Dokter mengizinkan Aurel pulang dengan berat hati.
Sayangnya, Aurel tidak pulang bersama Vero. Namun, wanita malang itu disuruh pulang sendirian dengan bagaimanapun caranya. Vero sama sekali tidak perduli.
Suami tidak berperasaan itu hanya menginginkan kebebasan dan jauh dari jangkauan Istrinya yang semula bagai angka cantik menjadi kucing got yang menjijikkan.
"Tega sekali Mas Vero meninggalkan aku sendirian. Tapi, aku tidak boleh menyerah begitu saja. Aku harus kuat dan semangat untuk mengambil hati Mas Vero kembali," tekad Aurel dalam langkah pulang.
Terpaksa Aurel menutupi wajahnya dengan jaket hitam yang pagi tadi menghangatkan tubuhnya. Jaket yang sangat berarti karena jaket tersebut merupakan barang peninggalan Sang Mama.
Aurel yakin dia bisa mempertahankan rumah tangganya. Entah dengan cara apa, yang pasti Aurel akan selalu berusaha untuk selalu ada di sisi Suami tercinta.
"Hih! Gila! Aku gak mungkin punya Istri sepertinya! Apa kata orang nanti?! Gak! Aku gak boleh diam saja! Secepat mungkin, aku akan mengumumkan jika Aurel mengalami kecelakaan yang berujung kematian!"
Di dalam mobil, Vero mulai memutar otak untuk membuat rencana agar bisa menghilangkan jejak Sang Istri.
Akan sangat sulit bagi Vero apabila semua orang mengetahui bahwasanya Istri pengusaha terkenal menjadi buruk rupa. Jadi, Vero memilih jalan untuk melenyapkan nama Aurel dari dunia ini.
***
Bersambung.