Natasha tak dapat menghindar, meskipun ia sadar sedang berada pada situasi yang tidak seharusnya ada. Namun, gejolak kerinduan dalam dadanya terlanjur bergejolak dan malam ini adalah kesempatan yang mungkin tidak akan datang lagi kepadanya. Haruskah Natasha menyia-nyiakan atau melewatkan begitu saja, meskipun kesempatan itu datangnya tidak hanya dari dirinya sepenuhnya?
Belum sempat Natasha menarik napas, Diego malah menjatuhkan bibir di atas bibirnya. Laki-laki itu menempelkannya pelan kemudian melumat untuk beberapa saat lamanya. Diego menaikkan intensitas gerakan dan mendesak bibir Natasha agar membuka.
Natasha seperti terhipnotis, menurut saja dengan membuka bibir. Suasana kamar semakin panas, membuat keduanya didera sensasi yang terasa memabukkan dan nikmat luar biasa. Natasha tersentak ketika sesuatu yang basah menyusuri lehernya, membuat desahan meluncur dari bibirnya.
Sejenak, Diego menjauhkan kepala kemudian menatap Natasha. Ia yang sadar jika wanita itu sudah tidak dapat mengendalikan diri, lantas menempelkan jarinya di bibir Natasha. Hanya selang beberapa detik saja, keduanya kembali mendaratkan bibir satu sama lain untuk beberapa lamanya. Hingga keduanya kehabisan napas dan saling berebut udara di ruangan tersebut.
Natasha berusaha melepaskan diri, dengan kepala saling menjauh. Namun, tubuh keduanya masih menempel tanpa jarak sedikitpun. Mereka berebut udara yang tipis di ranjang, sebelum memulai lagi saling mendaratkan bibir. Benar-benar malam yang panas antara keduanya.
Diego beringsut meletakkan satu tangan di pinggang Natasha dan sebelah tangan lainnya sibuk membuka kancing baju wanita itu. Dengan sigap, akhirnya Diego berhasil menatap pemandangan indah di balik bra yang telah didambakannya selama ini.
"Sadar, Tuan," bisik Natasha yang wajahnya bersemu kemerahan. Ia lantas mendelik, malu.
Natasha yang tersadar akan tatapan penuh nafsu itu, langsung mendorong tubuh Diego agak menjauh. Natasha yang wajahnya merona, tangannya reflek menutup area dada dan bagian intimnya. Hal itu membuat Diego tertawa kecil.
"Emm ... sorry, aku tertawa terlalu keras, takut Jordan terbangun dan bisa jadi terlewatkan kesempatan ini," ujar Diego kemudian.
"Ah, Tuan bisa aja."
"Hei, buat apa kamu tutupi? Kamu telah menjadi milikku saat itu dan selamanya. Aku gak ingin kehilangan kamu lagi. Jangan buat diriku frustrasi untuk ke sekian kali!" pinta Diego kemudian. Lelaki itu lantas terdiam, seolah-olah sedang memikirkan sesuatu.
Tubuh Natasha semakin menegang. Dia membayangkan kenikmatan yang sebentar lagi akan ia rasakan lagi. Rasa yang aneh kembali menderanya saat tangan Diego lincah menyentuh kulitnya. Bahkan, hanya dengan bisikan lembut di telinga saja, geletar rasa dari dalam tubuh Natasha seketika bergejolak hebat.
"Saya udah ...." Natasha tercekat dan ingin menenggelamkan diri ke dasar sungai yang dalam karena tidak dapat menyembunyikan hasratnya lagi. Punggung Natasha reflek tergerak hingga dadanya menantang, ditambah dengan suara yang keluar dari bibirnya terdengar aneh. Natasha tanpa sadar mendesah
Apakah salah tangan Diego yang bermain-main dengan mengelus sesuatu di bawah sana milik Natasha? Tak hanya menyentuh area bawah sana, bahkan tiap inchi tubuh wanita itu tak luput dari sentuhan liar tangan Diego. Batin Natasha bahagia, akan tetapi bayang-bayang Kathy dan Jimmy mengusik pikirannya dan seketika membuyarkan suasana.
"Apa yang akan Tuan lakukan? Apa, Tuan?" tanya Natasha gugup, sambil mencoba untuk menahan suara. Ia semakin hilang kendali saat Diego meremas gunung kembar yang berdiri menantang, kemudian memainkannya. Natasha menggelinjang, layaknya cacing kepanasan. Ia menggeliat seksi saat sentuhan jemari Diego bermain-main.
"Apa kamu menyukainya, Natasha?" bisik Diego sambil tangannya tidak berhenti bergerilya.
"Cukup, Tuan!" tukas Natasha sembari menyingkirkan pelan tangan Diego yang berhasil melakukan sentuhan demi sentuhan itu. Natasha hampir saja menangis.
"Kenapa?" tanya Diego sambil mengernyit bingung, karena tiba-tiba saja Natasha menghentikan gerakan Diego secara sepihak.
"Ini harus diakhiri, Tuan! Saya takut kecewa," ujar Natasha, beringsut memalingkan wajah.
Diego segera meraih wajah Natasha dan menghadapkannya ke wajahnya. Ia langsung menatap lekat Natasha dengan raut kecewa. Sejurus kemudian merangkul wanita itu kemudian mengelus punggungnya dengan gerakan naik turun.
"Aku mengerti perasaanmu, Natasha. Mungkin saat ini belum tepat untuk memulainya lagi. Kamu butuh waktu. Tapi, yakinlah kalau aku benar-benar mencintaimu dan terus berharap untuk bisa bersama," ujar Diego lirih.
Detak jarum jam yang melekat di dinding, menandakan malam kian merangkak naik. Keduanya lantas hanya berakhir dengan saling berpelukan dan tidak lebih dari itu. Padahal gejolak batin keduanya sama-sama menginginkan sesuatu yang lebih. Namun kini, Diego dan Natasha saling memahami perasaan masing-masing meskipun harus sama-sama menelan rasa kecewa.
***
Alarm di kamar yang ditempati Jordan berdering nyaring menghampiri indera pendengaran Natasha, yang tidur seranjang dengan Diego di kamar sebelahnya. Natasha lantas mengucek mata, membukanya perlahan. Ia lantas menyingkirkan pelan lengan Diego yang berada di atas tubuhnya. Sejurus kemudian, Natasha turun dari ranjang, menekan saklar lampu duduk agar menyala. Ia lantas mendongak, menatap benda bulat yang menempel di dinding, menunjukkan waktu menjelang Subuh.
Natasha berjalan ke arah jendela dan menggeser gorden. Ranting dan daun pepohonan masih tampak basah sisa hujan semalam. Bahkan angin semilir juga masih merangsek masuk melalui celah dinding. Ia kemudian berjalan pelan keluar dari kamar untuk melihat keberadaan sang buah hati di kamar sebelah.
Pintu kamar perlahan dibukanya, kemudian berjalan mendekat ke arah Jordan yang masih terlelap di ranjang.
"Sudah pagi, Sayang. Ayo, bangun!" seru Natasha sembari tersenyum dan mengelus lembut pucuk kepala sang anak.
Jordan tampak menggeliat, kemudian memicingkan mata. Bocah laki-laki berusia dua tahun itu menatap bingung ke arah Natasha.
"Apa Jordan mencari ayah? Tenanglah, ayah Jordan menginap di sini. Mau ketemu ayah, Sayang?" bujuk Natasha dan ditanggapi sang anak dengan mengangguk.
"Ayahmu juga harus segera dibangunkan. Dia harus kembali ke kota pagi ini," ujar Natasha meskipun sang anak tidak meresponnya.
Sang anak tampak turun dari ranjang, kemudian bergegas berlari kecil keluar kamar. Melihat antusias sang anak, Natasha hanya tersenyum. Ia lantas membereskan tempat tidur sang anak.
Natasha menyusul Jordan yang menemui Diego di kamar sebelah, usai membereskan tempat tidur sang anak. Natasha tersentak ketika mendapati Diego telah membuka mata dan sedang duduk menyandar di bahu ranjang. Lelaki itu memangku tubuh sang anak dan tersenyum ke arah Natasha yang tampak malu-malu karena mengingat kejadian semalam.
Jordan tampak turun dari pangkuan dan menunjuk-nunjuk ke arah luar kamar. Natasha yang paham dengan tingkah polah bocah kecilnya lantas mengangguk. Jordan ingin keluar dari kamar, kemungkinan ingin menonton kartun di televisi.
"Mendekatlah kepadaku sebentar saja!" pinta Diego sambil melambaikan tangan ke arah Natasha yang masih berdiri di dekat pintu. Wanita itu masih memerhatikan ke mana langkah kaki anaknya. Natasha takut jika sepagi ini Jordan minta keluar rumah.