Satu minggu berlalu sejak Diego bertandang ke rumah kontrakannya, Natasha lebih banyak diam di rumah dan mengurangi aktivitas. Dia hanya melayani pelanggan tetap yang sejak lama menggunakan jasa laundrynya. Selain pelanggan tetap, Natasha berusaha menolak secara halus. Semua yang ia lakukan untuk menjaga kehormatan ayah biologis sang anak, karena perlahan kebutuhan Natasha ditanggung oleh keluarga Diego.
Natasha merasa enggan makan karena memikirkan Diego. Keputusan yang telah diambilnya memang beresiko menjadikan dirinya hidup dalam ancaman Jimmy dan juga Kathy. Natasha sering pusing kepala akhir-akhir ini karena lelah raga dan pikiran.
Meskipun enggan makan dan larut dalam kesedihan, pada akhirnya wanita yang telah memiliki buah hati itu memaksakan diri untuk makan agar tetap kuat. Dia tidak membiarkan dirinya tumbang, sebelum misinya tercapai. Emily ingin menjadikan sang anak seseorang yang hebat, yang membawa kebahagiaan untuk dirinya. Ia juga semampu mungkin ingin membalas dendam dengan cara elegan kepada Jimmy dan Kathy.
Natasha mengajak sang anak menuju taman di sudut kota. Dia ingin mencari angin untuk menghilangkan kepenatan yang melanda dirinya, sekaligus membebaskan Jordan berlarian dengan riang. Waktu menunjukkan menjelang sore hari dan taman sedikit lengang. Tampak bangku-bangku masih kosong dan gazebo yang biasa dijadikan tempat nongkrong juga terlihat sepi. Hanya beberapa orang saja yang tampak mondar-mandir mengunjungi taman seperti dirinya. Berbeda halnya jika menjelang malam, taman akan berangsur ramai.
Natasha duduk termenung sendiri di bangku sudut taman sembari memerhatikan tingkah polah Jordan. Sesekali ia juga menatap lalu lintas jalanan yang cukup lengang. Pikirannya lantas teringat saat malam panas itu, menikmati kebersamaan dengan laki-laki yang dicintainya. Natasha berangan-angan ingin hidup bahagia bersama Diego dan juga anak semata wayangnya untuk selama-lamanya. Namun, hal itu menjadi keniscayaan selama Kathy menjadi istri Diego.
Setelah beberapa lamanya, Natasha duduk di taman menikmati angin, dia memutuskan untuk mengajak pulang sang anak karena menjelang petang. Tak lupa, ia mampir di sebuah kedai untuk membeli makanan. Selama ini, Natasha memang jarang masak. Dia lebih memilih membeli makanan yang siap santap tanpa repot memasaknya sendiri. Jordan juga merupakan anak yang tidak rewel soal makanan.
Natasha mempercepat langkah menuju rumahnya dengan menenteng kantung plastik tembus pandang berisi makanan. Sesekali dirinya, menyapa orang-orang yang mengenalnya ketika berpapasan di jalan. Saat hendak tiba di jalan yang menuju rumahnya, ia tersentak melihat laki-laki yang membawa kabur Jordan beberapa waktu yang lalu.
Natasha mendekap erat Jordan, kemudian bersembunyi. Dia tidak ingin bertemu dan berpapasan dengan lelaki jahat yang hampir saja mencelakakan nyawa sang anak itu. Natasha dengan sabar menanti laki-laki itu pergi. Beruntung, Jordan yang masih kecil itu terdiam dan tidak rewel. Hanya saja, Natasha harus menahan rasa lapar sejak tadi.
"Sialan! Dia berarti telah keluar dari penjara," gumam Natasha sambil berdecis kesal.
Natasha menghela napas lega dan segera setengah berlari masuk rumah, saat laki-laki jahat itu pergi. Pintu rumah segera dikuncinya rapat dan ia pun bersama sang anak bergegas makan bersama.
Malam kian merangkak naik, Natasha melirik ke arah sang anak yang tak sengaja telah terlelap di sampingnya. Ia lantas membopong tubuh Jordan dan membaringkannya di kamar. Sejenak, tatapan Natasha juga ke arah jam yang menempel di dinding.
"Duh, kenapa aku gak ngantuk?" keluh Natasha berbicara sendiri.
Natasha lantas berinisiatif membuat pola sweater berbahan benang rajut yang akan diberikannya pada Diego jika telah selesai pengerjaannya. Sementara kilatan petir dan suaranya yang telah bergema di langit, menandakan sebentar lagi akan turun hujan. Beruntung, Natasha dan sang anak telah aman berada di rumah.
"Aduh!" teriak Natasha saat sebuah jarum menusuk jari tangannya. Dia meringis, kemudian menyesap darah yang keluar dengan mulutnya.
"Mau ada apa ini?" gumamnya kemudian sembari bangkit dari duduk, kemudian menuju kamar Jordan.
Batin Natasha mengatakan akan ada firasat buruk yang akan menimpanya. Ia mengendikkan bahu, mendadak teringat dengan suami pemilik kedai yang selalu mengamati rumah, seolah-olah sedang memata-matai dirinya lagi.
Natasha lantas menghentikan aktivitas dan ingin menyusul membaringkan badan di sebelah sang anak. Namun, saat ia hendak memejamkan mata, bayangan Merry melintas di pikirannya. Natasha lantas berencana untuk mengunjungi ibunya Diego tersebut esok hari.
***
Hari beranjak siang, saat Natasha bersama sang anak tiba di rumah mewah milik Diego. Keberanian dan tekadnya untuk mengunjungi Merry membuat Natasha tidak takut pada siapapun. Terutama pada Jimmy dan Kathy. Dia berangkat saat hari masih gelap dan mengejar kereta saat pemberangkatan pertama.
Langkah Natasha yang menggendong buah hatinya, berhenti di halaman yang masih tampak genangan air, sisa hujan semalam. Dia mengamati sekeliling yang terasa sepi. Rasa yang sedikit aneh yang ia temui sekarang.
"Nona Sasha, eh Nyonya Natasha! Tumben, pagi-pagi udah ke sini? Apa ingin bertemu dengan Tuan Diego atau Nyonya Besar? Atau jangan-jangan pengen ketemu Nyonya Ruth?" sapa Anna salah seorang asisten rumah tangga yang masih berusia muda, kebetulan bertemu dengan Natasha saat menuju teras.
"Iya. Aku sangat merindukan Nyonya Merry." Natasha memang berniat menemui Nyonya Besar di rumah tersebut, sejak pikirannya terusik tadi malam.
"Tapi sayang, Nyonya Natasha ... Nyonya Besar sedang dirawat di rumah sakit. Nyonya Besar tadi malam terjatuh di taman samping saat hujan lebat," terang Anna membuat Natasha tersentak seketika.
"Kenapa Nyonya Merry berada di taman sendirian saat malam dan hujan deras?" tanya Natasha penuh selidik.
"Saya tidak tahu, Nyonya Sasha. Saya ada di rumah belakang," sahut Anna yang sepertinya memang tidak mengetahui penyebab Merry yang tidak biasanya keluar dari rumah saat malam, apalagi dalam keadaan hujan.
Natasha urung masuk ke rumah mewah tersebut. Dia bergegas menuju rumah sakit untuk menjenguk Merry. Seketika, ia teringat firasat yang menimpanya tadi malam saat ujung telunjuknya tertusuk jarum hingga mengeluarkan darah.
***
Natasha berjalan cepat dengan menggendong Jordan menuju gerbang, kemudian memanggil taksi di ujung jalan untuk mengantarnya ke rumah sakit. Beruntung jarak antara rumah Diego dan rumah sakit tidak terlalu jauh.
Setelah menempuh kurang lebih dua puluh menit dengan menumpang taksi, Natasha tiba di rumah sakit. Ia bergegas menuju ruang rawat inap Merry, usai bertanya pada petugas piket. Setengah berlari, Natasha mempercepat langkah, menyusuri lorong. Dari kejauhan dirinya telah melihat Diego yang mondar-mandir tak tenang di depan sebuah ruangan.
Natasha sedikit ragu untuk mendekat ke arah Diego. Sejenak, ia berhenti untuk membenahi letak tubuh sang anak yang dalam gendongannya. Tepatnya, Natasha merasa salah tingkah karena cemas, malu dan sedikit takut.