Beberapa Minggu kemudian
Malam semakin beranjak naik, Jordan selalu menjadi anak yang manis bagi Natasha. Buah hatinya itu tak pernah rewel yang berarti. Natasha duduk termenung di sisi ranjang kamarnya. Dia mengingat satu per satu orang-orang yang dekat dengannya selama ini.
Natasha tak hanya mengingat orang-orang yang telah berbuat baik terhadap dirinya. Bahkan benda pemberian orang tersebut pun diingatnya dalam pikiran. Ia lantas teringat juga dengan pemberian Merry beberapa waktu yang lalu itu. Sekotak perhiasan dan buku tabungan yang telah lengkap dengan surat kuasa agar Natasha bisa mencairkan sewaktu-waktu.
Prok!
Natasha tiba-tiba mendengar sesuatu seperti botol atau gelas yang pecah mengenai dinding rumahnya. Sejenak, ia mengabaikan suara tersebut karena sedang mengamati saldo yang berada di buku tabungan pemberian Merry tersebut. Natasha berniat untuk mencairkannya dan memindahkan sebagian ke dalam rekening baru atas nama dirinya sendiri.
Prok!
"Apa sih, itu?" gumamnya karena terkejut untuk kedua kalinya oleh suara yang sama.
Natasha berinisiatif keluar kamar untuk mengintip apa yang sebenarnya terjadi. Namun, dia menghampiri sang anak terlebih dahulu untuk membenahi selimut yang melorot. Bahkan tanpa sadar, Natasha bukannya menyimpan perhiasan dan buku tabungan ke lemari, ia justru memasukkannya ke dompet dan dibawanya ke dalam saku saat keluar rumah.
Pintu dibukanya perlahan agar Jordan tidak terbangun. Natasha lantas menoleh ke sana ke mari mengamati suasana di halaman rumah yang tampak hening dan sepi.
"Siapa itu?" teriak Natasha begitu menyadari ada bayangan seseorang beserta langkah kaki yang terdengar di indera pendengarannya.
"Astagaaaa! Mati lampu, lagi! Aduh, Jordan!" Natasha mendengus kesal karena listrik tiba-tiba padam, padahal Jordan terlelap sendirian di kamar.
Natasha berjalan sembari berpegangan pada dinding di tengah kegelapan, berusaha menuju kamar di mana sang anak terbaring di sana. Namun, baru beberapa langkah melewati pintu, suara langkah seseorang itu semakin jelas. Natasha sedikit gemetar, mengingat begitu banyak orang yang berusaha mencelakai dirinya dan juga sang anak.
"Siapa kamu?!" teriak Natasha begitu membalikkan badan dan mendapati wajah laki-laki yang terkena sorot lampu dari luar, melalui lubang angin dinding rumah. Natasha langsung sadar jika listrik di rumahnya sengaja disabotase orang tersebut.
Mulut Natasha langsung didekap oleh tangan kekar laki-laki yang berhasil masuk rumahnya tersebut. Dalam napas yang tersengal-sengal Natasha berusaha berteriak meminta pertolongan. Namun, percuma saja, teriakannya tersumbat oleh tangan laki-laki itu. Sementara sebelah tangan laki-laki itu juga merangkul tubuh Natasha dari belakang.
Tubuh Natasha diseret dengan paksa dari dalam rumah. Bahkan kedua tangan Natasha dalam keadaan telah terikat, mata ditutup dengan kain berwarna hitam yang diikatkan di kepala dan mulut ditutup dengan lakban. Natasha tetap menjerit meminta pertolongan meskipun usahanya sangat terbatas. Pikiran Natasha membayangkan Jordan yang terjaga tanpa ia di sisinya.
Batin Natasha merasa jika ia menjadi korban penculikan entah siapa. Bisa saja orang menculiknya itu suruhan dari Jimmy atau Kathy yang selalu merasa terancam atas keberadaan Natasha dan juga anak semata wayangnya.
"Emmmm ...!" teriak Natasha dalam keadaan mulut tertutup lakban saat ia tiba-tiba dibopong dan dibawa lari si penculik. Natasha terus berusaha berontak, akan tetapi tenaganya tidak cukup kuat untuk melawan.
'Astagaaa ... mau dibawa ke mana diriku? Jordan, bagaimana kamu, Nak?' batin Natasha sembari merasakan takut yang begitu menyiksa. Ia juga berpikir jika akan diakhiri riwayatnya oleh si penculik karena teringat ucapan Kathy saat di rumah sakit.
Natasha merasakan suasana semakin mencekam. Dia benar-benar tidak tahu akan dibawa ke mana oleh laki-laki itu. Pikirannya begitu kalut tentang keberadaan Jordan di rumah.
Bugh!
"Arghh ... sakit!" teriak Natasha meski mulutnya masih tertutup lakban.
"Sakit, Nyonya? Tenanglah, sebentar lagi bibir seksi Nyonya akan terlihat," ujar lelaki itu yang sepertinya Natasha mengenal suaranya. Natasha mengendikkan bahu merasa jijik dengan ucapan laki-laki di depannya itu.
"Tolong lepaskan! Apa yang kamu inginkan dari aku?" Natasha akhirnya bisa bebas berteriak.
"Diam dan tenanglah, Nyonya!" gertak lelaki itu begitu Natasha terus saja berteriak dan berontak.
"Apa yang akan kamu lakukan? Apa yang kamu inginkan? Perhiasan, uang atau apa?" tanya Natasha sembari menangis karena rasa takut yang kian menderanya.
"Kecantikan Nyonya ternyata lebih dari yang saya bayangkan. Ini baru terlihat dari bibir Nyonya yang seksi dan juga hidung Nyonya yang mancung," ujar si penculik begitu kurang ajar sembari melayangkan sentuhan di bibir Natasha yang matanya masih dalam keadaan tertutup kain.
Kain yang terikat di kepala menutupi mata Natasha akhirnya dibuka. Sejurus kemudian laki-laki itu menatap menyeringai. Sorot matanya penuh kilat nafsu seakan-akan ingin menerjang Natasha.
"Lepaskan aku, brengsek!" seru Natasha begitu tahu laki-laki yang menculiknya ternyata suami pemilik kedai yang menjadi langganan laindrynya.
"Lagi-lagi kamu. Apa ada orang yang menyuruhmu hingga kamu begitu jahat kepadaku, haa?" imbuh Natasha yang semakin berang.
Natasha lantas mengedarkan pandangan. Rupanya dia dibawa ke sebuah pemakaman umum yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya. Namun, pemakaman umum itu terkenal sangat sepi karena minim penerangan jalan.
"Kali ini saya tidak akan melepaskanmu, Nyonya Cantik!" sahut lelaki itu kemudian tertawa sembari menatap menyeringai.
Natasha bergerak mundur saat laki-laki itu memperpendek jarak dengannya. Bahkan sesaat kemudian laki-laki itu membuka baju atasannya yang berupa kaus tampak lusuh.
"Hei, jangan coba-coba berbuat kurang ajar padaku! Lepaskan aku, brengsek!" teriak Natasha lagi saat melihat lelaki itu telanjang dada.
Bukannya membalas ucapan Natasha, laki-laki itu justru mencengkeram kedua lengan Natasha. Bahkan ia juga mendekatkan wajah ke arah ibunya Jordan tersebut. Natasha sontak memalingkan wajah.
Bugh!
Natasha menendang lelaki itu saat lengah, kemudian berusaha lari.
"Saya akan mengajarimu, Nyonya. Berhenti saja daripada saya menangkap Nyonya!" Teriakan laki-laki itu membuat Natasha mempercepat larinya.
Natasha tiba di jalan raya yang lumayan ramai kendaraan. Ia terus saja berlari sembari menoleh ke arah lelaki yang mengejarnya.
"Haaaa ... tolong!" teriak Natasha saat sebuah mobil hendak menabraknya. Bukan salah kendaraan roda empat tersebut, melainkan kesalahan datang dari Natasha yang begitu terburu-buru menyeberang jalan untuk menghilangkan jejak dari si penculik itu.
"Siapa anda?" tanya Natasha begitu lengannya ditarik oleh seseorang pengendara yang memakai helm.
Lelaki itu masih terdiam dan hanya memberi isyarat pada Natasha untuk segera naik di jok bagian belakang. Dengan gemetar Natasha berusaha naik di jok belakang. Batinnya masih tidak tenang, bisa saja lelaki yang menolongnya juga orang yang jahat.
Kendaraan roda dua yang menolong Natasha perlahan melaju meninggalkan tempat kejadian, di mana Natasha nyaris tertabrak kendaraan roda empat. Natasha meremas kedua tangannya dan menangis sepanjang perjalanan yang ia tidak tahu tujuannya ke mana.
Meskipun Natasha merasa sedikit lega terhindar dari laki-laki brengsek-suami pemilik kedai, ia masih saja was-was. Bahkan ia juga memikirkan nasib Jordan.