Tiga hari telah berlalu, namun kenapa belum ada persiapan sedikit pun tentang pernikahan ini. Bahkan Hito belum membicarakannya, dan bodohnya Gita dia tidak memiliki nomor ponsel calon suaminya. Mereka masih menjadi orang asing, lantas bagaimana bisa mereka berdua membangun rumah tangga?
"Sudah sejauh apa kamu?" tanya Bapak yang tiba-tiba saja.
"Aduh, Bapak kepala aku pusing. Gita ke kamar dulu sebentar ya," ucap Gita dan lari terbirit-birit.
Sesampainya dia di kamar, dirinya berpikir kalau hal seperti ini tidak bisa didiamkan. Dia harus menemui Hito, dengan mencari alamat kantornya, Gita tahu dari seseorang kalau Hito adalah pengusaha ternama pasti di sosial media atau majalah ada informasi tentang calon suaminya itu.
Dia membuka ponsel lamanya, sekian lama tersimpan dan banyak kenangan indah. Sekarang Gita harus membuka kembali, dia melihat sosial media lamanya. Walaupun sudah lama, masih saja ada orang yang membicarakan dirinya. Semua hanyalah masa lalu, untuk apa diungkit kembali?
Mengetikkan nama Hito dikolom pencarian, dan nyatanya yang muncul tidak hanya satu. Tetapi itu bukan alasan Gita untuk menyerah, dia kembali mencari dan membuka satu persatu dan akhirnya dia berhasil.
Hito Rollies Davidson, nama panjang calon suaminya telah Gita ketahui. Namun entah mengapa dia merasa sedikit tidak asing dengan nama Hito.
Tetapi dia sulit untuk mengingat dan tidak peduli, yang dia harus lakukan adalah mencari alamat kantor atau rumah Hito.
"Perumahan Purnawama," gumam Gita dan langsung beranjak dari kasur untuk mengambil tasnya.
Tidak peduli dengan pakaian yang dia kenakan saat ini, Gita hanya menginginkan kepastian.
"Bapak, Gita pamit pergi sebentar," ucap Gita berteriak dan berjalan dengan terburu-buru.
***
Sejak tadi dia telah berputar-putar, dan dirinya tersesat di perumahan ini. Walaupun terlihat sepi, tapi saat ada beberapa orang yang berlalu lalang mereka menatap Gita dengan tidak suka dan aneh. Memang benar, tatapan itu mungkin pantas. Mereka yang lewat hanya terpaku dengan pakaian tidur Gita, pakaian piyama biru polos kesayangannya.
Gita sungguh lelah, dia dehidrasi. Kini sekarang dirinya duduk di samping rumah besar, dia pun tidak tahu rumah milik siapa itu.
"Lelah sekali, aku haus."
Lama kelamaan awan yang terlihat biasa, kini menjadi gelap dan mendung. Dalam hitungan detik hujan jatuh ke bumi, sehingga membuat tubuhnya basah kuyup. Dengan posisi masih sama sejak tadi, hujan kembali berhenti. Nyatanya hujan tersebut hanya lewat saja, namun pakaiannya sudah terlanjur basah. Kepalanya tiba-tiba saja pusing, tubuhnya menggigil hebat dan perlahan pandangannya kabur dan gelap.
***
Akhirnya Hito bisa beristirahat lagi setelah menyelesaikan pekerjaannya di Makasar, karena pekerjaannya itu dia melupakan pernikahannya dengan Gita. Akan tetapi dia baru saja memerintahkan salah satu orang kepercayaannya untuk mengurus dan merahasiakan ini semua tanpa ada yang mengetahui.
Cittttttt....
Mobil berhenti secara tiba-tiba, sehingga membuat Hito kesal, "Tidak bisa mengendarai mobil dengan benar?" ucap Hito dengan wajah merah padam.
"Maaf Tuan, di depan sana ada seseorang yang tergeletak. Sepertinya itu seorang perempuan," jawab supirnya dengan takut.
Hito mengintip dari balik jendela, dan benar ada seorang perempuan yang tergeletak di depan pagar rumahnya. Siapa perempuan itu?
Karena penasaran, dia pergi keluar dari mobil dengan mengenakan payung untuk mendekati perempuan tersebut.
"Gita," ucap Hito dan berjalan kembali ke mobilnya.
"Panggil para pengawal dan bawa masuk perempuan itu!" perintahnya kepada supirnya.
Semua pengawal yang ditugaskan oleh Hito datang dan membawa Gita ke dalam rumah besar ini.
Mereka membawanya ke dalam kamar Hito.
"Tinggalkan kami!" ucap Hito dengan wajah datarnya.
Semua pergi meninggalkan mereka berdua di dalam kamar. Sedangkan Gita masih setia menutup matanya.
***
Setelah berjam-jam menunggu Gita sadar, sebenarnya ini membuat dia malas. Sudah tahu baru pulang bekerja dan tempatnya jauh. Malah sulit untuk beristirahat dengan kedatangan Gita yang sudah pingsan di depan gerbang rumahnya, perempuan ini hanya menyusahkan.
"Aku dimana?" tanya Gita sambil mengerjapkan matanya.
"Dirumah saya," jawab Hito.
Gita terkejut melihat seseorang pria yang sejak tadi dia cari, bagaimana bisa dia berada di rumah calon suaminya ini? Padahal sejak tadi dirinya sudah mencari, tapi tidak menemukannya.
"Kamu kemana aja, bagiamana dengan pernikahan kita? Dan aku kenapa?" tanya Gita tanpa henti.
"Diamlah, saya akan jawab pertanyaan kamu semua!"
Dia yang tadinya berceloteh, berhenti dan mendengarkan penjelasan calon suaminya.
"Saya baru pulang mengurus pekerjaan di Makasar, jadi baru kembali. Dan pernikahan kita tetap berjalan, namun dengan sederhana. Tenanglah saya telah mengurus semua. Dan kamu kenapa? Kamu itu pingsan tergeletak di depan pagar rumah saya," jelas Hito.
"Aku pikir pernikahan ini tidak terjadi, aku si tidak apa-apa. Namun Ayah sudah terlalu berharap, dan tidak peduli jika pernikahan kita berlangsung sederhana. Dan aku baru teringat, aku hujan-hujanan saat mencari keberadaan kamu."
"Hmmm.... "
"Eh, bukankah aku mengenakan piyama biru tadi? Lalu baju ini... kamu yang menggantinya? Kita belum halal, tapi kamu.... "
"Bukan saya, itu pembantu saya," jawab Hito.
"Oh, maaf." Gita malu dengan perbuatannya yang menuduh Hito seperti tadi, padahal terlihat sekali kalau calon suaminya itu pria yang baik dan bertanggung jawab.
"Hmm, pulanglah bersiap untuk besok, aku akan menjemputmu. Dan nanti malam akan ada seseorang yang mengantarkan gaun pengantin untuk kamu."
Gita mengangguk dengan senyum, dia berjalan keluar. Ada sesuatu yang dirinya harapkan, karena mereka akan menjadi pasangan suami istri sebentar lagi. Apakah Hito akan peka untuk mengantarkannya?
Dia sengaja berjalan pelan, namun harapannya sirna saat tidak ada suara Hito yang memanggil namanya.
"Sepertinya dia masih tidak peka," ucap Gita sambil memandangi lantai atas.
Gita kembali melanjutkan jalannya untuk keluar dari rumah megah ini, apakah dia nanti akan tinggal ditempat ini? Dan apa dirinya boleh membawa kedua orang tuanya untuk tinggal bersama?
Dia menerima Hito karena dasar rasa suka, dan bukan cinta. Bukan hanya itu saja, Ayah pasti juga ingin melihat Gita menikah. Dan dirinya tidak ingin menjadi beban keluarga, lagipula beberapa hari ini walaupun Hito terlihat dingin. Tapi pria itu baik, namun ada sebuah pertanyaan yang sedang menyumbat pikirannya. Apakah Hito mencintainya?
Saat hendak sampai gerbang, tiba-tiba suara seseorang memanggil dirinya. Akan tetapi itu bukan suara Hito, melainkan supir pribadinya.
"Ada apa ya Pak?"
"Ayo Non saya antar."
"Eh gak usah, saya bisa pulang sendiri," jawab Gita canggung.
"Maaf Non, ini perintah dari Tuan Hito. Jadi saya harus melaksanakannya, jadi tunggu sebentar ya saya akan mengeluarkan mobilnya," ucap supir tersebut dan mengambil mobil.
Seulas senyum terangkat, dia pikir Hito benar-benar tidak peka. Dia meminta agar supirnya mengantar dirinya pulang, namun kenapa bukan Hito sendiri yang mengantarkan dia?
Tapi sisi positifnya, mungkin calon suaminya malu jika memperlakukan Gita seperti ini.
"Tersenyumlah Gita, tapi ingatlah senyum kamu akan luntur bila hidup bersama dengan saya."