Semua terkejut panik dengan keributan yang terjadi, Dirga sudah seperti orang yang kehilangan akal memukul pria tua tersebut tanpa ampun. Sedangkan pria tua itu sudah lemah tak berdaya, dengan wajah penuh lebam. Tidak lama kemudian datanglah pria berpakaian hitam dengan memiliki tubuh tegap dan tinggi. Mereka mencekal tangan Dirga yang hendak memukul kembali pria tua tersebut, sepertinya para pria berpakaian hitam ini adalah pengawalnya.
Gita diam mematung sejak tadi melihat semua yang terjadi, entah dari mana Dirga tiba-tiba saja datang dan membantunya. Jika tidak ada dia, Gita pasti telah dilecehkan. Namun kini Dirga telah terperangkap masalah karena ulahnya.
"Lepaskan teman saya!" ucap Gita.
Namun bukannya Dirga dilepaskan, justru kini Gita juga sama-sama tertangkap.
Ditarik dan dipaksa berjalan untuk menuju ke suatu tempat, dan ruangan Madam lah yang menjadi tujuannya.
"Lepasin saya!" ucap Dirga memberontak.
Ceklek!
"Kamu buat masalah saja Gita, baru pertama kali bekerja. Berbeda sekali dengan Ibumu yang seorang pelacur," ucap Madam.
Dirga melirik Gita setelah mendengar perkataan Madam Loli, sedangkan Gita hanya ingin bisa menyembunyikan wajahnya. Dia sangat yakin pasti Dirga akan menjauhinya seperti orang-orang, padahal Gita senang jika pertama kali mengenal Dirga walaupun belum lama.
"Contoh Ibu kamu, dia melaksanakan pekerjaan dengan baik. Bahkan pandai sekali merayu, dan kamu baru dan dirayu seperti itu pacar kamu ini sudah marah besar."
"Lepaskan saya!" ucap Dirga.
Tangan Dirga dilepaskan oleh kedua orang berpakaian hitam itu dengan amat kasar, begitu juga dengan Gita.
"Jangan kasar-kasar sama cewek!" kata Dirga dengan penuh penekanan.
"Maaf Madam, ini murni kesalahan Gita. Sekali lagi maaf, dan tolong jangan libatkan Dirga ke pihak apapun."
"Memang ini murni kesalahan kamu, coba saja kamu mau disentuh sedikit dengan pria tua tadi. Pasti urusannya tidak akan panjang seperti ini, apalagi sebentar lagi akan ada polisi yang datang. Menyusahkan saja, Madam minta kalian yang berhadapan!"
"Baik Madam."
Benar ucapan Madam, dari luar terdengar suara siline polisi.
"Hadapi para polisi itu, jangan sampai tempat ini ditutup," ucap Madan dan pergi mengumpat.
**
Berdiri di luar dengan pertanyaan yang selalu saja menjebak seolah-olah seperti direncanakan. Bukankah pria tua itu tadi terlihat seperti orang kaya dan memiliki segalanya. Mungkin dia dendam dan berencana dengan para polisi untuk menjebloskan Gita ke dalam penjara.
Sudah bosan masuk sel, jangan sampai dia harus masuk ke lobang yang sama untuk kedua kalinya.
"Apa ada yang bisa menjadi saksi kecuali orang ini?" tanyanya kepada seluruh orang yang mengelilingi Gita dan Dirga yang sedang ditanya-tanya.
Semua diam, dan tidak bersuara!
"Hei, kenapa kalian semua diam saja? Jawablah sejujurnya, apalagi dengan orang yang dekat samping aku tadi," ucap Gita dengan kesal.
Hal seperti ini terulang lagi, semua tidak ada yang berkata jujur tentang dirinya. Kenapa selalu saja Gita berhadapan dengan masalah seperti ini?
"Maaf Pak, saya sudah berkata dan menjadi saksi," celetuk Dirga yang melihat Gita kebingungan.
"Kamu temannya, bisa saja teman membela teman. Bukankah kamu juga terlibat kekerasan oleh pria tua itu?"
"Anj.... " Dirga yang hendak mengeluarkan kata kasar dan pukulan dihentikan oleh Gita yang menyentuh tangannya. Karena Gita yakin hukuman Dirga akan semakin berat, apalagi melawan polisi.
"Mending kalian ikut kami ke kantor polisi, jadi berhentilah berbicara, percuma," ucap polisi tersebut dan membawa Dirga dengan Gita ke dalam mobil.
Dari arah kejauhan seorang pria menatap dengan senyuman manisnya yang membuat siapapun akan candu. Dia kembali berjalan menuju mobil miliknya yang terparkir.
"Balas dendam aku berkali lipat, Dirga dan Gita. Tunggu lah tanggal mainnya."
Dia teringat wajah Dirga yang seolah-olah mempunyai hubungan dengan Gita. Ataupun mereka berdua saling suka. "Keduanya sangatlah cocok, yang satu bajingan dan pembunuh. Lalu yang satunya pelakor dan lucunya sama-sama pembunuh. Memang terkadang kita menemukan kekasih cerminan dari diri kita sendiri."
Dia kembali menjalankan mobilnya untuk menuju ke suatu tempat, yang dimana rencana awalnya akan dimulai.
***
Muak melihat para tahanan, kesal dengan kekerasan dan benci dengan ucapan. Itulah yang Gita rasakan dulu, namun sekarang dia pikir saat keluar dari sini akan berubah pandangan orang. Ternyata tetaplah sama, dia diperlakukan sama seperti hewan.
"Kamu lagi, sudah bosan bebas? Baru beberapa hari, mau kembali lagi ke tempat ini lagi? Rindu dengan jeruji besi?" ucap salah satu polisi wanita yang mengenali Gita.
Sudahlah identitas Gita terbongkar dihadapan Dirga.
"Maksudnya?" celetuk Dirga.
"Jadi dia ini mantan narapidana, Gita ini seorang simpanan dan membunuh kekasihnya. Benarkan, kamu seorang pelakor dan pembunuh?"
Dirga melirik ke arah Gita, dan menunggu jawaban darinya. "Itu tidak benar, saya di fitnah."
"Tidak ada orang di fitnah berada di dalam penjara. Mengaku saja, mungkin kamu malu dengan pria ini. Dan apa kasusnya sekarang? Kamu ganteng-ganteng salah pergaulan dengan wanita ini."
Tidak lama kemudian datanglah seorang wanita dengan pakaian rapi. Wajahnya yang putih dan cantik juga terlihat muda membuat siapapun terpesona dengan umur yang sudah tua.
"Dirga, kamu nakal. Bisa-bisanya memukul orang lain dan hampir saja mati." Omel wanita tersebut dengan menjewer telinga Dirga.
Seperti yang Gita lihat, dia sangat yakin kalau itu adalah Ibu Dirga dan wajah mereka juga sangat mirip.
"Bagaimana tidak nakal Bu, dia mempunyai teman mantan napi."
Sontak ucapan polisi wanita tersebut barusan membuat Gita ditatap oleh Ibu Dirga. Semua pasti tidak menyukainya dan membencinya, lihatlah nasib Gita sekarang akan di caci maki oleh Ibu Dirga.
Tatapan tidak suka terpancar begitu jelas, sudah pasti dia tidak akan bertemu dengan Dirga lagi setelah ini.
"Saya bayar untuk masalah ini, namun hanya untuk anak saya."
Gita mengerti maksud Ibu Dirga. Selalu yang mempunyai uang itulah yang memiliki kekuasaan.
"Mam.... "
"Diam, kamu ikut Mama!" ucapnya dan menggandeng tangan Dirga.
Kini hanya Gita yang tertinggal, siapa yang akan dia hubungi? Ayahnya atau Ibunya, namun tidak bisa. Dia sudah terlalu menyusahkan, tidak untuk saat ini.
"Bu, apakah saya harus ada jaminan seperti tadi?"
"Harus."
"Dasar mata duitan." Itulah yang Gita ucapan dalam hatinya.
"Saya yang akan menjamin wanita ini," ucap seseorang dari arah belakang.
Sontak karena penasaran, Gita membalikkan tubuhnya dan melihat siapa yang membelanya. Apalagi suara itu sangatlah tidak asing bagi dia.
Matanya membulat melihat kehadiran seseorang yang pernah dia temui. Tubuhnya diam mematung saat pria tersebut mendekat dan duduk di kursi samping Gita dengan memberikan selembar cek.
"Ayo kita pulang, yang mempunyai uang di sini akan memiliki hak lebih," ucapnya menyindir.
Gita tersenyum lebar, dan bahagia dengan kedatangan pria tersebut.