Laki-laki remaja dengan wajah penuh coret-coret spidol yang digambar berbagai bentuk, menggunakan kacamata bulat serta celana panjang dengan kemeja panjang yang kebesaran. Wajahnya sangat lusuh, bahkan rambutnya telah acak-acakan.
"Assalamualaikum, Mama aku pulang," teriaknya dengan tidak bersemangat.
Ucapan salamnya tidak ada yang menjawabnya, rumah besar namun seperti tak berpenghuni. Dia melangkahkan kakinya mencari sang Mana tercinta. Langkahnya telah ia hentikan saat berada di dapur, samar-samar dia mendengar suar tangis seorang perempuan, karena penasaran ia mendekat dan mencari sumber suara.
Seorang perempuan tersungkur lemah sambil menangis melihat ponsel ditangannya, dia mengenali siapa perempuan tersebut dan melangkah mendekat.
"Ada apa Ma?"
"Mama tidak apa-apa Hito," jawabnya sambil mengelus kepala sang anak.
"Bohong, Mama menangis," jawab sang anak.
Mama diam dan hanya menatap ponsel ditangannya itu. Yang dia ketahui ponsel itu adalah milik sang Ayah, namun untuk apa digenggam. Dengan penuh penasaran, dia mengambil ponsel yang berada di genggaman Mamanya.
Matanya membulat saat melihat isi ponsel tersebut, dia melihat video yang benar-benar membuatnya jijik. Video dimana sang Ayah sedang melakukan hal yang tidak pantas di dalam kamar dengan wanita lain. Sontak matanya memerah dan rahangnya mengeras, dia melempar ponsel tersebut ke lantai hingga hancur.
"Sudahlah Hito, Mama akan baik-baik saja," jawab Mama ketika anaknya marah.
"Tidak, tidak, dia jahat dan Mama terluka." Hito berucap sambil membenarkan kacamatanya
"Kamu sendiri bagaimana, apa yang terjadi?" tanya Mama mengalihkan pembicaraan.
"Aku tidak apa-apa, Mama jangan mengkhawatirkan Hito."
"Tapi.... "
Drttt....
Ucapannya terpotong kala mendengar suara dering ponsel yang berada di kantongnya. "Halo, ini siapa dan ada apa ya?"
Brak!
Ponsel tiba-tiba saja terjatuh ke lantai, entah apa yang Mama bicarakan dengan orang yang berada di dalam telepon.
"Hito ayo cepat kita ke rumah sakit!" ucap Mama.
Tanpa mengganti pakaian yang sudah lusuh akibat teman-temannya, dan membasuh wajah yang penuh dengan coretan tinta, Hito pasrah ditarik oleh Mamanya. Dia pun juga bingung apa yang terjadi saat ini sehingga membuat orang tuanya terkejut.
***
Mereka telah berada di rumah sakit, Hito dengan raut wajah bingung berdiri di depan ruang UGD. Dia melihat Mamanya menangis dan enggan bertanya karena takut membuat Mamanya tambah sedih.
Ceklek!
Seorang pria berjas putih keluar, dia membuka maskernya dan Mama sontak berdiri seolah-olah menyambut kedatangannya. "Bagaimana Dok?"
"Pasien yang telah meninggal memang terdapat luka tusukan dan beberapa kulit pada tubuh memar. Mungkin sebelum itu terlibat perkelahian," ucap dokter tersebut.
"Tunggu! Pasien itu siapa Dok?" tanya Hito bingung.
"Terimakasih Dokter, saya boleh masuk ke dalam?"
"Silahkan," jawabnya.
Ada apa ini, kenapa dokter tersebut seperti enggan menjawab pertanyaan Hito dan justru malah pergi begitu saja.
Melihat Mamanya masuk ke dalam membuat ia juga ikut masuk. Dia melihat di atas brankar seseorang yang ditutupi kain, karena penasaran saat Mamanya menangis disamping orang tersebut. Hito membuka kain putih yang menutupi seluruh tubuh serta wajah korban itu.
"Ayah." Tubuhnya diam membeku memandangi wajah Ayahnya dengan wajah yang amat pucat.
***
"Mas aku bukan orang yang membunuh Ayah kamu," ucap Gita membela diri.
"Haruskah aku percaya? Bukankah kabarnya kalau kamu berada di hotel bersama dengan Ayahku yang telah tiada?"
"Tapi aku bukan yang membunuhnya dan aku juga bukan orang yang sudah merusak keluarga kalian."
"Aku bukan orang yang mudah terbujuk seperti kamu membujuk pria hidung belang di bar waktu itu."
Gita diam sejenak, bagaimana Hito tahu kalau Gita pernah pergi ke bar. Dan dia masih tidak percaya kalau Hito adalah anak dari wanita yang pernah membuat hidupnya hancur dengan tuduhan perbuatan yang tidak dilakukan olehnya. Lantas Hito justru menyalahkan semua kepada Gita, ingin menjelaskan namun sulit. Lagipula namanya juga sudah sangat jelek karena dia telah ditahan lama.
"Kenapa diam? Aku tahu semua yang ada pada dirimu. Sejujurnya aku main-main saja dengan pernikahan ini, mana mungkin aku akan menjadi wanita murah seperti kamu menjadi Istri," ucap Hito datar.
Perkataan Hito lagi-lagi membuat hati Gita sakit, dia bukan pelakor dan bukan pembunuh. Itulah yang ingin dia ucapkan, namun itu semua sulit.
"Mas kamu tidak ingin mendengarkan cerita aku saat menemukan jasad Ayah kamu?"
"Untuk apa, untuk bercerita saat kalian bercinta? Kamu itu sangat murah dan tidak tahu malu," celetuk Hito.
"Mass.... "
"Apa?
"Ceraikan saja aku!" teriak Gita kesal karena terus-menerus disalahkan dengan apa yang tidak dia buat. Sungguh dirinya benci akan hal tersebut.
"Nanti setelah aku puas menyakiti kamu," ucapnya lalu melenggang pergi.
Ceklek!
Pintu terkunci, Gita semakin panik dan langsung bangkit lalu membuka dengan memainkan knop pintu. "Mas buka, disini banyak debu!" Dia terus berteriak dan mengetuk-ngetuk pintu.
Tidak ada jawaban, dan kini Gita hanya bisa pasrah jika nanti hari-harinya penuh dengan siksaan dan kesedihan.
Klek!
Lampu tiba-tiba saja padam, ruangan menjadi gelap dan inilah yang ditakutkan oleh Gita. Dia sangat takut gelap, karena dengan hal itu dia mengingat kembali kejadian saat dimana dirinya pernah diculik bahkan hampir dibunuh.
"Mas... aku takut," ucap Gita dengan wajah ditekuk serta air mata yang perlahan menangis.
"Mas... tolong buka! Aku bukan pembunuh dan pelakor. Aku bukan orang yang merusak hubungan keluarga kalian, hiks... hiks.... "
Percuma dia berbicara dan menjelaskan, suaminya pasti tidak akan mengerti. Ternyata pertemuannya bukan kebetulan, namun telah direncanakan.
Gita sedikit mengingat pertama kali dia bertemu dengan Hito. Saat itu Hito sangat baik padahal ditengah-tengah hujan lebat, berlanjut ke pertemuan berikutnya. Awalnya Gita anggap ini rencana Tuhan, namun ini semua adalah rencana yang telah dirancang oleh sang Suami. Apa semua ini, misi balas dendam?
"Hikss... aku dijebak Mas. Saat itu di bar aku mabuk dan masuk ke dalam kamar hotel yang aku sendiri tidak tahu kamar siapa itu. Entah orang jahat siapa yang memberikan aku minuman itu, hiks... hiks... tolong percaya," ucapnya sambil sesekali mengetuk pintu.
Keringat dingin mulai membasahi pelipis hingga wajah cantik Gita, kepalanya mulai pening. Dia tidak tahan berada di tempat seperti ini, apa cara yang harus dilakukan agar bisa pergi?
"Mas aku gak kuat, to.... "
Bruk!
Belum selesai berbicara, Gita sudah pingsan terlebih dahulu berada tepat di belakang pintu.
Tidak ada yang mengetahui keadaannya sekarang, ruangan gelap ini telah terkunci.
Dia sudah berkata jujur kalau dirinya bukanlah pelakor dan pembunuh. Namun siapa yang akan percaya jika bukan Ayahnya? Padahal saat bertemu dengan Hito dia percaya kalau Hito akan menjadi pengganti Ayahnya. Namun prediksinya salah.