"Lepaskan aku Dirga," ucap Gita yang memberontak meminta untuk dilepaskan ketika sudah berada sedikit menjauh dari tempatnya tadi.
"Maaf," jawab Dirga yang merasa bersalah, terlebih lagi dengan status Gita yang baru dia ketahui.
Keduanya terdiam, Gita yang tengah termenung saat ini karena seharusnya dia tadi menolak saat dibawa oleh Dirga. Pasti Suaminya marah nanti, dia jadi merasa seperti orang yang bodoh.
"Kamu marah?" tanya Dirga.
"Aku enggak marah, aku yang seharusnya minta maaf. Waktu itu aku mau cerita tentang Suami aku, tapi.... "
"Gapapa, sejak kapan kamu menikah?" tanya Dirga dengan mencoba tersenyum.
"Beberapa Minggu lalu, bahkan sebentar lagi akan satu bulan. Aku harus pergi bertemu dengan Hito, maaf ya." Gita melenggang pergi meninggalkan Dirga sendiri.
Baru pertama kali seorang Dirga merasakan patah hati. Dia tidak tahu kalau hatinya telah memilih Gita dan dirinya sudah memiliki rasa. Jika dia tahu kalau Gita telah memiliki Suami, mungkin dia bisa menepis perasaanya walaupun sulit. Namun sekarang sudah terlanjur, apa yang akan dirinya perbuat?
***
Gita yang berlari untuk masuk ke dalam dan menuju kursinya. Baru saja dia sampai, tatapan Hito yang seakan membunuhnya membuat Gita takut. Dia pun menunduk tanpa berani menatap. Tidak lama kemudian Dirga datang dengan wajah yang murung, dia yang duduk saling berhadapan dengan Gita tengah menatap.
"Aku pikir akan berjodoh, nyatanya itu hanya mimpi. Apakah dia sekarang sulit aku gapai, karena dirinya sudah menjadi milik orang lain?" ucap Dirga dalam hati.
Makanan yang mereka tunggu akhirnya tiba. Mereka semua menyantap tanpa bersuara, Hito yang sejak tadi memperhatikan tatapan Dirga terhadap Istrinya entah mengapa merasa sedikit kesal.
"Ekhmmm... tatap saja makanan tidak usah menatap yang lain," celetuk Hito sengaja menyindir Dirga.
Dirga pun yang mendengar ucapan Gito secara tiba-tiba tersadar dan langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain. Dia terlalu sedih, hingga terbayang-bayang bagaimana bisa Gita dengan pria dihadapannya yang ternyata adalah sepupu dia.
Dia pun baru mengetahui kalau dirinya memiliki saudara. Padahal kedua orang tuanya tidak pernah bercerita sama sekali, tapi dengan tiba-tiba dia dikenalkan oleh Hito.
Setelah selesai makan, tidak lama kemudian Ibu Dirga mengucapkan sebuah kalimat yang membuat Hito terkejut. "Keluarga Tante boleh tidak menumpang di rumah kamu?" tanyanya.
Bukan hanya Hito saja yang terkejut, Dirga pun juga sama. Dia bingung, untuk apa Ibunya ingin tinggal di rumah Hito? Memangnya ada apa dengan rumahnya, bahkan jika rumah mereka rusak bukankah bisa menginap di hotel? Jika mereka tinggal satu atap, Dirga tidak bisa membayangkan bertemu dengan Gita. Jika dibilang senang, dia senang namun bagiamana jika setiap hari mereka menebarkan keromantisan?
Tapi jika dilihat-lihat, apakah mungkin. Dirga menatap mereka dan merasa kalau keduanya menikah seolah-olah seperti terpaksa. Hito saja dingin dengan Gita dan seperti tidak peduli.
"Memangnya ada apa dengan rumah Tante?"
"Hiks... hiks... Tante bangkrut, semua aset sebentar lagi akan disita. Maka dari itu Tante meminta bantuan kamu, hiks... hiks.... "
Apa yang baru saja Dirga dengar, mereka bangkrut? Bohong, dia tidak tahu kalau keluarganya mengalami hal seperti itu. "Apa yang Mama katakan? Kami baik-baik saja," jawab Dirga. Lagi pula siapa yang ingin tinggal bersama dengan Hito, karena mulai sekarang bagi Dirga kalau Hito itu adalah musuhnya.
"Mama baru berbicara dengan kamu, maaf. Maka dari itu Mama mempertemukan kalian karena kamu dan Hito itu saudara. Mungkin Hito bisa membantu kamu," ucap Mamanya.
Dirga jadi tambah bingung, aneh karena orang tuanya baru memberitahukan sekarang. Dia pun memandang wajah Mamanya, tidak terlihat dari wajahnya berbohong sedikit pun. Yang awalnya tidak meyakinkan, kini sangat yakin. Dia masih tidak menyangka kalau ternyata keluarganya bangkrut.
Gita hanya diam, dia tidak ingin ikut campur dengan permasalahan ini. Dia melihat Dirga yang tengah merenung menunggu jawaban Suaminya, wajah Dirga terlihat sangat sedih. Dia dapat merasakan itu, seseorang yang awalnya memiliki banyak harta kini hilang lenyap ditelan bumi. Bahkan mungkin nanti mereka banting tulang untuk mendapatkan uang, dan tidak semudah itu bagi mereka.
Dia ingin menguatkan temannya itu, namun keadaannya sekarang tidak memungkinkan.
"Baik, besok kalian boleh menumpang di rumah aku. Kalau begitu aku pamit pergi," jawab Hito dan langsung menarik tangan Gita dengan sedikit kasar.
Dirga dapat melihat kekasaran Hito, dia yang tadinya sedang memikirkan caranya untuk hidup. Kini pikirannya melayang banyak pertanyaan tentang pernikahan Gita dan Hito.
***
Mobil Hito telah berparkir di perkarangan rumahnya, keduanya sama-sama turun dari mobil.
"Ikut!" ucap Hito kembali menarik paksa tangan Gita sama seperti di tempat makan tadi.
"Sakit Mas, lepas," celetuk Gita.
Hito tidak peduli, mau sakit atau pun tidak ia tetap memaksa tarik Gita. Saat telah sampai di ruang keluarga, dia menghempaskan tubuhnya Gita dengan kasar sehingga tanpa sengaja tubuh belakangnya terbentur, bahkan sampai menimbulkan suara.
Bugh!
"Arghhhhh.... "
Suara kesakitan lolos dengan mudah dari mulut Gita, Hito tidak peduli dan acuh. Dia hanya ingin melampiaskan amarahnya saat ini, entah karena apa. Namun dia sedikit mengambil kesimpulan kalau dirinya marah karena saudara jauhnya akan menginap di rumahnya dan yang paling menyebalkan adalah dalam kurun waktu yang lama.
"Kamu kenapa Mas?"
"Kamu tanya aku kenapa? Senang ya kamu kalau pria tadi akan tinggal bersama kita?" ucap Hito sambil melangkah mendekat ke arahnya.
"Pria tadi?"
"Iya, kekasih kamu," celetuk Hito.
Dia bukan perempuan bodoh, dia tahu siapa yang dimaksud oleh Hito, kalau Suaminya itu tengah membicarakan Dirga. Namun dia salah paham, Gita dan Dirga tidak memiliki hubungan apapun. Karena hati Gita hanya untuk Hito, Suaminya. Lantas bagiamana bisa Suaminya justru menyebut kalau Dirga adalah kekasih Istrinya.
Gita bukan seseorang yang pandai bermain api, dia itu sosok perempuan yang setia baik dalam keadaan duka atau suka. Jika hatinya sudah memilih satu untuk apa memilih yang lain. Atau Hito tidak bisa melihat rasa perhatiannya, cinta dan kasih sayang yang Gita tunjukkan selama ini.
"Aku dan Dirga kami bukan sepasang kekasih, aku tidak ada hubungan apapun dengannya Mas. Aku hanya mencintai kamu," ucap Gita yang berdiri dan melangkahkan kakinya mendekati Hito. Dengan berani dia menyentuh tangan sang Suami, sambil menatap matanya yang bersinar.
"Namun sayangnya aku tidak mencintai kamu, tau arti sia-sia?"
"Aku tidak peduli jika kamu mencintai aku atau tidak, aku akan terus berjuang." Yang dikatakan Gita bukan dusta, dia akan tetap kokoh terhadap pendiriannya. Walaupun Hito menolaknya berulang kali, Gita tentu tidak akan peduli. Ia akan tetap terus mencintai dan memenangkan Hati sang Suami.
"Terserah," jawab Hito dan pergi begitu saja.
"Ucapan aku ini akan dibuktikan, aku akan membuat kamu dalam hitungan dua bulan bisa menerima dan membalas cinta aku," ucap Gita sambil menatap kepergian Hito.
Sebuah janji harus dilakukan, dan perkataannya akan dibuktikan. Dia akan melakukan dengan caranya agar Hito tertarik padanya.