Chereads / STAY WITH ME HONEY / Chapter 17 - Aku Bukan Perempuan Penting Untuknya

Chapter 17 - Aku Bukan Perempuan Penting Untuknya

Siapa aku? Penting tidak aku untuknya? Itulah yang kini dipertanyakan oleh Gita. Dia tengah termenung sedih, tega sekali suaminya tidak mengakui status kalau pada nyatanya dia telah menikah dan memiliki istri. "Mengapa aku tidak dianggap, apa wajah ini terlalu buruk?" ucap Gita sambil menyentuh wajahnya.

Hito benar-benar ingin akan membalas dendam kepadanya, lantas apa dia harus diam atau menerima? Gita tidak ingin semua ini terjadi, cukup untuknya menderita. Yang dia inginkan adalah pernikahan sempurna, keluarga yang harmonis. Lantas bagaimana bisa, Hito saja tidak mencintainya bahkan untuk menegur sapa saja tidak.

"Hiks... hiks... percayalah Mas Hito kalau aku bukan pembunuh dan aku bukan simpanan Ayah kamu," ucapnya sambil menangis.

Dia menundukkan kepalanya, kondisinya benar-benar terpuruk. Entah dimana dirinya sekarang, karena terlanjur sedih dan sakit hati dengan perkataan sang Suami yang ia dengar. Gita berlari begitu saja tanpa tahu arah, sedangkan Dirga tadi membawanya ke restoran yang tempatnya agak jauh dari tempat tinggalnya. Walaupun jauh dari rumah, takdir mempertemukan Gita dan Hito, semua seolah-olah telah terencana. Sejahat itu kah hidup?

Sudah tidak dianggap dan sekarang dirinya justru tersesat.

Dia tidak bisa melakukan apapun, siapa yang akan dia hubungi dan menggunakan apa? Karena ponselnya sekarang telah kehabisan baterai.

"Sedih sekali hidupku, entah kapan ini semua berubah," celetuk Gita meratapi nasibnya kini.

Dia berjalan kaki untuk mencari petunjuk atau mungkin bertanya-tanya dengan orang sekitar. Dari arah kejauhan dia melihat dua orang yang dirinya kenal, sontak dia berlari mendekati orang tersebut.

"Hei, kalian apa kabar?" tanya Gita tersenyum.

Bukannya menjawab sapaan Gita, mereka justru menatapnya dengan aneh. "Siapa ya, saya tidak kenal?"

Apa dirinya sudah berubah sampai-sampai teman lamanya tidak mengenal dia. "Aku Gita. "

"Kita gak kenal, ayo pergi!"

Kedua perempuan tersebut pergi meninggalkan Gita, mereka tidak mengenali Gita. Aneh, padahal dulu saat kuliah keduanya selalu meminta bantuan untuk mengerjakan tugasnya. Lantas sekarang Gita dilupakan. Benar kata orang, kalau pada nyatanya semua orang itu bisa berubah, ada yang lebih baik bahkan lebih buruk. Semua baru saja terlihat, bukannya mengungkit hanya saja Gita sedikit kesal dilupakan begitu saja.

"Dulu saja aku dibutuhkan, teman macam apa itu?" ucapnya kesal dengan wajah ditekuk.

Dia kembali melangkahkan kakinya, berharap akan ada orang baik yang akan menolong dirinya.

Tin!

Tin!

Suara klakson yang amat kencang terdengar jelas, dia membalikkan tubuhnya dan terlihat mobil yang kini telah berhenti terparkir.

"Gita kamu kemana saja, ayo masuk!" ucap Dirga.

Mobil tersebut adalah milik Dirga, orang lain saja peduli terhadapnya lantas bagaimana suaminya? Padahal tadi Hito melihat dia karena tanpa sengaja pandangan mereka bertemu.

"Terimakasih, aku hampir saja menangis tersesat hehehe.... "

"Benarkah?"

"Tidak, aku hanya bergurau," jawab Gita dengan tersenyum lebar.

***

Dia telah sampai di rumah kedua orang tuanya. "Aku ucapkan makasih atas tumpangannya ya Dirga."

"Oke, sama-sama."

Gita tersenyum mendengar tanggapan Dirga, namun dia bingung saat pria itu tidak kunjung pergi dari hadapannya. Memang apa lagi yang kurang, ucapan terimakasih sudah dia lakukan. Atau mungkin Dirga meminta uang bensin. "Kamu nunggu aku bayar?" ucap Gita dengan polosnya.

"Heh, enggak. Aku gak diajak masuk gitu?"

"Loh, aduh gimana ya?" ucap Gita dalam hati.

Dia bingung harus menjawab ia atau justru menjawab tidak, tapi jika dia menjawab tidak bagaimana nanti Dirga berprasangka kalau dia telah mengusirnya? Kalau pun dirinya membawa Dirga masuk ke dalam, apa kira-kira tanggapan orang tuanya saat tahu putrinya bersama dengan pria lain bukan suaminya.

"Gak boleh ya? Kalau gitu aku pulang saja," celetuk Dirga dan membalikkan tubuhnya.

Gita bingung akan posisinya sekarang, dia benar-benar tidak enak dengan pria itu.

"Panggil kek, masa ditolak gitu aja," ucap Dirga dalam hati yang berharap langkahnya dihentikan oleh Gita.

"Tunggu!"

Seulas senyum terangkat dalam diam, " Iya kenapa?" tanya Dirga sambil memasang wajah datarnya seolah-olah dia tengah kecewa, padahal hatinya sedang bersorak hore.

"Ayo kamu boleh masuk, tapi sebentar ya!"

"Siap, cantik."

Apa yang baru saja dilakukan oleh Dirga? Dia memuji Gita dengan menyebut kalau dirinya cantik. Gita bukan perempuan yang mudah dirayu, bahkan setelah Dirga memujinya dia justru memikirkan suaminya. "Mengapa orang lain memuji aku, sedangkan kamu tidak Mas?" ucapnya sedih dalam hati.

"Kenapa melamun? Ayo masuk!"

Gita mengangguk dan masuk dengan jalan beriringan bersama Dirga ke dalam rumahnya.

Saat beberapa langkah lagi ia akan membuka pintu, tiba-tiba saja Dirga berhenti karena ponselnya berdering.

"Ponsel kamu.... "

"Paling itu adik aku, kamu tahu dia itu bawel."

"Beruntung kamu punya adik, dia lucu."

"Terimakasih," jawab Dirga tersenyum manis.

"Ih... bukan kamu tahu," ucap Gita kesal dan kembali melanjutkan langkahnya.

Kini mereka berdua telah ada di depan pintu.

Tok!

Tok!

Ceklek!

Pintu terbuka dan keluarlah pria paruh baya dengan kursi rodanya. Matanya membinar melihat kedatangan sang putri, begitu juga putrinya yang pada akhirnya melepas rindu walaupun hanya beberapa hari saja. Keduanya saling berpelukan satu sama lain.

"Apa kabar kamu, gimana baik?" tanya Bapak.

"Gita baik, Bapak sendiri bagaimana? Apa Ibu memperlakukan Bapak dengan baik?"

"Bapak baik, Ibu kamu juga mengurus Bapak," jawabnya tersenyum.

Palsu, yang dia lihat adalah senyum palsu. Bapaknya berbohong kepadanya, ia tahu kalau sang Ibu tidak mungkin bersikap baik terhadap Bapaknya. Lihat saja baru beberapa hari ditinggalkan olehnya, tubuh sang Bapak sudah sedikit kurus. Juga terlihat luka biru lebam ditangannya walaupun dia berusaha menyembunyikan.

"Ini siapa?" tanya Bapak menatap Dirga berdiri disampingnya.

"Ini Dirga, dia teman baik Gita," jawab Gita memperkenalkan Dirga.

Hanya teman baik, namun itu adalah awal yang baik pula bagi Dirga. Mungkin suatu saat mereka akan memiliki hubungan lebih, harapan Dirga saat ini.

"Halo Om, saya Dirga." Dia bersalaman dengan Ayah Gita.

"Halo, saya Bapaknya Gita. Ayo masuk!"

Pikiran Gita memang selalu saja buruk, tadi dia berpikir kalau Bapaknya akan marah jika dia berteman dengan pria lain karena statusnya adalah telah menjadi seorang Istri. Namun ini diluar pikiran Gita, Bapak menyambut Dirga dengan amat baik.

"Terimakasih Om." Baru saja melangkahkan kakinya, tiba-tiba ponselnya berdering.

"Sebentar ya Gita, Om. Saya mau angkat telepon dulu."

Keduanya mengangguk dan masuk ke dalam rumah lebih dahulu sedangkan Dirga masih berada di luar.

"Oke aku Ma akan pergi," jawab Dirga terhadap orang tuanya yang berada di seberang sana.

Sambungan diputuskan oleh Dirga, baru saja dia ingin akrab dengan keluarga Gita. Tetapi ada saja perintah Mamanya, jika ingin menolak tentu saja tidak bisa? Dirga kan boneka Mamanya.

"Permisi, maaf Om saya harus pulang. Gita aku pulang ya," ucap Dirga pamit.

"Loh cepat sekali?"

"Ada urusan penting Om," jawab Dirga dan pamit.

Selepas kepergian Dirga, tidak lama kemudian sebuah mobil datang. Gita tentu saja tahu siapa pemilik mobil tersebut. Untung saja Dirga sudah pergi sebelum suaminya datang.

"Mas Hito," ucap Gita dan hendak mencium tangan namun tangan Gita sudah ditepis lebih dulu oleh sang suami.

"Ada apa Mas?" tanya Gita bingung.

"Terus berselingkuh di belakang aku, apa kamu mau aku menyiksa keluargamu?"

Gita terkejut mendengar ucapan Hito, dia hendak berucap namun....

Plak!