Mulutnya ternganga melihat sikap Suaminya barusan, memang akhir-akhir ini Hito sudah sering main tangan dengannya. Pipinya merah akibat tamparan kuat sang Suami, dia menyentuh pipinya dengan menggunakan telapak tangan. Hampir saja dia menangis, namun air matanya dia tahan karena orang tuanya datang mendekat.
"Eh ada Hito, bagaimana kabar kamu?" tanya Bapak Gita.
"Alhamdulillah, baik Pak," jawab Hito dengan senyum.
Apa-apaan ini? Dia berpura-pura baik dihadapan Ayahnya. Sedangkan jika bersamanya, dia akan bersikap kasar dan tidak segan-segan bermain fisik.
"Kenapa sama pipi kamu?"
"Owh ini tadi ada nyamuk Pak," ucap Gita bohong.
"Aduh maaf ya rumah Bapak banyak nyamuk, udah ayo masuk Hito!"
"Iya Pak," jawab Hito.
Mereka semua masuk ke dalam, Gita masih saja menahan tangisnya. Pipinya sangat panas dan yang lebih sakit adalah hatinya. Jujur saja dia sering nangis akhir-akhir ini secara diam-diam.
"Dalam rangka apa nih kalian datang?"
"Aku mencari Gita, mau mengajaknya pergi."
Mendengar ucapan Hito barusan, sontak membuatnya menatap wajah Hito. Apa ini sebuah awalan cinta pada kehidupannya? Pertama kali Hito berbicara akan mengajaknya pergi. Yang tadinya ingin menangis tiba-tiba saja dia melebarkan senyumannya, mungkin ini akan menjadi sebuah kebahagiaan untuk dirinya.
"Silahkan, Bapak tidak larang kalian," ucap sang Bapak.
"Maaf ya, Gita hanya berkunjung sebentar. Lain kali Gita akan lama bersama Bapak," jawab Gita dan memeluk tubuh sang Bapak.
Setelah berpamitan mereka masuk ke dalam mobil. Gita melambaikan tangan dan tersenyum manis. Dia benar-benar bahagia untuk hari ini, tatapannya tidak pernah teralihkan ke arah lain. Dia terus saja menatap Hito selama dalam perjalanan.
***
Dipertengahan jalan menuju tempat yang mereka tuju, Hito yang tengah memperhatikan jalanan tersadar saat dirinya ditatap oleh sang Istri. Entah mengapa dia merasa gugup, sontak dia langsung saja memandangnya dengan tatapan yang amat tajam. "Tidak usah tersenyum, aku tidak suka," jawabnya dengan kesal.
"Kenapa, bukankah aku Istrimu?"
"Siapa bilang? Sampai kapan pun aku tidak akan menganggap kamu itu Istriku."
"Kenapa, apa wajahku tidak cantik?" tanya Gita yang tiba-tiba saja memajukan wajahnya.
Jarak mereka sangat dekat bahkan nafas keduanya bisa terdengar. "Jauh-jauh dari aku," celetuk Hito mendorong tubuh Gita hingga terbentur pintu Mobil.
"Arghh.... " Gita berteriak kala merasakan sakit akibat dorongan.
Dia diam karena terkejut, padahal tadi dia merasa kalau Hito telah berubah dan melupakan balas dendamnya juga menerima dirinya. Lantas dugaannya salah, sikapnya masih belum berubah dan tetap sama. Lalu apa mau dia? Untuk apa mengajak dirinya pergi?
***
Setelah lama perjalanan mereka telah sampai di suatu tempat makan. "Turun!" ucap Hito yang turun dari mobil lebih dulu dan meninggalkan Gita.
"Tidak ada romantisnya, buka pintu untuk Istrinya kek. Untung aku mandiri," jawabnya kesal dan langsung turun dari mobil. Namun sebelum pergi dia menatap tangannya yang terdapat luka goresan dan sedikit darah. Sejak tadi dia tidak menyadarinya dan baru sadar sekarang.
"Terbentur dan tergores tidak terlalu sakit, namun hati aku lebih sakit," jawabnya miris.
Gita yang baru saja keluar dari mobil terkejut dengan sang Suami yang sedang berdiri di depan pintunya. "Jadi cewek lambat sekali," celetuk Hito dan mengulurkan tangannya.
Gita diam, dia bingung bukan karena ucapannya. Namun melainkan dengan tindakan yang dia lakukan. "Tangan kamu?" tanya Gita.
Sedangkan Hito yang sudah menunggu sejak tadi, dia mulai geram dengan Istrinya yang tak kunjung peka terhadap apa yang akan dirinya lakukan. Dengan perasaan kesal dan menahan amarah, dia menarik tangan Gita dan menggenggamnya.
"Eh.... " ucap Gita terkejut.
"Kenapa?" tanya Hito dengan tatapan yang sangat tajam sudah seperti mata elang.
"Tidak apa-apa," jawab Gita dengan wajah yang kebingungan.
Mereka berdua berjalan masuk ke dalam, sedangkan Gita pikirannya entah melayang kemana. "Kenapa ya sikapnya terus-terus saja berubah? Sebenarnya ini ada apa, apa dia telah membuka hati untukku?" Gita bertanya-tanya dalam hatinya.
Terus saja masih saling bergandengan tangan, dan seolah-olah tidak ingin dia lepaskan, itu yang kini berada dipikiran Gita. Kini mereka telah sampai di dalam, banyak sekali para pelayan yang menyambut kedatangan mereka. Dia masih saja bertanya-tanya untuk semua ini, wajahnya yang bingung sangat terlihat dan mudah sekali ditebak.
"Ayo ke sana!" celetuk Hito sambil menunjuk sebuah kursi.
Dari arah kejauhan terlihat sekali ada satu orang perempuan dan satu orang pria disana. Ada yang membuat Gita aneh, dia seperti merasa kenal dengan sosok punggung pria tersebut. Karena dia hanya bisa melihat punggungnya, lantas dengan perempuan, dia juga merasa sudah pernah bertemu. Tapi dimana?
"Permisi Tante," ucap Hito.
Rupanya itu adalah keluarga Hito, terbukti dia memanggilnya dengan sebutan Tante. "Halo Hito, akhirnya kamu datang. Bagaimana kabar kamu?" ucap seseorang wanita cantik.
"Baik kok, Tante sendiri gimana?"
"Baik, eh ayo sini duduk!" jawabnya.
Sedangkan Gita yang diam tiba-tiba ditarik tangannya untuk ikut duduk disamping Hito.
"Gita." Panggilan seseorang pria membuat Gita terkejut. Sontak Gita membulatkan matanya menatap pria yang ada dihadapannya itu.
"Ini siapa Hito, asisten kamu ya? Wajahnya sangat tidak asing. Owh Tante ingat... kamu perempuan yang ada di penjara bersama anak saya kan. Kamu yang udah ke bar dan membuat keributan di sana, untuk apa kamu disini? Hito kalau pilih pelayan itu hati-hati! Dia ini perempuan murah yang bekerja di bar atau mungkin kupu-kupu malam," celetuk panjang lebar Ibu Dirga.
Mereka semua sama-sama terkejut satu sama lain, tidak ada yang tahu pertemuan ini. Sedangkan Gita tidak tahu harus berbicara apa, dia memilih diam dituduh seperti itu. Harga dirinya sudah tercoret habis dihadapan sang Suami.
"Mama, Gita bukan perempuan seperti itu. Dia hanya.... "
"Terus bela saja dia!"
"Sudah tidak bertengkar, aku akan perkenalkan dia. Ini Gita dan dia adalah Istri aku," jawab Hito.
Gita memandang wajah Hito secara tiba-tiba karena ucapan Hito barusan. Dia telah diakui dihadapan orang yang baru saja menghinanya?
"Istri?" celetuk Dirga setelah Hito berucap. Dia kini menatap Gita seolah-olah meminta penjelasan. Karena selama mengenal Gita, Dirga tidak tahu apapun mengenai asal usulnya. Bahkan dia juga tidak mengetahui kalau Gita sudah memiliki Suami.
"Kenapa?" tanya Hito dengan wajah yang amat datar.
Kedua pria itu sama-sama saling tatap, Dirga yang tidak suka dengan Hito dan sedangkan Hito justru menatap dengan meremehkan.
"Kamu tidak salah memilih Istri?"
"Maksud Tante?"
"Kamu itu bagaimana, masa memilih Istri seperti dia? Sudah tahu siapa dia?"
"Sudah, aku tidak perduli. Jadi Tante itu adik dari keluarga Papa, dan dia sepupuan dengan aku?" ucap Hito sambil menunjuk wajah Dirga dengan telunjuknya. Bahkan di saat mengucapakan kata sepupu dia menekankan perkataanya.
"Biasa saja, kalau enggak suka bilang," celetuk Dirga dan bangkit dari duduknya, bahkan bukan itu saja yang dia lakukan, dia menggebrak meja makan dengan sangat kencang sehingga mengundang mata para pengunjung.
Tanpa berucap lagi, Dirga pergi namun yang lebih mengejutkan dia menarik tangan Gita. Sedangkan Gita hanya pasrah karena dia masih terkejut dengan pernyataan barusan. Kalau pada nyatanya Dirga dan Hito saling bersaudara, bahkan dia merasa bersalah menyembunyikan statusnya.