Chereads / Perjodohan Asha / Chapter 14 - Kejutan untuk Asha (2)

Chapter 14 - Kejutan untuk Asha (2)

Elen dan Lukman sudah siap untuk berangkat. Sementara Asha, sejak tadi tak kunjung datang.

"Ma, Asha mana?" tanya Lukman sembari melirik jam di pergelangan tangan kirinya.

"Nggak tau tuh anak, lama banget," gerutu Elen tak kalah kesal.

Sudah hampir setengah jam Elen dan Lukman menunggu Asha. Namun gadis itu tak kunjung turun dari kamarnya.

"Mama liat dia deh! Nanti telat Ma! Malu sama Abimana," ucap Lukman.

Tanpa menunggu lama, Elen menaiki anak tangga menuju kamar Asha. Baru tiga anak tangga yang dinaiki Elen, tampak Asha yang turun dengan anggun.

Elen menatap Asha tanpa berkedip.

"Ma, are you okey?" tanya Asha melihat Elen yang terdiam itu.

Elen mengerjap pelan, "I am okey," jawab Elen.

Asha mengulas senyum tipis di wajahnya, "Mama pangling ya?" ejek Asha diiringi tawa pelan.

Elen mendengus pelan, "Ayo, cepetan! Papa udah nunggu dari tadi," ucap Elen mulai melangkahkan kakinya.

Asha mengikuti langkah kaki Elen dari belakang. Sambil berjalan Elen terus saja menggerutu tidak jelas. Namun Asha tak menanggapinya sama sekali.

"Kok lama banget sih Sha? Udah telat nih kita!" ujar Lukman dengan wajah kesal.

"Maaf deh Pa! Ayo berangkat!" sahut Asha.

Asha, Elen dan Lukman pun masuk ke dalam mobil.

Mobil itu melaju menuju restoran tempat mereka akan makan malam. Hampir setengah jam waktu yang dihabiskan untuk sampai di lokasi tujuan.

Asha menatap heran. Pasalnya, saat ini mereka sudah sampai di restoran mewah itu. Asha cukup bingung kenapa orang tuanya malah mengajak makan malam di tempat seperti ini.

"Ayo turun! Kamu mau di sini aja," celetuk Elen yang sudah bersiap turun dari mobil.

Asha mengerjap pelan. Entah kenapa, perasaannya mulai tidak enak. Jangan-jangan kedua orang tuanya itu telah merencanakan sesuatu.

"Sha! Kok masih bengong sih?" gerutu Elen.

Asha mendesah pelan. Lalu ia pun turun dari mobil. Gadis itu melangkah mengikuti Lukman dan Elen yang berjalan terlebih dahulu darinya.

Asha memperhatikan keadaan sekelilingnya. Perasaannya semakin tidak enak. Rasanya tidak mungkin hanya mereka bertiga yang akan makan di tempat sebagus dan semewah itu.

Asha sedikit mempercepat langkahnya agar bisa bersisian dengan Elen.

"Ma, kok kita dinnernya di sini sih?" bisik gadis itu.

Elen melirik sekilas, "Udah, kamu ngikut aja. Kapan lagi makan enak di restoran semewah ini, kan?" sambung Elen.

"Mama lagi nggak ngerencanain sesuatu, kan?" selidik Asha penuh penekanan.

Elen menghela napas panjang, lalu melayangkan tatapan tajam ke arah putri semata wayangnya itu.

"Kamu pikirannya nggak pernah beres ya! Berburuk sangka terus sama Mama. Tahu, nggak? Dosa sama Mama sendiri kayak gitu," ujar Elen mengingatkan.

Lukman yang sedari tadi diam, akhirnya angkat bicara juga. "Nggak bisa diem apa? Malu tau diliatin orang-orang," timpal Lukman.

Setelahnya, Asha dan Elen memilih diam agar tidak dimarahi oleh lelaki itu. Mereka langsung diarahkan ke sebuah ruangan privat. Sepertinya memang sudah disiapkan semuanya.

Mereka langsung duduk saat sudah sampai di ruangan. Kemudian, seorang pelayan datang dengan membawa buku menu.

"Mbak, nanti saja! Kami mau menunggu sebentar," ucap Elen pada pelayan itu.

Pelayan itu menganggukkan kepala, kemudian meninggalkan mereka bertiga.

Seketika kening Asha berkerut karena bingung. Bingung dengan perkataan Elen yang baru saja didengarnya.

"Ma, nungguin apa lagi?"

Elen tak menjawab. Lukman yang sedang memainkan ponsel itu menatap penuh arti kepada Asha.

"Sayang, kamu bisa bersabar, kan?" hardik Lukman.

Asha langsung menundukkan kepalanya.

Sedangkan di tempat berbeda, keluarga Abimana tengah bersiap menuju restoran karena mereka akan dinner.

"Mama mana Dim?"

Belum sempat Dimas menjawab, Anya telah datang dengan penampilan yang membuat kedua laki-laki itu tak berkedip.

"Kok gitu banget ngeliatinnya?" tanya Anya pada kedua orang di hadapannya itu.

Dimas mengerjap, lalu mengacungkan kedua ibu jarinya.

"Mama cantik," puji Dimas sambil tersenyum.

Anya tersipu malu. "Wah! Kamu bisa aja mujinya," sahut Anya kemudian.

"Udah! Jangan terus berdebat! Ayo kita berangkat sekarang," celetuk Abimana.

Anya dan Dimas pun mengangguk hampir bersamaan. Mereka melangkah menuju mobil.

Dimas langsung duduk di kursi kemudi. Sementara Abimana dan Anya duduk di kursi belakang hingga membuat laki-laki itu menggelengkan kepala.

"Kayaknya aku cuma dijadiin sopir nih," sindir Dimas.

Kemudian ia melajukan mobil menuju tempat tujuan. Hampir dua puluh menit waktu yang mereka habiskan untuk sampai di restoran tersebut.

"Yakin di sini, Ma, Pa?" tanya Dimas.

Pasalnya, sedari tadi Dimas hanya mengikuti arah sesuai yang dikatakan orang tuanya itu. Tetapi, setelah sampai Dimas merasa bingung dengan tempat tersebut. Karena menurutnya tempat itu terlalu mewah hanya untuk sekedar makan malam keluarga.

"Yakinlah. Kamu kenapa sih? Ayo turun!" ucap Abimana.

Dimas mendengus pelan. Ia lalu juga ikut turun bersama Abimana dan juga Anya.

Mereka bertiga melangkah memasuki restoran. Saat mereka sampai, sudah ada seorang pelayan yang menyambut kedatangan mereka.

"Keluarga Bapak Abimana?" tanya pelayan itu ramah.

Abimana mengangguk singkat. Kemudian pelayan itu mengantar mereka ke sebuah ruangan privat.

Sejak itu perasaan Dimas mulai tidak enak. Sepertinya ini bukan makan malam biasa. Ia yakin kedua orangtuanya itu telah mengatur semuanya.

Mereka bertiga masuk. Benar saja, ternyata ada keluarga Lukman di sana. Terjawab sudah rasa penasaran Dimas sedari tadi.

"Selamat malam! Maaf kami sedikit terlambat," ucap Abimana.

Lukman beserta istri dan anaknya itu langsung berdiri begitu Abimana dan keluarga datang.

"Nggak apa-apa. Kami juga baru saja sampai." Lukman memeluk Abimana.

Begitu juga dengan dua orang perempuan yang sebentar lagi sama-sama berusia setengah abad itu, mereka juga berpelukan. Sedangkan Dimas dan Asha masih berdiri canggung di samping orangtua mereka.

"Ayo, silakan duduk Nak Dimas," ucap Elen memulai obrolan.

Dimas pun menganggukkan kepala, lalu duduk. Asha juga melakukan hal yang sama meskipun tidak ada yang menyuruhnya untuk duduk.

Setelah mereka semua berkumpul, pelayan kembali datang mengantarkan buku menu. Tak butuh waktu lama, semua pesanan mereka sudah tercatat dan mereka hanya perlu menunggu beberapa saat lagi.

Sembari menunggu hidangan makan malam, mereka pun mengobrol. Membicarakan tentang banyak hal. Namun pada akhirnya tetap membicarakan mengenai kelanjutan rencana perjodohan Asha dan Dimas.

Asha hanya bisa menghela napas berat kala pembicaraan semakin mengarah pada dirinya dan juga Dimas.

"Bagaimana kalau bulan depan saja?" tanya Anya meminta persetujuan yang lainnya.

Asha langsung membelalakkan matanya, "Bulan depan?" ulang Asha dengan nada suara tinggi.

Sehingga membuat Dimas melirik gadis itu.

"Kenapa reaksi kamu gitu sih?" bisik Elen pada Asha.

Asha menundukkan kepalanya, sekarang ia menjadi pusat perhatian mereka.