Chereads / Perjodohan Asha / Chapter 15 - Sulit Dihadapi

Chapter 15 - Sulit Dihadapi

Asha lebih banyak diam sedari tadi. Tepatnya setelah mereka selesai makan malam. Pikirannya melayang entah kemana.

"Sha," panggil Elen.

Asha tak menjawab. Tetapi, gadis itu menatap lurus ke depan dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Asha!" Elen menyikut lengan anaknya itu.

Sehingga hal tersebut membuat Asha tersentak kaget dan langsung menoleh ke samping.

"Apa, Ma?" tanya Asha bingung.

"Kenapa malah ngelamun gitu sih?" bisik Elen.

Sekarang mereka masih di restoran. Kedua keluarga itu baru saja selesai makan malam. Namun karena pembicaraan mereka tadi, membuat Asha lebih banyak diam.

Menolak pun rasanya percuma. Apalagi kalau sudah kedua orangtua Asha yang ikut turun tangan. Asha sudah tidak dapat berkata apa-apa lagi.

Sebenarnya tidak hanya Asha yang terkejut dengan keputusan orangtuanya. Dimas pun juga ikut merasakan hal yang sama. Tetapi, lelaki itu lebih pandai memposisikan dirinya.

Bukan seperti Asha yang masih tampak begitu kekanak-kanakan.

"Jadi, kita semua sudah sepakat ya," ujar Abimana selaku ayah dari Dimas.

Lukman dan Elen mengangguk hampir bersamaan. Rasanya mereka sudah tidak sabar untuk segera menikahkan Asha dengan Dimas.

Sementara Asha dan Dimas, keduanya nampak pasrah saja dengan keputusan yang telah dibuat. Bahkan Dimas sekali pun, lelaki itu hanya bisa menerima kalau orangtuanya sudah memutuskan.

Helaan napas berat terdengar dari mulut Asha hingga Dimas yang ada di sampingnya melirik ke arahnya.

"Kenapa?" bisik Dimas.

Asha menatap malas ke arah Dimas, ia sangat menyayangkan kenapa Dimas hanya diam saja menuruti keputusan orangtua mereka. Kalau saja Dimas bisa menawar kesepakatan tersebut, Asha pasti juga akan ikut membantunya. Tetapi, yang dilakukan laki-laki itu hanya diam sehingga membuat Asha merasa geram.

Waktu kian bergulir, pembicaraan mengenai pernikahan kian makin larut. Kedua orangtua dari masing-masing pihak tampak sangat antusias. Sedangkan Asha dan Dimas lebih banyak diam. Mereka akan selalu setuju untuk apa yang telah direncanakan.

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam saat kedua keluarga itu keluar dari restoran. Mereka langsung menuju tempat parkiran.

"Kalau ada apa-apa kasih tahu saya aja ya Mbak," ucap Elen pada Anya sebelum mereka berpisah.

Anya mengangguk mantap, "Pasti dong Mbak. Saya nggak sabar untuk menyiapkan semuanya," sahut Anya antusias.

Keluarga Dimas pergi terlebih dahulu. Setelah mobil Dimas meninggalkan restoran, keluarga Asha pun juga beranjak dari sana.

Sepanjang perjalanan pulang, Asha hanya diam. Selain matanya yang sudah mengantuk karena sudah larut malam, Asha masih merasa kesal kepada kedua orang tuanya.

Rasa kesal karena mereka memutuskan bulan depan ia harus menikah. Ah, Asha merasa kepalanya pusing sekali setiap teringat hal itu.

Setelah cukup lama berkendara, akhirnya Lukman dan keluarganya sampai di rumah. Asha yang sudah tertidur itu dibangunkan oleh Elen.

"Sha, bangun! Udah sampai di rumah, nih." Elen menggoyangkan lengan Asha.

Asha mengerjapkan matanya. Lalu ia mengucek matanya pelan.

"Udah sampai ya Ma?" tanya Asha dengan suara serak khas bangun tidur.

"Udah! Ayo turun! Kamu mau tidur di sini?"

Dengan mata yang masih mengantuk, Asha pun turun dari mobil.

Elen dan Lukman mengikuti Asha dari belakang.

"Selamat malam, Ma, Pa!" ucap Asha sebelum melangkah menuju ke kamarnya.

"Malam," sahut Elen dan Lukman hampir bersamaan.

Dengan langkah gontai, akhirnya Asha sampai juga di kamarnya. Ia langsung merebahkan tubuh di kasur. Matanya benar-benar sudah mengantuk.

Tanpa memedulikan apa pun lagi, Asha memejamkan matanya dan mulai masuk ke alam mimpi.

***

Nada alarm yang cukup nyaring memekakkan telinga hingga membuat Dimas terbangun. Lelaki itu mencoba membuka matanya pelan, samar-samar Dimas mematikan alarm tersebut kemudian kembali melanjutkan tidurnya.

Rasanya baru saja Dimas memejamkan matanya, kali ini ponselnya yang berdering hingga membuat ia harus membuka matanya kembali.

"Siapa sih nelpon pagi-pagi gini? Nggak tau ya kalau hari ini hari libur gue," gerutu Dimas kesal.

Dimas bangkit dari tidurnya dan meraih ponsel yang sengaja diletakkan di sampingnya. Tanpa pikir panjang, Dimas langsung menjawab panggilan tersebut tanpa tahu itu panggilan dari siapa.

"Halo." Dimas menempelkan ponsel itu di telinganya.

"Halo Dim? Lama banget lo jawab telpon gue," ucap seseorang di seberang sana.

"Ngapain lo? Gue masih ngantuk nih. Ganggu aja!"

Terdengar suara tawa di seberang sana yang membuat Dimas mendengus kesal. Bisa-bisanya sepagi ini Arya menganggunya. Ya, Arya-lah orang yang meneleponnya.

"Nggak ada apa-apa sih. Pengen ganggu lo aja."

Kali ini Dimas sungguh kesal. Karena semalam pulang telah larut malam, maka Dimas pun tidur sudah larut. Makanya ia masih mengantuk pagi ini.

Karena hari ini juga hari libur, maka Dimas ingin menikmati liburannya itu. Sesekali ia juga ingin bermalas-malasan di kamarnya tanpa perlu memikirkan pekerjaan.

"Kalau hanya itu, gue matiin nih," ancam Dimas.

"Eh, jangan dong! Gue mau ngajak lo nongkrong," ujar Arya kemudian.

Dimas menghela napas panjang. Ia masih mencerna apa yang baru saja didengarnya.

"Lo kebangetan ya Ar!"

Dimas sangat geram. Untung saja Arya saat ini tidak ada di hadapannya. Kalau ada Arya di sana, Dimas tidak tahu apa yang akan dilakukannya pada sahabatnya itu.

"Sorry Dim! Ya udah, lo lanjutin tidur lo lagi. Gue nggak ganggu lagi." Arya terdengar tertawa renyah di seberang sana.

Sedangkan Dimas di sini merasa sangat kesal pada lelaki itu. Setelahnya Dimas langsung saja mengakhiri panggilan itu sepihak.

Dimas mematikan ponselnya agar tidak ada lagi yang menganggunya. Kemudian ia kembali menarik selimut dan memejamkan mata.

Dimas kembali terbuai ke alam mimpi. Baru beberapa jam kemudian ia terbangun.

Dimas membuka matanya perlahan, jam di dinding sudah menunjuk pukul setengah sembilan. Lantas Dimas langsung bangkit dan duduk.

Dimas meregangkan otot-ototnya. Kali ini ia merasa jauh lebih baik. Mungkin karena telah tidur beberapa jam lagi. Setidaknya bisa membuat ia merasa puas.

Dimas turun dari tempat tidur. Lalu ia mengambil handuk dan melangkah ke kamar mandi.

Dimas menghabiskan waktu hampir dua puluh menit untuk mandi. Setelah selesai, ia langsung keluar kamar mandi dengan jubah mandinya.

Sekarang Dimas terlihat jauh lebih segar. Lelaki itu pun melangkah ke lemari untuk mencari pakaiannya.

Dimas mencari pakaian yang terlihat santai. Karena ia hari ini akan pergi keluar untuk bersantai dengan Arya.

Maka celana jeans dan baju kaos polos adalah pilihan yang sangat tepat untuk dipakainya. Dimas menjatuhkan pilihan pada baju kaos polos berwarna biru muda yang dipadukan dengan jeans yang berwarna senada.

Setelah selesai berpakaian, Dimas mengambil ponselnya dan menghubungi Arya.

"Halo, Ar."

"Halo, Dim. Lo udah siap?"

"Udah, nih. Lo jemput gue ya," ujar Dimas santai.

"Oke. Lo tunggu."

Panggilan itu pun berakhir. Dimas melangkah keluar kamar dan menuju teras untuk menunggu Arya.