Chereads / THE MOORS : LOST KINGDOM / Chapter 23 - BAB II : CHAPTER 23 : rival

Chapter 23 - BAB II : CHAPTER 23 : rival

HAPPY READING AND HAPPY WRITING

"Kenapa kau ingin aku ke sana?"

"Tidak ada alasan khusus,"

"karena kau sudah beristirahat beberapa hari jadi kau pasti sudah sembuh.."

Mata Psyce memicing menatap pangeran dari sampingnya.

"Kenapa kau tak bawa prajurit saja?!"

"Apa keputusanku harus dipertanyakan?"

Psyce diam setelah perdebatan mereka sepanjang perjalanan ke ibu kota. Sudah 3 hari berlalu sejak hari terakhir mereka bertemu di hutan.

Selama 3 hari itu pangeran Rocco tak menemui Psyce, begitupun dengan winter. Rasa kesepian tentu saja menghampirinya.

Belum lagi, ibunya yang sudah 3 hari ini tidak pulang ke rumah. Entah ia harus merasa senang atau harus merasa sedih.

Sisi beruntungnya ia bisa menyembuhkan luka di tubuhnya lebih cepat, namun sisi buruknya ia harus kelaparan dan mencari makanan sendiri karena ibunya yang tak kunjung pulang.

"Hei.. apa yang kau lamunkan?"

"Tidak ada.."

"Sudah tiga hari ini aku tak melihat winter di sungai,"

"apa dia berada di istanamu?"

Mendengar hal tersebut, pangeran Rocco melirik Psyce. Pandangan matanya terlihat sedih dan kesepian. Dirinya tiga hari tak mengunjungi gadis ini karena sibuk dengan kelas yang ia hadiri lebih berat dari biasanya.

Apa ayahnya tau, jika ia sering keluar istana tanpa izin yang menjadi penyebab ia disibukan.

Apa ibu dari gadis itu kembali memukulnya? Namun dari anggota tubuhnya, tidak ada luka yang bertambah.

"Kenapa tidak menjawab dan hanya meliriku saja?!"

Psyce menghentikan langkahnya, menatap tajam pangeran di sampingnya yang juga menghentikan langkahnya.

"Aku sedang mengingat ngingat sesuatu tadi."

"Jadi apa winter kembali dikurung olehmu?"

"Aku tidak mengurungnya!"

"Lalu kenapa winter tak datang kembali? apa terjadi sesuatu padanya?" gumamnya.

"Tenang saja, dia akan kembali padaku atau padamu. Dia tau kemana harus pulang, sesuai yang kau katakan jika burung itu lebih pintar dari burung lainnya."

Psyce menatap wajah pangeran Rocco yang berbeda dari biasanya, untuk sesaat ia bisa melihat bibir itu tersenyum, meskipun hanya tipis nyaris tak terlihat jika dirinya tak teliti.

"Apa?"

"Apa ada sesuatu di wajahku?"

Dirinya yang tersadar segera memalingkan wajahnya. Wajahnya kenapa memanas.

"Kau sakit lagi?"

"Kau tidak menjawab pertanyaanku?"

"Berani sekali gadis kecil ini mengabaikanku.."

"Ak-aku tidak apa apa."

Untung saja pangeran di sampingnya ini tak menyadarinya.

"Baguslah kau baik baik saja,"

"kau harus sehat untuk bisa membawakan barang barang belanjaanku!"

Kembali sikap menyebalkannya itu muncul. Psyce mengerutkan dahinya dan mengangkat tangannya bersiap memukul sang pangeran.

"Kau mau apa?!"

"Kalau kau memukulku disini itu akan membahayakanmu.."

Tangan pangeran Rocco bersiap diposisinya untuk menangkis kalau kalau gadis di depannya akan berbuat nekat. Ia melirik sekelilingnya, mereka kini sudah berada di jalanan ibu kota. Akhirnya yang hanya bisa gadis itu lakukan hanyalah menghela nafasnya dan kembali menurunkan tangannya dengan wajah kesal.

Sabar, sabar, sabar.. itulah kata yang selalu ia ucapkan dalam kepalanya.

"Aneh.."

"Hm, ada apa?"

Karena gumaman sang pangeran yang tidak jelas terdengar, gadis itu menanyakan kembali apa yang ia tak dengar.

"Tidak ada."

"Kau jangan bertindak aneh,"

"itu mencurigakan."

Suara kaki kuda terdengar di sekitar jalan yang sedang mereka lewati. Pangeran Rocco segera menatap ke sekitar dengan waspada.

'Apa mereka sudah menemukanku? secepat ini?'

Dari arah berlawan ia menatap kerumunan orang yang memberikan jalan pada seseorang yang menunggangi kuda, namun itu bukan prajurit istananya ataupun ksatria Hugo. Pangeran sedikit lega dan menghela nafasnya.

"Tapi siapa itu pangeran? apa dia pengawalmu?"

"Bukan, aku juga tak tahu."

Psyce dan juga pangeran Rocco segera menyingkir dan memberikan kuda tersebut jalan. Ia menutup sedikit lebih dalam jubah penutup kepala yang ia pakai.

Saat iring iringan kuda itu hendak melewati mereka begitu saja, tiba tiba kuda tersebut kembali mundur dan berhenti tepat di depan keduanya.

"Sepertinya aku mengenalmu?" ucap seseorang yang menunggangi kuda di depannya.

Pangeran Rocco semakin menundukan pandanganya. Lelaki yang menunggangi kuda tersebut semakin menunduk juga untuk dapat melihat wajah dari pangeran Rocco.

'Apa dia tak memberitahu orang istana kalau dia keluar?'

Psyce yang mengerti situasinya segera berbicara. "Mohon maaf tuan, sepertinya anda salah mengenali orang. Dia adalah.."

"Dia siapamu?"

"Emm dia..dia.. temanku dari desa yang jauh tuan"

"Bagaimana anak sekecil kalian bisa sampai kesini?"

'Dia sendiri tak sadar jika dirinya juga anak kecil..'

"Kami bersama ibuku datang kesini" dengan menundukan kepala Psyce berbicara. Setelah beberapa detik tak ada kembali pertanyaan, Psyce segera menambahkan ucapannya "kalau begitu kami permisi untuk kembali melanjutkan perjalanan tuan.."

"Tunggu,"

cegahnya.

'Mau apa lagi dia?'

Begitu psyce dan pangeran Rocco akan kembali melanjutkan langkahnya, suara itu kembali menghentikan langkah keduanya.

Orang tersebut turun dari kudanya dan menghampiri keduanya yang berdiri dengan tegang.

"Tapi dilihat dari pakaianmu, kau sepertinya bukan rakyat jelata,"

ucapnya sembari menatap penampilan keduanya.

Psyce menatap pakaiannya sendiri, tidak itu bukan untuknya. Ketika ia menatap lelaki di sebelahnya ternyata benar pangeran Rocco sangat mencolok pakaiannya di kalangan rakyat jelata.

Tangan seseorang yang memanggilnya tepat dibelakangnya memegang punggung pangeran Rocco membuat keringat dingin mulai keluar.

"Kau?"

Jubah yang dipakai pangeran Rocco tersingkap dan memperlihatkan rambut belakangnya.

"Pangeran Rocco Armiya Vystrel"

Pangeran Rocco menghela nafas. Suara itu, ia sangat mengenalnya. Suara menyebalkan milik pangeran kerajaan selatan, anak semata wayang raja Kylo Oloksin Parge dari yang mulia ratu Morla sastha.

"Saya baru mengingat bahwa keluarga anda sedang berkunjung ke istana Lurie,"

"pangeran Elbereth Joansevel." Ucap pangeran Rocco sembari membalikan tubuhnya.

"Saya minta maaf atas ketidak sopanan saya karena tidak menyambut keluarga anda sekalian."

Pangeran Rocco menundukan pandangannya untuk meminta maaf, dan kembali menatap netra violet di depannya.

"Bagaimana bisa kau ada disini?"

"Bersama seorang gadis kecil?"

Pangeran Elbereth menatap Psyce yang berada di belakang pangeran Rocco dengan tatapan merendahkan yang kentara, terlebih itu ditunjukan pada pangeran Rocco.

"Dia pelayanku."

"Tapi sepertinya pelayanmu tadi mengatakan jika dia temanmu?"

"Berani sekali seorang pelayan menyebut diri mereka teman dari majikannya.."

Pangeran Rocco melirik ke belakangnya dimana Psyce berada. Apa yang dipikirkan pangeran di depannya, apa ia akan menghukumnya karena sudah membantunya menolong lelaki itu dari pangeran arogan yang baru saja ia temui? Meskipun percuma juga karena akhirnya ketahuan.

"Itu sudah tak heran di istana."

"Saya memperhatikan pelayan saya dengan baik dan memiliki hubungan baik dengan mereka."

Tatapan merendahkan itu membuat pangeran Rocco muak. Ia melirik sekitar mereka yang ditonton oleh banyak penduduk yang berlalu lalang di jalanan, ia harus bisa mengendalikan ekspresinya dengan baik dan menjatuhkan harga diri pangeran di depannya.

"Begitukah?"

"Jadi pelayan juga di ampuni atas kesalahannya yang telah berbohong mengenai identitas tuannya ya?"

Gigi pangeran Rocco bergemuluk dan menatap tajam pangeran Elbereth yang semakin menjatuhkannya.

"Itu permintaanku,"

"dia sama sekali tak bersalah."

Ucap pangeran Rocco tenang.

"Hmm.. kau sangat membelanya ya?"

"Apa dia lebih dari seorang pelayan untukmu?"

"Wahh.. kau-"

"Saya sengaja kesini dengan pelayan saya dan memintanya untuk menutup identitas saya karena saya sedang berjalan jalan sekaligus belajar disini untuk memahami kondisi rakyat saya dengan menjadi rakyat juga."

Suaranya ia sengaja mengatakannya lebih keras agar terdengar oleh rakyat yang tengah berada di tempat tersbebut. Rakyat mulai berbisik dan menatap pangeran Rocco dan pangeran Elbereth bergantian.

Senyum seringai puas terbentuk di bibir pangeran Rocco melihat pangeran Elbereth yang terpojok menggemulutukan giginya.

"Kalau begitu saya kembali melanjutkan perjalanan saya pangeran Elbereth.."

Pangeran Rocco dan Psyce melangkah pergi meninggalkan pangeran Elbereth yang terlihat kesal di tempatnya sekarang.

-

-

-

tbc