HAPPY READING AND HAPPY WRITING
Istana selatan Lurie
Pangeran Rocco dengan pakaian latihannya sudah dengan semangat mengayunkan pedangnya tanpa jeda bagai memiliki energi tanpa batas. Wajah dan rambutnya sudah basah akibat keringat yang bercucuran. Bahkan pakaiannya tampak basah.
"Kau pasti tidak akan bisa melakukan apa yang sedang ku kerjakan kan?"
Pangeran Rocco terus mengayunkan pedangnya dengan gerakan yang gesit kesana kemari. Tatapan matanya terlihat fokus ketika tengah berlatih, namun disaat bersamaan, mulutnya dapat berbicara menyombongkan dirinya pada Psyce ditengah konsentrasinya.
"Bukan tidak akan bisa,"
"tapi belum bisa karena tidak pernah melakukannya."
"Untuk apa aku melakukan hal yang tidak akan berguna.."
Gerakan pangeran Rocco berhenti, ia menatap Psyce yang tak jauh dari tempat dirinya berdiri yang tengah menatapnya.
"Ini sangat berguna."
"Setidaknya hal yang sangat mendasar dalam pertarungan baik itu berpedang atau bela diri itu sangatlah berguna untuk melindungi dirimu."
Pangeran Rocco menyanggah apa yang dikatakan Psyce karena sepenuhnya pemikiran Psyce itu menurutnya salah.
"Terserah,"
"aku tidaklah sama sepertimu yang merupakan manusia terpenting setelah yang mulia kaisar dan permaisuri di negri ini."
Cukup lama pangeran tidak menjawab apa yang dikatakan Psyce membuat keduanya terbentang keheningan yang cukup lama.
"Kemarilah," perintah pangeran Rocco.
'Bocah ini padahal mungkin memiliki usia yang tak beda jauh dariku, tapi aura kepemimpinannya sudah terasa.'
Suara hati Psyce berkata demikian karena merasakan tatapan mata dan suara yang dikeluarkan sang pangeran terdengar berbeda, tak seperti sebelum sebelumnya.
"Apa?"
"Kau mau aku menjadi lawan bertarungmu? jangan konyol."
Psyce masih enggan untuk menuruti perintah yang dikatakan pangeran Rocco, namun sudut kecil dihatinya sedikit takut dengan apa yang akan terjadi jika ia melawan.
"Tidak, aku akan mengajarimu teknik dasar berpedang."
Beberapa detik, ia masih belum beranjak dari tempatnya duduk membuat pangeran Rocco berdecak kesal. Akhirnya, Psyce perlahan melangkah dan mendekat ke arah pangeran Rocco.
"Pangeran!"
Melihat hal itu, ksatria Hugo yang saat ini tengah mengawasi keduanya mulai melangkah mendekat pada keduanya.
"Ada apa?"
"Anda mau melakukan apa?"
"Aku akan mengajarinya sedikit teknik berpedang."
"Tapi meskipun itu hal dasar, tapi itu membutuhkan kondisi fisik yang prima dan sudah terlatih!"
Ksatria Hugo nampak tak setuju dengan apa yang akan dilakukan oleh sang pangeran dan berusaha menentangnya.
"Aku akan memandunya."
"Tapi pangeran, kau juga harus berlatih."
"Sudahlah, tak akan ada masalah jika aku mengurangi waktuku berlatih."
Pangeran Rocco masih tetap keras kepala. Ia kembali beralih pada Psyce dan mulai memposisikan tubuhnya dibelakang gadis yang hanya setara dadanya saja.
"Kau pegang ini diatas lebih sedikit dan biar aku yang pegang bagian bawahnya untuk menahan sedikit bobot pedangnya"
Psyce menganggukan kepalanya dan melakukan apa yang dikatakan oleh pangeran Rocco. Tapi berat bobot pedang yang terbuat dari kayu ini sepertinya tak seperti yang mereka katakan.
"Ikuti postur tubuh dan gerakanku"
Psyce mengangkat kedua tangannya dan mengambil alih semua pedang yang berada di tangan pangeran Rocco dengan mudah agar bisa ia pegang sepenuhnya.
"Eh eh Madeleine! kau tak akan kuat jika mengangkat pedang itu meskipun itu hanya-"
"Hah?"
Baik pangeran Rocco maupun ksatria Hugo terkejut dengan apa yang dilihat mereka. Meskipun pedang kayu memiliki berat yang lebih ringan dari pedang aslinya, namun keduanya tak memiliki selisih bobot yang jauh. Lalu kenapa bisa gadis sekecil Psyce memegang pedang kayu tersebut sendirian tanpa pelatihan fisik apapun?
'Dia yang sangat kuat atau pedangnya yang memang lebih ringan?' pikir pangeran Rocco masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Ini tidak terlalu berat seperti yang terlihat."
Psyce sedikit menjauh dari pangeran Rocco yang ia belakangi kemudian berbalik padanya dengan pedang yang masih ia acungkan.
"Ohh.. bagus kau bisa memegangnya tanpa bantuanku."
"Lihat kan ksatria Hugo? dia lebih kuat dari dugaanmu."
Pangeran Rocco beralih menatap ksatria Hugo yang terlihat masih tak percaya dengan yang dilihatnya. Tanpa sadar memuji kekuatan Psyce membuat gadis kecil itu diam diam tersenyum menyeringai.
"Ehh.. apa kau memujiku pangeran?"
"Tidak! tentu saja tidak!"
"Sebuah kehormatan anda memuji saya yang mulia pangeran Rocco."
"Aku tidak memujimu!"
"Ini bahkan belum masuk pada dasarnya!"
Pangeran Rocco mengambil pedang lainnya dan ikut mengacungkannya ke hadapan Psyce dengan posisi kuda kuda siap.
"Ikuti postur tubuhku dan gerakan tubuhku"
Kembali pangeran Rocco memerintahkan Psyce yang diikuti oleh Psyce dengan sama persis tanpa mendapat bantuan ataupun koreksi dari pangeran Rocco maupun ksatria Hugo.
"Apa itu dasarnya?"
'Hah? bagaimana bisa?'
tanya pangeran Rocco dalam pikirannya.
"Itu gerakan yang lebih mudah dari yang terlihat."
"Bagaimana dengan gerakan yang ini"
Pangeran Rocco memperagakan seni ilmu pedang dasar yang terlihat mudah dan sederhana. Psyce kembali meniru gerakan apa yang baru saja pangeran Rocco peragakan.
"Ini."
Lagi pangeran Rocco memperagakan seni ilmu pedang dasar, namun menaiki satu tingkat yang lebih sulit. Lagi juga Psyce meniru gerakan yang diperagakan pangeran Rocco tanpa terlihat kesulitan.
"Ini."
Merasa belum puas dan tak percaya, pangeran Rocco kembali melanjutkan gerakannya dengan sedikit cepat dan lebih sulit dari gerakan awal dan keduanya. Namun sampai sejauh itu, Psyce nampak tak terlihat kesulitan meniru gerakan yang baru saja pangeran Rocco peragakan.
"Wahh.. lihat gadis kecil itu bahkan bisa mengikuti dalam sekali lihat gerakan yang diajarkan pangeran."
Para ksatria dan penjaga lainnya yang tengah berlatih mulai mengelilingi mereka. Melihat Psyce yang terlihat tanpa hambatan apapun bisa mempelajari gerakan seni ilmu pedang hanya dengan sekali melihat.
'Bagaimana bisa? aku bahkan harus menguasai dasar dasar gerakan ini seharian penuh!'
"Sepertinya aku memang berbakat."
"Bagaimana jika aku mengalahkanmu pangeran?"
"Ada hal menarik apa ini?"
Belum sempat pangeran Rocco menjawab, suara tak asing itu muncul ditengah tengah mereka.
"Pangeran Elbereth."
Semua penjaga dan ksatria yang berlatih memberikan hormatnya dan memberikan jalan pada sang pangeran.
"Aku tidak menyangka jika pelayanmu juga kau izinkan untuk berlatih pedang bersama denganmu sampai kalian menjadi pusat perhatian seperti ini,"
"memalukan sekali."
"Hei kau gadis pelayan! apa kau sadar dimana posisimu? meskipun pangeran Rocco sangat berbaik hati padamu tapi ketahuilah dimana tempatmu!"
Dengan angkuhnya pangeran Elbereth menghina terang terangan Psyce yang sudah berusaha mati matian menahan kedutan di wajahnya agar tak berekspresi macam macam.
"Apa ada masalah jika seorang pelayan juga mengikuti apa yang dikatakan majikannya?"
"Aku yang menyuruhnya untuk ikut berlatih," timpal pangeran Rocco.
"Begitukah?"
"Baik hati sekali kau, untuk ukuran seorang pangeran sekaligus putra mahkota dari salah satu kekaisaran terbesar di dunia."
"Kau menyuruhnya melakukan apa yang sedang kau kerjakan sekarang,"
"apa di masa depan kau akan menyuruh pelayanmu ini juga untuk mengurus kekaisaran?"
"Maka nikahi dia dan jadikan dia permaisurimu." Ejek pangeran Elbereth dengan seringainya.
"Pangeran Elbereth!"
Dengan nada tinggi ksatria Hugo berucap lantang menghentikan kalimat penghinaan yang akan kembali keluar dari mulut Elbereth.
"Sekarang bawahanmu yang lain berani membentak ku pangeran Rocco?"
"Semua anjing bangsawan memang akan terus berontak jika kau tidak melatihnya dengan benar."
"Maka aku sarankan untuk terus melatih pelayanmu dengan baik agar suatu saat tidak memberontak."
Pangeran Rocco menahan ksatria Hugo yang tubuhnya lebih tinggi darinya dengan tangan kirinya.
"Kali ini dia berani membentakku."
"Bagaimana denganmu?"
Pangeran Elbereth melenggang pergi setelah puas menghina pangeran Rocco.
"Kita lanjutkan latihan kita,"
"tak usah terlalu ditanggapi omong kosongnya."
"Baik pangeran."
Semua ksatria dan prajurit pun membubarkan diri mereka masing masing.
"Madeleine, sebaiknya kau juga-"
"Aku sudah tak berminat.."
"Ada apa?"
"Apa hanya karena omong kosongnya kau menyerah?"
"Bukankah kau akan memarahinya dan mengatainya balik jika dia adalah aku?"
"Ada apa denganmu? hanya karena satu dua kalimat omong kosong kau terlihat murung."
"Bukankah kau memiliki harga diri yang tinggi?"
"Aku tidak berminat karena aku sudah lelah!"
Psyce masih berusaha mati matian menekan suaranya agar tak terlihat membentak pangeran Rocco. Ia tak melupakan dimana dirinya berada.
"Kau pikir aku tidak memerlukan tenaga untuk menganggkat benda itu dan mengayunkan terus menerus?"
"Fisikku dan kau tidak sama, begitu juga dengan energi yang kita punya."
Psyce menyerahkan pedang kayu yang ia pegang.
"Sudah baiklah, kau boleh kembali ke kamarmu."
Psyce tak berniat untuk ke kamarnya, hanya kembali ke tempat tadi ia duduk.
"Eh tapi aku juga tak apa jika masih menemanimu disini,"
"aku kan pelayanmu?"
"Maka dari itu kau pelayanku, kau harus menuruti apa yang kukatakan."
"Kembalilah ke kamarmu,"
"ini perintah"
Kembali nada suara itu terdengar membuat Psyce tak dapat membantah.
"Baiklah jika itu perintahmu."
"Ada sesuatu yang tadi kulihat"
Sebelum benar benar pergi, Psyce mengingat hal tadi yang ia lihat.
"Apa?"
"Ayahmu maksudku yang mulia kaisar berkunjung kesini,"
"sepertinya dia punya urusan disini,"
"Apa ada yang salah?"
Pangeran Rocco terlihat gelisah ketika mendengar hal tersebut.
"Tidak.."
"Kau sangat tegang."
"Kapan kau melihat ayahku?"
"Tadi saat aku memperhatikanmu latihan, dia terlihat resah."
"Begitu.. yasudah lanjutkan."
"Kalau kau perlu apapun, beritahu aku"
Pangeran Rocco terlihat sudah mengendalikan ekspresi wajahnya kembali. Ia tersenyum menyeringai kecil.
"Bukankah saat pertama kemari kau sangat meronta dan menolak mentah mentah tugas pelayan? kenapa kau jadi terlihat menikmatinya?"
"Tidak! aku tidak menikmatinya!"
"Haaah kau ternyata masih punya tenaga untuk berdebat denganku, cepatlah kembali!"
----------
'Ternyata dia punya sisi baiknya juga'
"Hei pelayan!"
'Kenapa orang menyebalkan itu ada disini?'
Psyce menghentikan langkahnya dan menunduk hormat pada pangeran Elbereth yang berada di depannya tengah berjalan dengan seorang gadis yang terlihat seperti bangsawan juga. Namun Psyce tak mengenalinya.
"Salam hormat saya pada yang mulia pangeran."
"Ohh ternyata kau masih memiliki sedikit kesopanan dan etiket"
"Kupikir Rocco tak akan mengajarimu,"
"au lebih pintar dari yang ku kira."
"Siapa dia pangeran?"
Akhirnya gadis kecil yang berada di samping pangeran Elbereth angkat suara melihat penampilan Psyce dari atas hingga ke bawah.
"Kenapa dia tak memberi salam hormat juga padaku?"
"Dia pelayan baru pangeran Rocco."
"Dia? bocah ini?"
'Kalian juga sama bocah!"
"Ya,"
"kenapa kau tak memberi salam pada putri mahkota Cherlindrea Beatsarda?" tanya pangeran Elbereth.
"Maafkan saya yang mulia putri mahkota, saya baru saja masuk ke dalam istana ini dan menjadi pelayan pangeran,"
"saya baru mengetahuinya."
"Salam hormat saya-"
Ucapan Psyce terpotong dengan ucapan putri mahkota itu yang menyelanya.
"Tidak perlu, lupakan"
"Kau belum mengetahui aku?"
"Be-belum yang mulia" 'Auranya sama dengan pangeran Rocco'
"Bagaimana bisa, memang dimana kau tinggal?!"
"Aku adalah putri mahkota Cherlindrea Beatsarda anak dari yang mulia raja Elora II dan yang mulia ratu Rosaria, kelak aku yang akan menjadi permaisuri selanjutnya."
"Kau tau kan arti permaisuri itu apa?!"
"Budak yang kelasnya berada dibawahmu pun juga tau dan kenal aku sebagai putri mahkota dan penerus tahta permaisuri selanjutnya!"
Putri mahkota nampak marah meledak ledak pada Psyce hanya karena dirinya tak dikenal oleh Psyce.
"Cherlindrea, sebaiknya kita jangan membuang buang waktu kita dengan orang bodoh ini."
Pangeran Elbereth segera angkat bicara sebelum putri mahkota kembali bericara.
"Dari ekspresi wajahnya, dia sangat bodoh dan tidak mengerti apa yang kau katakan."
"Haha kau benar pangeran."
"Aku akan pergi menemui pangeran Rocco, kalau kau mau kemana?"
"Aku juga akan kesana bergabung latihan."
"Baiklah, ayo pergi bersama."
Psyce masih berdiam diri seperti orang bodoh mendengar celotehan kedua makhluk bangsawan di depannya yang sangat menyebalkan membuat dirinya harus ekstra hati hati dan menjaga ekspresi wajahnya. Sampai setelah keduanya berlalu, dirinya baru dapat bernafas lega.
-
-
-
tbc