HAPPY READING AND HAPPY WRITING
"Hei! tidak bisakah kau bersikap layaknya seorang pangeran!"
Pangeran Rhys memegangi perutnya yang terasa sakit akibat terlalu banyak tertawa. Bahkan tawanya masih terdengar keras dan pangeran itu tak ada tanda tanda untuk menghentikan tawanya.
"Maaf, tapi aku masih belum mau untuk berhenti."
Pangeran Rhys kembali tertawa terbahak bahak sampai dirinya jatuh terduduk dilantai. Tawanya bahkan terdengar sampai keluar perkemahannya yang terdapat banyak sekali prajuritnya.
"Ini bukanlah akhirnya! kau jangan terlalu senang Rhys! kita masih tetap harus waspada."
Pangeran Rhys akhirnya berangsur angsur menghentikan tawanya, ia mengusap pelupuk matanya yang berair.
"Hei Ava, bisakah kau memakai pakaianmu dahulu?"
Pangeran Rhys masih memegangi perutnya dan berusaha menahan tawanya melihat temannya ini bertelanjang bulat.
"Tidak, aku akan kembali menjadi burung dan menemui dia."
"Aku sudah mengurus dan mengerjakan tugas yang kau berikan padaku."
Pangeran Rhys telah sepenuhnya berhenti tertawa, ia menatap raut wajah yang dikeluarkan oleh temannya ini.
"'Dia' itu siapa?" tanya pangeran Rhys penasaran setelah Ava menyebut seseorang dengan sebutan 'dia'
"Kau tak perlu mengetahuinya," jawab Ava bersidekap dada.
"Katniss!"
Tak lama setelah pangeran Rhys memanggil bawahan setianya, Katniss masuk ke dalam tenda. Wajahnya terlihat terkejut melihat Ava bertelanjang.
"Apa kau akan kembali?" tanya Katniss pada Ava yang mendapatkan anggukan kepala sekali.
"Yasudah, aku pergi"
Ava kembali menjadi burung elang besar berbulu putih kemudian mengepakan sayapnya keluar dari tenda pangeran Rhys.
"Anda memanggil saya yang mulia?"
"Kirim surat pada sekutu raja kita untuk mengadakan pertemuan," perintah pangeran Rhys dengan nada yang dingin.
"Baik yang mulia."
Katniss menundukan kepalanya dan keluar dari tenda pangeran Rhys untuk melaksanakan perintah.
Pangeran Rhys berjalan kearah sofa yang berada di tendanya lantas membanting tubuhnya untuk berbaring. Matanya menatap langit langit tenda yang berwarna putih. Bibirnya membentuk sebuah seringaian.
"Ternyata dia tak sepintar rumornya,"
"hanya diberi umpan sedikit saja tanpa pikir panjang dia memakannya."
"Haruskah aku mencemaskannya?"
----------
"Salam hormat saya kepada yang mulia raja Kylo." ucap seseorang sembari menundukan kepalanya begitu dirinya masuk ke dalam ruang perjamuan kerajaan selatan.
"Salam hormat saya juga pangeran Rhys Faramir Gandalf"
Raja Kylo berdiri dari duduknya dan segera melangkah untuk menyambut tamunya yang sudah datang.
"Silahkan duduk pangeran."
Raja Kylo menuntun pangeran Rhys untuk duduk di meja makan yang sudah dipenuhi oleh berbagai macam makanan lezat yang dihidangkan untuk menjamu tamu raja Kylo.
"Terima kasih atas kemurahan hati anda yang mulia."
Raja Kylo dan pangeran Rhys duduk berhadapan. Raja Kylo membunyikan loncengnya yang tak lama datanglah seorang pelayan yang membawa sebotol alkohol dan menuangkannya pada dua gelas kosong milik raja Kylo dan pangeran Rhys.
"Ku dengar rencanamu ini sukses besar yang mulia." Ucap pangeran Rhys yang memulai pembicaraan.
Raja Kylo menyesap alkohol digelasnya pelan, kemudian tertawa mendengar apa yang dikatakan oleh pemuda di depannya.
"Lebih tepatnya rencanamu dan orang orangmu yang hebat yang membantu rencana ini sukses pangeran."
"Tidak aku hanya memanfaatkan kejahatan bandit itu dan sedikit manipulasi pikiran, anda terlalu memuji saya yang mulia." Ucap pangeran Rhys setelahnya ikut menyesap alkoholnya.
"Manipulasi pikiran?"
"Kau tau pencucian otak yang sering dilakukan oleh penjahat penjahat kelas berat? Orangku memiliki kemampuan seperti itu," raja Kylo mengangguk anggukan kepalanya mendengar penjelasan pangeran Rhys.
"Lalu apa rencana selanjutnya pangeran?" tanya raja Kylo
Pertanyaan itu membuat wajah pangeran Rhys berubah drastis menjadi sangat dingin. Namun wajah dingin itu tertutupi oleh gelas berisi alkohol yang diminumnya.
"Bersabarlah yang mulia, kita baru saja merayakan pesta kemenangan rencana pertama kita,"
"setelah pesta, aku akan menyusun rencana selanjutnya."
Wajah pangeran Rhys kembali hangat berhiaskan senyuman yang manis ketika dirinya menatap raja Kylo didepannya.
"Baiklah kalau begitu, aku akan percayakan semuanya padamu. Soal informasi, serahkan saja padaku." ucap Kylo.
"Aku tidak ingin membuat rencana terburu-buru yang mulia, karena itu akan membuat rencana kurang matang dan penuh dengan kegagalan."
Raja Kylo tertawa kecil, ia mengangkat gelas alkoholnya kembali yang dibalas oleh pangeran Rhys.
"Aku hanya tidak sabar untuk segera menjadi kaisar untuk menggantikan bangsawan rendahan itu yang sangat tak memiliki kemampuan!"
"Jangan lupa bagianku."
"Tentu saja pangeran, setelah aku menjadi kaisar aku bisa melakukan apapun."
Keduanya menikmati hidangan makanan lezat dan meminum alkohol yang disajikan sampai keduanya tertidur karena mabuk di meja makan untuk merayakan kesuksesan rencana awal mereka.
----------
Oars berjalan mondar mandir di dalam ruang kerjanya mengabaikan setumpuk kertas dan dokumen yang menunggu untuk diselesaikan oleh pemiliknya. Namun karena kegelisahan Oars, semua pekerjaannya terbengkalai.
Setelah malam kepulangan para ksatria bayangannya dan laporan yang diterimanya, hati Oars semakin menjadi mengatakan bahwa bukanlah grand duke Dinant yang mengkhianatinya.
Suara pintu yang diketuk mengalihkan atensinya yang tengah memandang keluar jendela. Oars membalikan tubuhnya. Duke Barnold masuk ke dalam ruang kerjanya dan menunduk hormat.
Oars menatap dalam duke Barnold yang tengah menunduk hormat di depannya. Sama seperti saat grand duke Dinant dituduh berkhianat, Oars memikirkan alasan apa yang paling pas untuk pertanyaan kenapa grand duke mengkhianatinya? Pertanyaan itu kini melayang didalam pikirannya sambil menatap duke Barnold.
"Yang mulia."
"Anda memanggil saya?" tanya duke Barnold.
"Ya, aku ingin kau mengerjakan sesuatu untuk dirahasiakan."
Duke Barnold menunggu untuk mendengarkan apa perintah yang akan dikeluarkan Oars.
"Beli satu merpati pos."
"Bukankah kita memiliki banyak merpati pos yang mulia?" tanya sang duke tak mengerti, mengapa rajanya ingin membeli sesuatu yang dirinya sendiri miliki.
"Ini rahasia, cepat kerjakan saja perintahku."
"Baik yang mulia."
Duke Barnold keluar dari ruang kerja Oars setelah menunduk hormat. Wajah duke sangat dingin terlihat kesal hingga sapaan ksatria Hugo yang berjalan berlawanan arah dengannya ia hiraukan.
"Duke Barnold..?"
"Ahh iya ksatria Hugo? ada yang bisa saya bantu?" tanya duke Barnold dengan senyuman hangatnya menyembunyikan wajah dinginnya.
"Tidak duke, sebaliknya apa ada yang bisa saya bantu?" tanya ksatria Hugo.
"Tidak.. saya baik baik saja."
"Kelihatannya tadi anda melamunkan sesuatu, atau anda sedang kurang sehat?" tanya ksatria Hugo kembali dengan nada cemas.
"Saya baik baik saja, saya hanya sedikit stress karena grand duke yang baru belum ditunjuk."
"Beristirahatlah lebih banyak setelah anda cuti." Ksatria Hugo memberikan saran.
"Terima kasih ksatria Hugo, kau memang pemuda yang baik."
"Apa anda akan menemui yang mulia?" tanya duke Barnold.
"Ya, apa beliau ada di kantornya?"
"Beliau ada dikantornya, saya baru saja menemuinya."
"Baiklah kalau begitu saya permisi dulu." Ksatria Hugo menunduk hormat.
"Tentu saja silahkan."
Ksatria Hugo melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda kemudian mengetuk pintu ruangan Oars.
"Apa anda memanggil saya yang mulia?"
"Bagaimana dengan pangeran?"
Oars langsung memberikan pertanyaan pada ksatria Hugo, begitu pemuda itu masuk ke dalam ruangannya.
"Beliau lebih sering berlatih di istana selatan sekarang yang mulia."
"Dengan siapa?"
Pertanyaan itu tak kunjung mendapatkan jawaban dari mulut ksatria Hugo membuat Oars mendongakan kepalanya dari dokumen untuk menatap raut wajah ksatrianya.
"Beliau lebih sering berlatih dengan gadis kecil yang dibawanya ke istana yang mulia."
Oars menganggukan kepalanya megerti.
"Tapi kulihat, gadis kecil itu tak berbahaya yang mulia, dia gadis yang baik," lanjut ksatria Hugo.
"Kau boleh keluar ksatria Hugo."
Tak lantas pergi ksatria Hugo berdiam beberapa detik ditempatnya membuat Oars lagi lagi mendongakan kepalanya heran menatap pemuda di depannya.
"Baik yang mulia," segera ksatria Hugo menundukan wajahnya untuk berpamitan.
"Tolong panggilkan marquis Ardolf kemari"
Ksatria Hugo lagi lagi mengangguk dan menunduk hormat menuruti titah yang diberikan kaisarnya.
"Yang mulia."
Oars mendongak kembali dan menatap marquis Ardolf yang sudah berdiri dihadapannya. Rasanya baru beberapa detik ksatria Hugo keluar.
"Marquis Ardolf aku ingin kau mengerjakan tugas rahasia," Oars menatap sepenuhnya marquis Ardolf di depannya yang menampilkan raut wajah serius.
"Aku ingin kau membeli merpati pos."
Tanpa banyak bertanya, marquis segera menunduk hormat. "Baik yang mulia."
"Apa ada lagi yang anda butuhkan?"
"Tidak, kau boleh pergi"
Marquis Ardolf menunduk hormat kembali lantas keluar dari ruang kerjanya meninggalkan Oars yang tenggelam kembali dalam pekerjaannya.
----------
2 hari kemudian.
"Apa kau sudah mengerjakan apa yang aku perintahkan ksatria Anette?"
"Iya yang mulia,"
"kedua burung itu mati yang mulia."
Oars menghela nafasnya berat. Hati dan firasatnya benar, bukan grand duke Dinant lah yang mengkhianati kerajaan.
Kenapa dan bagaimana bisa saat bandit itu tertangkap bersamaan dengan bukti grand duke yang membuktikan bahwa dirinya bersalah ada dikamarnya. Kenapa bandit itu terus bersikeras jika orang itu adalah grand duke jika memang keduanya tidak pernah bertemu satu sama lain. Bersikeras sampai mereka rela mengorbankan nyawa mereka hanya untuk menuduh grand duke. Bukankah jika ini kesepakatan, musuh itu harusnya memberikan jaminan keselamatan orang orang yang ia kirim kesini sebagai kambing hitamnya.
Pertanyaan pertanyaan terus berputar di dalam kepalanya Oars membuat dirinya kembali menghela nafas lelah. Ia menggebrak meja kasar.
"Yang mulia?" tanya ksatria Anette yang masih belum mengerti situasi yang dialami kaisarnya.
"Bawa surat ini ke alamat ini dan terbangkan merpati pos ini disana."
Oars menyerahkan surat tanpa cap dan segel kerajaan dengan alamat yang asing pada ksatria Anette.
"Lakukan malam hari."
"Baik yang mulia."
Ksatria Anette menunduk hormat lantas keluar dari ruang kerja Oars yang terlihat sangat frustasi dan penuh penyesalan.
Masalah ini ternyata belum selesai sampai kematian grand duke Dinant yang ia kira telah berkhianat. Bodohnya dirinya, lebih cepat mengirim surat ke persidangan membuat proses sidang dan hukuman grand duke Dinant lebih cepat. Harusnya dirinya lebih berhati hati dan lebih teliti meninjau situasi yang ada sekarang. Jika saja dirinya lebih santai dan tidak terburu buru, ia tak akan kehilangan teman sekaligus rekan kerjanya itu.
Sekarang dirinya yakin bukan hanya musuh dalam selimut saja yang bergerak dalam masalah ini, namun ada musuh lain bergerak untuk mengincar kekuasaannya. Mungkin besar atau kecil, dirinya tak akan tahu sebelum Sanlex kemari dan memastikan semuanya.
Kalau bukan karena masalah ini, dirinya tak akan menganggu Sanlex yang ia perintahkan bersama rekan lamanya untuk mencari tahu keberadaan kerajaan legenda yang disebut sebut kerajaan terbesar sepanjang masa berisi makhluk kuat dan sakti tiada batas itu.
-
-
-
tbc