HAPPY READING AND HAPPY WRITING
Keduanya tak tahu menahu dengan wajah masing masing yang menjadi lawan bicara, namun keduanya begitu dekat dan akrab setelah waktu yang mereka habiskan selama enam hari terakhir yang mereka habiskan hanya untuk bertukar cerita. Tetapi setelah percakapan terakhir mereka dua hari lalu, keduanya sama sama terdiam.
Suara pintu yang dibuka dan langkah kaki beberapa orang yang masuk kedalam penjara membuat Madeleine bangkit dari duduknya. Suara rantai yang membelenggu kakinya terdengar. Ia berjalan kedepan pintu sel tahanannya untuk menatap siapa yang datang.
"Oars..."
Suara Madeleine melirih membuat wajah datar sang kaisar sedikit hilang dan terganti dengan tatapan lembut yang ditunjukan pada Madeleine yang berurai air mata.
"Pertama kalinya aku mendengar kembali kau menyebut namaku lagi, Madeleine." Oars melangkah ke arah sel tahanan yang terdapat di ujung ruangan yang tergelap.
"Apa kau akan meminta pengampunanku di hari terakhir kau hidup?" tanya Oars kembali berwajah datar.
"Aku punya penawaran untukmu Madeleine,kau akan aku bebaskan dengan syarat, menyerahkan anakmu padaku." Ucap Oars berbisik tepat di depan wajah Madeleine yang terhalang pintu tahanan.
"Aku juga tau kau adalah penyihir.. Itulah sebabnya kau bisa menyembunyikan anakmu dengan baik. Tapi kau juga perlu tau jika aku juga punya seorang penyihir yang bisa kapan saja menemukan anakmu."
Madeleine berdiri dengan tegang dan wajah yang pucat, ia sedikit melirik ke arah lain, tepatnya kearah sel tahanan yang diisi oleh Psyce. Kemudian ia menatap wajah Oars yang berada di depannya yang tak menampilkan raut wajah apapun selain datar.
Namun dibalik raut wajah datar Oars, kaisar ini menebak nebak apa perkataannya mengenai Madeleine ada benarnya? karena dirinya juga hanya menebak saja jika Madeleine adalah seorang penyihir, sebab hanya itulah alasan yang paling logis kenapa dirinya sangat sulit menemukan anaknya.
Lama keduanya saling tatap, saling menebak satu sama lain dibalik ekspresi wajah yang mereka tunjukan satu sama lain.
"Aku punya permintaan terakhir sebelum aku mati," ucap Madeleine yang mulai membuka suaranya.
"Apa?" tanya Oars, ia menjauhkan wajahnya dan melipat tangannya di depan dada.
"Aku akan menanggung hukuman Psyce juga, jadi bebaskan anak itu."
Madeleine menatap ke arah sel tahanan Psyce. Psyce terkejut dengan apa yang di dengarnya, namun ia tak sanggup untuk melihat wajah Madeleine yang baru ia ketahui adalah ibu kandungnya. Juga wajah Oars, yang juga baru ia ketahui adalah ayahnya.
"Dia masuk kesini karena mempunyai alasan yang kuat, dia telah melakukan percobaan untuk membunuh putra mahkota!"
seru Oars, yang masih tenang di tempatnya berdiri.
"Itu hanya alasanmu saja! sebenarnya kau memang akan membunuhnya karena dia sudah menolak tawaranmu!"
Oars melangkah kembali pada pintu tahanan Madeleine dan berbisik tajam, "apa kau punya buktinya?"
"Ksatria Hugo, pengawal pangeran sudah cukup untuk menjadi saksi nya," bibir Oars membentuk sebuah seringaian.
"Bawa dia!" ucap Oars memerintah kedua prajurit yang datang bersamanya untuk membawa Madeleine.
Kedua prajurit tersebut pun melangkah kearah sel tahanan Madeleine dan membuka pintunya, membuka borgol yang mengikat kedua kakinya, kemudian menyeret Madeleine keluar dari sana.
Untuk pertama kalinya Psyce menatap Madeleine setelah waktu yang mereka habiskan selama tujuh hari terakhir untuk bertukar cerita tentang diri masing-masing hingga membawa keduanya pada kebenaran mengenai jati diri satu sama lain.
Ketika Madeleine melewati sel tahanan Psyce, ia menatap Psyce dari luar dan mengisyaratkan gadis itu untuk terdiam.
"Madeleine..." Bisik Psyce lirih di bibirnya.
Madeleine menyikut perut prajurit disisi kanannya yang membuat pertahanan prajurit tersebut berkurang. Kesempatan itu Madeleine gunakan untuk menendang prajurit tersebut kemudian memukul dengan kedua tangannya yang terikat pada prajurit disebelah kirinya.
"Arghhh..."
Madeleine menjerit keras ketika Oars menancapkan pedangnya pada kaki Madeleine.
"Kau...!"
Madeleine mengangkat tangannya kedepan kemudian sebuah energi sihir berwarna biru keluar dari telapak tangannya membuat Oars terpental jauh kebelakang dan membentur dinding hingga kesadarannya hilang.
Madeleine melirik ke arah kanan dan kirinya kemudian merentangkan kedua tangannya juga ke arah kedua prajurit tersebut dan menembakan sebuah es batu tajam pada keduanya hingga keduanya tewas.
Madeleine mengambil pedang yang menancap di kakinya kemudian melemparkannya. Ia lantas menatap ke arah pintu tahanan Psyce. "Mundurlah Psyce!" Psyce menuruti apa yang dikatakan Madeleine.
Madeleine meledakan pintu tersebut dalam sekejap hingga rusak, bersamaan dengan itu Madeleine berlutut diatas lantai. Psyce bergegas keluar dan memeluk Madeleine menangis didalam pelukannya. Nafas Madeleine terputus putus, matanya sudah hitam cekung, tubuhnya ringkih, ia membalas pelukan Psyce sesaat sambil mengatur nafasnya.
"Simpan air matamu, kita harus keluar dari sini," Madeleine melepas pelukan Psyce dan berusaha berdiri kembali.
"Tapi kakimu...?"
"Aku bisa memulihkannya sambil melarikan diri, kau tidak perlu khawatir."
Psyce memapah Madeleine yang berjalan dengan darah yang terus mengalir di kakinya yang tertusuk.
Keluar dari penjara dengan susah payah, Psyce dan Madeleine segera berlari dari kejaran para prajurit yang semakin banyak itu. Psyce menarik Madeleine ke dalam ruangan yang ia ketahui adalah sebuah bangunan kosong di antara ruangan di istana kekaisaran.
Nafas keduanya memburu akibat berlari tanpa henti, darah Madeleine sudah tak keluar untungnya memudahkan keduanya melarikan diri.
Madeleine memegang tangan Psyce dan menatapnya dengan mata sayu miliknya. "Dengar.. aku sudah menggunakan kekuatanku di istana, dia pasti merasakannya dan akan menemui kita untuk menangkap kita."
"Aku tau dia ada di istana kekaisaran," meskipun Psyce tak mengerti apa yang dikatakan Madeleine ia tetap mendengarkan dan mengangguk.
"Kalung yang kuberikan padamu adalah kalung yang menahan kekuatanmu, jangan melepasnya sebelum kau benar benar bisa menggunakannya dan menjadi kuat untuk melindungi dirimu sendiri." Madeleine menyentuh kalung perak berbentuk jantung dari sebuah batu yang dipakai oleh Psyce.
Madeleine menangis kembali dalam diam dan menundukan wajahnya untuk menempelkan dahinya pada dahi Psyce. Waktu yang dimiliki tak banyak, namun ia kesulitan untuk menyampaikan pesan yang harus didengar oleh putrinya. Psyce turut menangis dan memeluk kembali Madeleine.
Madeleine melepaskan pelukan mereka dan menghapus air mata Psyce, "jangan memperlihatkan air matamu pada siapapun mulai sekarang, jangan menindas orang yang lebih lemah darimu, lindungilah orang orang yang berharga bagimu dan tidak perlu ragu untuk mengambil tindakan jika itu berhubungan dengan seseorang yang pantas kau lindungi."
"Kau harus menyisihkan uang yang kau punya saat kau sudah besar nanti dan bekerja. Gunakanlah uangmu sebijak mungkin karena mereka tak akan mengasihanimu jika kau tak memiliki uang, dan satu lagi pesan dariku jangan terlalu percaya pada makhluk bernama lelaki."
"Psyce..."
"Kau sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik, sekarang tumbuhlah menjadi gadis yang kuat dan cerdas ya?"
Seberapa pun kuatnya dirinya menahan air matanya dan menyuruh Psyce tak menangis, namun dirinya lebih banyak mengeluarkan air matanya. Hatinya bahagia, lega, bangga sekaligus sedih.
"Masih ada banyak sekali yang ingin aku sampaikan padamu sebagai ibumu..." Madeleine membawa Psyce ke dalam pelukannya.
"Aku minta maaf karena sudah meninggalkanmu, aku harus melindungimu darinya. Aku minta maaf karena sudah berbicara terlalu banyak rahasiaku sebelum aku tau kau putriku. Aku minta maaf karena sudah memberikanmu beban yang sangat berat padamu Psyce..."
"Aku mencintaimu Psyce..." Madeleine semakin erat memeluk Psyce dan semakin deras air matanya mengalir.
"Kau memiliki jantung yang istimewa yang memberikanmu kekuatan, jiwaku akan selalu berada dalam tubuhmu, hiduplah bahagia put-"
"Wah.. wah.. wah.. siapa ini?"
Suara seseorang, membuat keduanya sontak berdiri waspada dan menatap sekeliling. Seorang pria berjubah hitam masuk kedalam ruangan dari balik kegelapan.
Madeleine menatap tajam pria di depannya dengan was was. Takut takut jika pria ini mendengar percakapannya dengan Psyce.
"Tahanan yang kabur ternyata bersembunyi disini? Bagaimana kabarmu Madeleine? Aku merasakan kekuatan yang berasal darimu atau anak itu?"
tanyanya beruntun.
Seseorang didepan Madeleine berperilaku seolah ia mengenal dirinya. Namun terlepas dari semua itu, orang didepannya itu memiliki kekuatan sihir.
Pasti dialah, penyihir yang dimaksud Oars.
"Bagaimana bisa seorang anak biasa bisa memancarkan kekuatan? apa kau sangat lemah sampai tidak bisa merasakan darimana energi sihir berasal?" Madeleine mendengus menatap remeh pria di depannya.
"Siapa kau?" tanya Madeleine tajam.
"Apa kau tak mengenaliku?" Pria di depannya membuka jubah yang menutupi kepala dan wajahnya membuat Madeleine terkesiap.
"Kau...?"
"Pembunuh kaisar Lurie kan?"
tanya Madeleine semakin menajamkan matanya menatap manik mata pria di depannya. Pria yang sama yang telah membunuh kaisar Lurie III, tepat di depan matanya.
"Benar... tepat seka-"
Belum sempat pria itu menyelesaikan ucapannya, energi sihir dengan cepat sudah keluar dan mengarah pada pria didepan mereka dan menimbulkan ledakan yang cukup keras.
"Eughh.." Erang Sanlex yang terkena serangan telak Madeleine, ia terjatuh dan terbatuk darah.
"Aku akan mengirim mu jauh dari istana, kau harus cepat pergi setelah sampai disana." Madeleine berbalik menatap Psyce dan bersiap kembali mengeluarkan energinya.
"Tapi-"
"Tidak ada waktu Psyce! kau harus selamat apapun yang terjadi!"
seru Madeleine memotong ucapan Psyce.
"Ini sulit tapi, selamat tinggal..." Madeleine segera mengulurkan tangannya dan mengeluarkan energi sihirnya untuk mengirim Psyce teleportasi.
"Aku mencintaimu juga ibu," ujar Psyce lirih sebelum akhirnya ia menghilang karena berteleportasi.
"Kau... tak kusangka kau wanita yang sama yang kutemui 12 tahun lalu yang hanya bisa menangis dan menatap kaisar Lurie yang mati di depanmu. Kau memiliki sihir yang begitu besar dan kuat, tapi kenapa kau selemah ini?!" Sanlex mengangkat tangannya yang mengeluarkan energi sihir merah dan mengarahkannya pada Madeleine.
"Biar aku membunuhmu dan mengambil jantungmu!"
Ledakan lagi lagi terjadi membuat ruangan hancur dan menjadi puing puing ketika keduanya saling melemparkan energi sihir dan mengadukannya.
Madeleine jatuh berlutut diatas tanah, tubuhnya banyak mengeluarkan darah begitupun dengan mulutnya yang tak henti mengeluarkan darah.
"Kenapa keturunan murni sepertimu sangat lemah?! apa yang terjadi? ini tidak sesuai dengan rumor yang kudengar..."
Sanlex terus menerus menghantam tanpa jeda energi sihirnya pada Madeleine yang tidak bisa melawan selain menangkis dan melindungi dirinya.
Sekali lagi Madeleine terjatuh dengan tubuh ringkih yang sudah babak belur dan penuh darah. Dirinya sudah tak dapat lagi menggunakan kekuatan penyembuhnya karena terlalu banyak luka ditubuhnya. Kekuatannya yang tidak sehebat dulu sudah mencapai batasnya. Tapi dirinya tak menyesal sama sekali kekuatannya berkurang, karena alasan dari semua itu untuk melindungi putrinya selama 12 tahun ini dengan kalung yang ia buat dengan pertukaran kehidupannya.
Madeleine memuntahkan darah dari mulutnya lebih banyak ketika punggungnya tertusuk oleh pedang. Ia dengan sisa tenaga, melihat siapa pelaku yang sudah menusuknya dari belakang.
"O..O..ars.." ucap Madeleine lirih sebelum dirinya jatuh. Para prajurit dan ksatria sudah mengepung Madeleine. Oars berdiri di depan Madeleine yang sekarat.
Tangan Madeleine yang berlumuran darah terulur keatas seolah ingin menggapai Oars. Namun Oars mengambil pedang miliknya yang lain lalu memotong tangan Madeleine tanpa ekspresi hingga darahnya menodai wajah dan pakaiannya.
"Se..sekeras apapun aku memberitahumu dia putri kita, aku tau kau tak akan mempercayainya."
"Kau akan menyesal Oars.. putriku akan kembali untuk membunuhmu. Putriku yang mewarisi jiwaku dan tekad yang mulia kaisar Lurie."
Madeleine menghembuskan nafas terakhirnya setelah mengatakannya tepat dibawah Oars.
"Ada apa ini ksatria Hugo?"
tanya pangeran Rocco menatap pemandangan di depannya. Tepatnya kearah ayahnya yang pakaiannya berlumuran darah.
"Pangeran Rocco sebaiknya anda kembali beristirahat, anda baru saja siuman yang mulia."
Pangeran Rocco tak mengidahkan apa yang diucapkan pengawal ksatrianya, ia hanya terpaku pada ayahnya, kaisar negeri Lurie yang berdiri tegak dengan tubuh berlumuran darah orang yang sudah dibunuhnya.
-
-
-
tbc