HAPPY READING AND HAPPY WRITING
"Apa ada yang ingin kau tanyakan?"
Pangeran Rocco yang menyadari perubahan dari ekpresi Psyce yang tak biasanya, bertanya. Ia sejak tadi menangkap lirikan mata yang ditunjukan pada dirinya oleh Psyce yang tengah berjalan beriringan disisinya.
"Tidak."
"Lantas ada apa?"
"Sudah beberapa kali aku menangkap kau terus melirik ke arahku."
Pangeran Rocco menghentikan langkahnya membuat Psyce ikut menghentikan langkahnya dan menatap ke arah pangeran Rocco dengan ekspresi wajah yang sulit diartikan.
"Kalau tidak ada apa apa, berhenti meliriku dan berjalanlah di belakangku."
Pangeran Rocco berjalan kembali mendahului Psyce yang mengikuti dibelakangnya sesuai dengan perintahnya.
"Aku melihat orang yang sepertinya adalah yang mulia kaisar dan permaisuri pergi dengan kereta kuda,"
"apa benar mereka pergi?" tannya Psyce akhirnya mengeluarkan pertanyaan yang sejak tadi bersarang di pikirannya.
Pangeran Rocco sedikit melirik sedikit ke arah Psyce, 'apa dia sebenarnya tidak tau kaisar dan permaisuri?'
"Ya itu benar, mereka pergi untuk ke persidangan."
"Aku tidak tau pasti, namun itu menyangkut kasus pengkhianatan grand duke Dinant" jelas pangeran Rocco.
"Siapa itu?" tanya Psyce kembali.
Berbagai macam pertanyaan yang semakin banyak bersarang di dalam pikiran Psyce mendengar nama dan sebutan grand duke. Dirinya benar benar tak mengerti dan tak mengetahuinya.
"Kau ini memang tak tahu apapun ya?"
"Ayo biar kau kutunjukan perpustakaan di istana dan mempelajari semua yang berada di istana dan struktur keluarga kerajaan."
Psyce berbinar mendengarnya, ia dengan semangat menyusul pangeran Rocco agar bersejajar dengannya dan mengangguk dengan semangat.
Berkali kali Psyce mendecakan lidahnya kagum, matanya sudah berkeliaran menatap sekeliling ruangan menampilkan raut wajah yang sama dari sejak mereka menginjakan kaki keduanya di ruangan yang penuh dengan rak rak buku tinggi yang dipenuhi oleh buku buku.
"Duduk!"
Psyce menuruti apa yang dikatakan oleh pangeran Rocco untuk duduk dikursi kayu yang berada di dalam ruangan yang sangat sepi itu. Sedangkan pangeran sendiri berjalan ke arah rak buku untuk mengambil sebuah buku yang tidak diketahui oleh Psyce buku apa yang dibawanya.
"Ini, bacalah!" Pangeran Rocco menyodorkan buku tersebut ke arah Psyce.
"Kau mengejek ku?!" ucap Psyce dengan nada ketus tanpa mengambil buku yang cukup besar yang disodorkan pangeran Rocco.
"Ohhya, aku hampir melupakan kalau kau tidak bisa membaca" ucap pangeran Rocco diakhiri dengan kekehan mengejek.
"Biar aku saja membacakannya sedikit dan menjelaskan secara singkat garis besarnya,"
"setelah itu kau kuajari dasar dasar huruf agar kau bisa membacanya sendiri."
Psyce hanya menganggukan kepalanya dan menyiapkan telinganya untuk mendengar cerita pangeran Rocco. Pangeran sudah mulai membuka buku tersebut dan membolak balikan halamannya.
"Hmm kita mulai darimana ya?" tanya pangeran Rocco bergumam menanyakan pada dirinya sendiri.
"Kita mulai dari hukum kekaisaran ini,"
"kekaisaran Lurie mengambil keputusan berdasarkan keputusan para dewan hakim yang bertanggung jawab penuh, sedangkan para dewan hakim sendiri mengambil keputusan berdasarkan pada keputusan yang diambil oleh para dewan hakim generasi dahulu disesuaikan dengan kejahatan yang serupa."
"Selain itu, mereka juga mempunyai buku besar tentang sejarah dalam segala bidang kekaisaran ini. Buku itu sangat banyak dan tebal, namun hanya boleh dibaca oleh para dewan hakim saja. Aku juga tak mengetahui keberadaan buku itu."
Psyce nampak menyimak apa yang dikatakan oleh pangeran Rocco dengan seksama. Mengangguk anggukan kepalanya sesekali.
"Apa kau mengerti sampai sini?" tanya pangeran.
"Sedikit mengerti."
Giliran pangeran Rocco lah yang mengangguk, kemudian melanjutkan ceritanya.
"Di kekaisaran Lurie, ada 4 dewan generasi sekarang." Pangeran Rocco mengacungkan empat jarinya.
"Hakim utama adalah Zakladac, kedua Osamelost, lalu kedua pembantu hakim Tvorivost dan Naklonnost. Ohhya dan satu hakim generasi lalu yang masih ada dan aktif adalah Holye hamam yang sekarang sekaligus menjabat sebagai imam besar."
"Kemudian susunan dari yang tertinggi sampai terendah tingkat bangsawan yang beberapa dari mereka menjabat sebagai mentri, dan berbagai pejabat penting lainnya yang mengabdi pada istana."
Pangeran Rocco menyudahi penjelasannya dan beralih mengajarkan Psyce membaca huruf huruf dasar.
"Kau sudah hafal dan mengerti?" tanya pangeran Rocco setelah mengajarkan seluruh huruf dasar pada Psyce.
"Sedikit."
"Coba bacakan buku dongeng ini." Pangeran Rocco menunjuk pada setumpuk buku dongeng yang sudah diambilnya tadi.
"Ini semua?!" tanya Psyce kencang seolah tak mempercayainya.
"Aku baru saja mengetahui dasarnya saja!"
"Justru karena itulah aku memberikanmu semua ini agar kau terbiasa melihat huruf huruf yang sudah aku ajarkan."
Psyce nampak sangat keberatan dan hendak menolaknya, namun melihat pangeran Rocco yang masih menunggunya dan sudah berbaik hati mau menjelaskan ilmu yang ia pelajari membuat Psyce mau tak mau menuruti perintahnya.
----------
"Bagaimana kabarmu permaisuri?"
"Saya merasa jauh lebih baik sejak terakhir kita bertemu."
Oars berjalan beriringan dengan Ingrid untuk menuju ke kereta kuda istana yang menunggu mereka naiki untuk menuju ke salah satu bangunan yang lumayan besar yang biasa dipakai untuk sidang yang terletak di tengah ibukota.
Oars membuka pintu kereta kuda yang akan mereka tumpangi, dan memegangi Ingrid yang akan masuk terlebih dahulu. Kemudian disusul olehnya yang mengambil duduk berhadapan dengan Ingrid.
Setelah kusir memastikan sang kaisar dan permaisurinya sudah naik dan duduk dengan nyaman, ia mulai mengendalikan kuda dan perlahan kereta kuda bergerak maju meninggalkan pekarangan istana diikuti oleh beberapa kereta kuda yang diisi oleh pengawal istana.
Holye hamam duduk berjejer dengan empat kursi dewan yang sudah diisi oleh empat hakim. Para pejabat bangsawan pun turut datang dan sudah duduk di kursi khusus. Beberapa rakyat sudah memenuhi kursi penonton.
Oars membawa tangan Ingrid untuk ia genggam sepanjang mereka berjalan masuk ke dalam ruangan sidang. Saat keduanya masuk dan duduk tanpa berbicara, seluruh rakyat yang hadir menunduk hormat lantas duduk setelah melihat kaisar dan permaisurinya duduk.
Segera setelah Oars dan Ingrid duduk di kursi tahta keduanya, prajurit istana masuk ke dalam ruangan dengan membawa Dinant Atreyu yang tubuhnya sudah dipenuhi dengan luka lebam. Namun wajahnya sama sekali tak menunjukan suatu penyesalan, ketakutan, ataupun malu di dalamnya. Bahkan dengan penuh keberanian, wajahnya terangkat masih dengan penuh wibawa dan dengan baik mengendalikan ekspresinya.
"Yang mulia, apa anda percaya begitu saja dengan perkataan pria itu?!"
Seseorang bersuara lantang dari arah kursi penonton. Pria paruh baya, kepala keluarga Atreyu, duke Lukas Atreyu sekaligus ayah dari Dinant Atreyu.
"Hei jaga sikapmu di depan yang mulia kaisar!" tegur salah satu penjaga yang berjaga di dekat kursi penonton.
Rakyat sudah mulai bising tak tahan untuk berbisik satu sama lain mengutarakan keterkejutan mereka perihal pengkhianatan seorang grand duke yang jelas jelas sudah mengabdi begitu lama pada kekaisaran Lurie bahkan dari generasi ke generasi.
"Salam hormat saya kepada yang mulia kaisar Oars..."
Salah satu dewan hakim angkat suara mewakili para hakim lainnya untuk memulai persidangan. Zakladac adalah hakim utama yang mewarisi anugrah, tugas, dan kewajiban dari hakim utama terdahulu untuk memimpin hakim lainnya untuk setiap pengambilan keputusan dalam penghukuman dan hukum di kekaisaran Lurie.
Oars menganggukan kepalanya menjawab sapaan dari Zakladac, sekaligus memberikan isyarat untuk kembali meneruskan ucapannya. Seluruh orang yang berada di dalam ruangan tak ada yang bersuara ketika suara hakim utama itu kembali terdengar.
"Keluarga kekaisaran telah melaporkan dan membawa kasus ini kedalam hukum kekaisaran yang selama ini sudah menjadi dasar hukum kita."
"Pengkhianatan sejak dulu menjadi dosa yang sangat besar dan tak termaafkan yang merupakan aib besar bagi keluarganya. Baik itu dari kalangan raja, bangsawan, maupun rakyat jelata dan budak sekalipun."
"Pengkhianatan adalah bentuk pemutusan, perusakan, atau pelanggaran terhadap suatu kelompok atau negara yang mengakibatkan konflik dan pecahnya kerja sama, kepercayaan, atau keyakinan yang sudah terjalin."
"Pengkhianatan juga bisa terjadi akibat rendahnya rasa nasionalisme, ketidakpercayaan, kekecewaan atau ambisi yang menginginkan hal yang lebih baik untuk dirinya sendiri,"
"namun dibalik semua alasan yang sudah disebutkan oleh saya, yang mana salah satu menjadi alasan pengkhianatannya duke Dinant Atreyu?"
"Terlepas dari alasan apapun yang dikatakan oleh duke, pengkhianatan yang ditimbulkan oleh duke Dinant tidak dapat dibenarkan dan menimbulkan dampak yang sangat merugikan baik kaisar, kekaisaran, dan rakyatnya."
"Yang mulia kaisar sendiri sudah melaporkan duke Dinant Atreyu atas tuduhan pengkhianatan kekaisaran Lurie dan pemberontakan didalam istana."
"Atas tuduhan tersebut, duke Dinant Atreyu dan seluruh pemberontak akan dijatuhi hukuman mati pemenggalan kepala."
"Tuan Zakladac!"
Setelah menyelesaikan pidatonya dan menjatuhi hukuman, duke Lukas kembali berseru dengan nada lantang menyuarakan keberatannya atas keputusan hakim utama pada putra semata wayang mereka yang akan mendapatkan hukuman mati.
"Hei jaga ucapanmu duke!" seru prajurit itu kembali menahan tubuh duke Lukas.
"Yang mulia? tolong beri kami kesempatan! tolong ampuni putraku!"
Mata duke Lukas berlinang, ia menangkupkan kedua tangannya dan menatap Oars yang masih menunjukan ekspresi datarnya.
"Bawa mereka semua," perintah Oars.
Prajurit menyeret semua tahanan termasuk duke Dinant Atreyu setelah mendengar perintah yang dikeluarkan Oars.
"Yang mulia tolong..." Duchess Atreyu semakin histeris dan menangis memanggil manggil Oars meminta bantuannya.
Hingga sampai ditiang pemenggalan kedua orang tua Dinant Atreyu masih menangis histeris dan berontak dari kedua prajurit yang memeganginya.
Dinant Atreyu menjadi orang pertama yang akan dihukum. Sampai saat inipun, pria itu tak gentar sedikitpun. Ia bungkam seribu bahasa dan tak menunjukan sedikitpun rasa takut. Ekspresi wajahnya masih tetap datar dan penuh wibawa seolah tak merasa malu ataupun bersalah.
"Yang mulia.."
Saat algojo sudah siap untuk melepaskan tali yang dipegangnya, Dinant mengeluarkan suaranya untuk pertama kalinya setelah dirinya melewati semua ini.
"Saya tak merasa takut sedikitpun pada kematian yang sudah berada tepat di depan mata saya,"
"itu karena saya tak merasakan sedikitpun rasa bersalah dalam diri saya atas apa yang tidak saya perbuat."
"Selama saya hidup, saya tak akan pernah mengkhianati negri kelahiran saya meskipun saya sampai di alam baka sekalipun saya tetap tak akan sedikitpun mengkhianati negri yang sangat berarti bagi saya ini."
"Temanku, semoga kau tak mengalami kemalangan yang sama."
"Tidak! Dinant!"
Duchess Atreyu menangis dan menjerit histeris hebat setelah kepala Dinant Atreyu terlepas dari tubuhnya. Ia terjatuh dan menangis kemudian disusul oleh suaminya yang luruh jatuh ke tanah, menyaksikan anak semata wayang mereka mati di tiang pemenggalan. Keduanya berpelukan sambil menangis.
"Yang mulia! Bagaimana dengan perjanjian kita?! aku sudah memberitahumu siapa pengkhianat di dalam istanamu! kau.."
Jrass!
Semua memekik terkejut ketika wajah Oars dipenuhi dengan darah bandit yang dipenggal oleh pedangnya sendiri.
----------
Oars menyandarkan punggungnya pada kursi di ruang kerjanya. Ia memejamkan matanya untuk beristirahat sejenak setelah semua yang terjadi hari ini. Hatinya terasa sangat mengganjal, entah karena apa.
Ditengah keheningan malam di dalam ruang kerjanya, suara ketukan pintu begitu terdengar bising di telinganya.
"Ada apa?" tanya Oars langsung, tanpa melihat siapa yang masuk ke dalam ruang kerjanya.
"Ksatria bayangan sudah kembali yang mulia."
-
-
-
tbc