Chereads / THE MOORS : LOST KINGDOM / Chapter 18 - BAB II : CHAPTER 18 : pengkhianat

Chapter 18 - BAB II : CHAPTER 18 : pengkhianat

HAPPY READING AND HAPPY WRITING

"Apa lagi yang kau tunggu?!"

Sang pangeran bertanya dengan nada ketus. Ia masih tidak bergerak sebelum ia melihat Psyce pergi menjauh dari istana.

"Apa lagi anak kecil?"

"Cih dia pikir dia sudah tua?" Gumamannya masuk ke dalam telinga pangeran Rocco.

"Kau benar benar menginginkan untuk kembali ke penjara ya?!"

"Tidak.. tentu saja tidak yang mulia"

Secepat mungkin Psyce menimpali perkataan sang pangeran sebelum dirinya kembali marah.

"Seperti yang ku katakan pangeran,"

"burung juga membutuhkan kebebasan."

"Jadi kuharap kau tidak mengurungnya sepanjang hari."

Pangeran mengernyitkan dahinya mendengar perkataan gadis di depannya yang seolah menuduhnya mengurung burung elangnya. Itu buka urusannya, kenapa repot repot.

"Kenapa kau bersikeras mengatakan aku selalu mengurungnya?"

"Apa burung itu bisa bicara?"

Psyce tertawa kecil.

"Kau baru saja mengatakannya pangeran."

"Dasar aneh! cepat pergi dari sini!"

"Baiklah,"

"tapi kumohon biarkan winter mengunjungiku sesekali.."

"Dia teman pertamaku," gumam Psyce sambil menundukan kepalanya ketika berbicara.

"Baiklah jika itu bisa membuatmu pergi dari sini."

"Terima kasih banyak pangeran."

Psyce membungkukan tubuhnya dan pergi meninggalkan sang pangeran yang menatap kepergian Psyce.

"Di saat terakhir, dia baru menunjukan sikap sopannya."

Pangeran Rocco kembali masuk ke dalam istananya, berjalan untuk menuju ke arah tempat pelatihan.

"Ksatria Adney.."

"Saya pangeran."

Seorang anak laki laki dengan tubuh sepantar dengan sang pangeran membungkukan tubuhnya kala namanya disebut.

"Kita berlatih memanah," ucap pangeran.

"Baik pangeran.."

----------

Psyce tak kembali ke rumahnya, melainkan pergi ke sungai. Seorang diri merenung di depan air sungai yang jernih sembari melempari batu yang berada di sekitarnya.

Beberapa kali helaan nafas keluar dari mulutnya, terus seperti itu hingga hari segera berakhir.

Saat tangannya hendak kembali melemparkan batu yang dipegangnya, suara burung elang mengalihkan atensinya.

Senyumnya seketika terbit cerah ketika matanya menatap elang besar yang tengah mengepakan sayap putihnya dengan indah menuju ke arahnya.

"Winter..."

Psyce langsung menyambutnya dengan memeluk burung elang tersebut begitu elang itu sampai di dekatnya.

"Kau melarikan diri lagi atau pangeran itu yang sudah membebaskanmu hm?"

Tangannya mengelus lembut burung yang kini sudah bertengger ditangannya itu.

"Kau sudah kembali saja."

"Sayang sekali elang sepintar dan secantik kau harus terus terkurung."

"Apa kau sudah makan?"

Seolah mengerti dengan pertanyaannya, elang tersebut menggelengkan kepalanya membuat Psyce tertawa kecil.

"Kau memang pintar.."

"Kalau begitu ayo kita cari sama sama."

Winter terbang mengepakan sayapnya lebih dulu menuju ke dalam hutan yang diikuti oleh gadis itu.

Psyce mengambil setiap buah yang jatuh dan memetik beberapa buah yang berada di jangkauannya.

Setelah baju yang dipakai Psyce dijadikan wadah untuk menampung makanan penuh, akhirnya gadis itu pun kembali ke sungai.

Keduanya berbaring di rumput sisi sungai. Air sungai seakan memancarkan cahaya karena kehadiran bulan purnama yang menerangi malam ini.

Psyce mengelus perutnya yang terasa penuh. Setelah mengumpulkan buah buahan di hutan bersama Winter, keduanya memakan buah dari hasil perburuan mereka.

"Winter.."

"Aku merasa aneh,"

"tak biasanya buah buahan yang jatuh begitu banyak."

Psyce memiringkan tubuhnya menatap winter dari samping yang menggaruk tubuhnya menggunakan paruhnya yang runcing.

"Tapi yang terpenting kita bisa makan dengan banyak kali ini!"

"Aku tak menyangka, baru kali ini aku merasa kekenyangan."

Matanya terpejam dengan senyuman yang mengembang di bibirnya. Kapan terakhir kalinya ia merasa kekenyangan dan sebahagia ini, atau ini pertama kalinya ya?

"Winter.."

"Apa kau lihat bulan yang bersinar terang itu?"

"Aku punya sebuah rahasia"

"Sebenarnya, rambutku berwarna seperti bulan itu"

----------

"Ini sudah waktunya tapi kenapa pengkhianat itu belum juga kembali?"

"Bersabarlah pangeran, melewati keamanan istana Lurie memang tak akan mudah meskipun hari gelap sekalipun."

Sang pangeran hanya bisa menghela nafas dan beranjak dari perapian kemudian melangkah ke dalam tendanya.

Lama mereka menunggu seseorang untuk mendatangi tenda mereka namun tak ada tanda tanda keberadaan seseorang yang menghampiri mereka.

Ditengah suara kayu yang terbakar, suara semak semak dan dahan ranting yang terinjak terdengar. Semua dalam posisi waspada dan siaga.

"Ada apa?"

Sang pangeran keluar begitu mendengar suara keributan yang terdengar di luar tendanya.

"Buka pengamannya, itu dia." Ucap sang pangeran memerintah pada bawahannya.

"Baik pangeran."

Sesuatu tak kasat mata yang melindungi area perkemahan mereka seolah tak terasa keberadaannya. Seseorang yang pergerakannya tadi di waspadai masuk ke dalam tengah tengah mereka.

"Lama sekali kau kembali, apa kau sudah ketahuan?" tanya sang pangeran sembari melipat tangannya.

"Yang mulia kaisar kini sudah mencurigaiku, jadi aku tak akan bisa bergerak sebebas dulu."

"Tapi dia belum mengetahui pasti siapa dalang di balik pencurian kereta kudanya."

"Jadi?"

"Yang mulia memerintahkanku untuk memberikan tambahan prajurit penjaga yang akan mengikuti kereta kudanya,"

"Selain itu dia juga memerintahkan sesuatu pada bawahannya yang lain."

"Itu artinya dia mencurigai beberapa orang termasuk aku"

"Menurutmu siapa 'orang lain' yang di curigainya?"

Hening beberapa detik, karena seseorang berjubah ini tak kunjung menjawab pertanyaan yang dilontarkan sang pangeran.

"Kita bergerak seperti biasa saja seolah tak mengetahui kebenaran ini."

"Aku yakin seseorang yang dicurigainya ini tak mengetahui informasi ini juga."

"Betul?"

Pria memakai jubah itu mengangguk mengiyakan.

"Apa sesulit itu meminta bantuan pada rekan satu kapalmu untuk meminta bantuan?"

"Kita hanya 'rekan' untuk sementara waktu, jika ini sudah selesai dan aku mencapai tujuanku dan kau juga mencapai tujuanmu, kita akan kembali menjadi musuh antar negara."

"Pangeran Rhys..."

Sang pangeran menyeringai mendengar perkataannya.

"Apa itu cara berterima kasih rakyat kekaisaran Lurie yang sudah mendapatkan bantuan?"

"Aku kan akan membersihkan namamu dihadapan rajamu lho.."

"Apa kau tak ada niatan untuk bersikap baik padaku?"

Dengan santainya sang pangeran duduk di batang pohon besar dan menyandarkan punggungnya.

"Beberapa hari lagi, kereta kuda itu akan berangkat,"

"meskipun aku sudah memberikan informasi ini padamu, tapi kemungkinan ada informasi yang disampaikan pada bawahannya yang lain yang tidak aku ketahui"

Pria berjubah itu pergi setelah mengucapkan kalimat terakhirnya. Sang pangeran memejamkan matanya masih dengan senyuman yang menghiasi wajah tampannya.

Pangeran Rhys Faramir Gandalf, pewaris tahta sah pertama terkuat kerajaan sekaligus kekaisaran Aurola di benua Fylo, berumur 18 tahun. Sekarang tengah mengintai kekaisaran Lurie dengan bantuan orang dalam sekaligus pengkhianat di dalam istana.

"Dasar penjilat," gumam sang pangeran.

"Pasang kembali pengamannya."

Sang pangeran berdiri dari duduknya dan menatap dingin api yang membakar kayu di depannya. Pengaman sihir tak kasat mata itu kembali melingkupi area sang pangeran.

"Apa rencana kita selanjutnya pangeran?"

"Kita mundur."

"Pangeran, kita sudah sejauh ini mengintai," bantah ajudannya sekaligus tangan kanan sang pangeran.

"Kau ini kenapa sangat membenci kata mundur Katniss?" pangeran Rhys bertanya dengan cemberut menatap ajudannya.

"Maaf yang mulia."

"Kata 'mundur' itu mempunyai banyak arti tau!"

"Jadi apa rencana kita?"

"Kau ini belum mengerti saja apa yang aku ucapkan ya?!"

"Bagaimana aku bisa menjadi kaisar kelak jika bawahanku saja tidak mengerti aku.."

eluh pangeran Rhys membuat Katniss mengerutkan dahinya dan menatap ksatria di sekelilingnya seolah bertanya 'apa kalian mengerti?' Para ksatria menggelengkan kepalanya.

"Pokoknya kita besok bersihkan nama pengkhianat itu dulu dan jangan bergerak sampai kaisar Oars sudah tak mencurigainya lagi."

"Kita masih membutuhkannya."

"Jadikan para bandit itu makanan,"

Tangan sang pangeran menepuk pundak Katniss dan berjalan kembali masuk ke dalam tendanya. Tatapan mata dinginnya kembali terlihat.

"Kaisar sekarang memang tak sebodoh kaisar dulu, tapi kaisar yang sekarang tak memiliki kekuatan sihir."

"Itu sedikit memperkecil perbandingan dua negara ini."

-

-

-

tbc