Kau bisa menyebutku sebagai monster yang paling ditakuti dibanding monster lainnya.
Aku tidak bercanda, karena kenyataannya, aku lah yang terhebat. Membunuh hanya dengan tangan kosong, mengendalikan darah mereka, lalu membuat mereka menjadi tunduk dalam ketakutan.
Aku tidak memiliki rasa takut semenjak mereka memberikanku pekerjaan sebagai tumbal. Tumbal nyawa.
Meskipun begitu, aku membenci diriku yang seperti ini.
Mengapa tidak menjadi manusia biasa? Mengapa harus memiliki kemampuan yang tidak biasa?
Apa karena ini perkataan mereka yang selalu menyebutku sebagai monster dan sekarang perkataan itu menjadi doa?
[]
Lima tahun yang lalu, di suatu ruangan yang penuh dengan alat-alat mengerikan– tabung erlenmeyer, tabung reaksi, pipet gondok, cawan petri, termometer, dan bahkan masih banyak alat kimia lainnya bersusun rapi di atas lemari asam dengan larutan yang terlihat berbahaya.
Terdengar teriakan menghiasi tiap ruangan. Terdengar histeris seraya meminta pertolongan pada siapapun yang dapat mendengar dengan baik.
Para manusia yang mengenakan jas labor merupakan ilmuwan yang haus akan penelitian dan penemuan terbaru. Mereka menguji segala macam hal yang tidak manusiawi dengan kedok mencari keabadian.
"Berikan seluruh larutan itu kepada subjek nomor 1."
"Baik, pak!"
Sebuah laboratorium ilegal berdiri di tengah-tengah hutan dan tebing mencukam. Tak ada satu manusia biasa yang berani melewati jalanan yang hanya setapak. Hanya manusia yang kehilangan sifat manusianya saja yang dapat melewati jalan berbahaya tersebut.
Mereka– para ilmuwan ilegal– menjadikan manusia sebagai bahan percobaan. Mereka rakus akan pengetahuan keabadian.
"AAAAKHH!!!"
"AMPUNI AKU!!!"
Terdengar teriakan yang tiada henti menambah kesan ruang tersebut lebih keji. Para ilmuwan yang disebut iblis oleh para subjek, tapi disebut malaikat oleh para ilmuwan yang kehilangan nuraninya.
"TOLONG!!!"
"HENTIKAN INI!!!"
"SAKIT!!!"
Setiap kali percobaan baru dimulai, maka berkali-kali, mereka berteriak histeris.
"Bagaimana dengan subjek pertama?"
Terlihatlah seorang pria tua mengenakan jas putih labor sedang menarik sarung tangannya. Sarung tangan itu bercak merah.
Dia mengenakan masker, membuang sarung tangannya ke dalam tempat sampah. Lalu, menatap ke arah wanita yang sedang berdiri di sampingnya.
Wanita berambut coklat itu menjawab tanpa menunjukkan ekspresi.
"Sepertinya percobaan kali ini akan membuahkan hasil. Subjek itu dapat menahan seluruh zat kimia yang kita berikan melalui jantungnya, profesor."
"Kalau begitu, lakukan injeksi dengan menggunakan ini."
Mata wanita yang berwarna coklat itu sempat membelalak melihat larutan yang menurutnya lebih berbahaya dan bahkan membahayakan nyawa manusia percobaan.
Tanpa sengaja, tangan wanita tersebut yang sedang memegang nampan yang di atasnya terletak berbagai larutan hampir saja terjatuh.
Trak.
Bunyi aduan nampan dengan meja di depannya membuat mata tajam pria tua itu menjadi sinis. Mulutnya berdecak tanda ia tak suka.
"Aku tidak ingin melihat kekacauan kali ini, Asisten Kyoukutei."
Shinku Kyoukutei namanya. Wanita berambut coklat bergelombang yang selalu diikat kudakan. Merupakan asisten profesor yang terkenal akan kekejaman dan kebengisannya, serta kepintaran yang tidak dapat ditandingi dalam laboratorium ilegal ini.
"Maafkan saya, profesor," jawab Shinku sambil menundukkan pandangannya.
Shinku meletakkan nampan yang ia pegang ke atas meja dengan hati-hati. Matanya terfokus pada suntikan yang larutannya berwarna hijau.
"Kalau begitu, saya akan menyuntikkan–"
"Tidak perlu. Kau sedang tidak fokus hari ini, bisa-bisa percobaan ini gagal untuk ke-52 kali," sela profesor dengan kasar.
Mendengar perkataan dari pria tua itu, Shinku semakin menundukkan pandangan. Bahunya terangkat menahan emosi akibat diremehkan oleh atasannya, tapi apa daya? Shinku hanya bisa mendengus menerima perlakuan dari pria yang sebentar lagi akan memijakkan kakinya ke atas liang kubur.
"Jika percobaan gagal di tanganmu, namaku akan buruk. Seorang anak didiknya Profesor Kazetani Kazetani mengalami kegagalan saat melakukan percobaan– hah! Apa-apaan itu. Jangan sampai kau membuat mimpi buruk di umur 59 tahun ku ini!" celoteh profesor.
Pria tua itu bernama Densuke Kazetani. Densuke menatap sinis pada Shinku, lalu beberapa kali berdecak kesal.
Densuke membalikkan tubuh. Kakinya melangkah melewati Shinku, lalu berkata,
"Ikut aku."
Spontan, Shinku mengalihkan pandangan menatap Densuke. Dia mengangguk, lalu menyusul profesor itu dengan cepat.
Langkah demi langkah ia ambil melewati lorong yang serba putih dan berbau karbon. Shinku menatap lurus, menyaksikan punggung bungkuk profesor dalam diam.
Pikirannya berkecamuk. Mereka akan pergi ke mana? Profesor tidak pernah mengatakan tujuannya dan justru meninggalkan subjeknya.
Langkah kaki Densuke terhenti tepat di pintu besar yang tertutup rapat. Seseorang sedang duduk menghalangi jalan mereka.
"Selamat siang, Profesor Kaze–"
"Buka pintu ini sekarang juga."
Segera, orang berbadan tegap mengenakan jas labor yang lengannya ia potong. Terlihat tato yang penuh dari ujung jarinya hingga bahunya.
Pria itu tidak mengikuti perkataan Densuke dan justru mengerjap kaget dengan kedua tangan dilipat di depan dada, juga tubuh yang masih menduduki kursinya.
"O– oh." Penjaga itu gelagapan. "Apa maksud Anda Larutan Energi Parasyte?"
"Tentu saja. Kalau bukan itu, lalu apa?"
"Ti– tidak ada, profesor. Kalau begitu, saya bukakan pintunya."
Densuke menatap dingin pada penjaga tersebut, sampai tombol merah yang terpasang di samping pintu itu ia tekan dan pintu putih yang besar tersebut terbuka, dia pun memasuki tempat itu dalam diam.
Disusul oleh Shinku yang melempar sapaan dalam anggukan pada penjaga tersebut, lalu mengekori Densuke dari belakang.
Trak.
Pintu tertutup dengan rapat, maka terlihatlah ruangan yang masih sama dengan tadi. Lorong putih yang panjang, mereka berjalan lurus ke depan sampai dimana batas jalannya ialah pintu yang memiliki keamanan tertinggi.
Densuke membukanya dengan menggunakan sidik jari yang ada di samping pintu. Derik pintu berbunyi cukup ribut, hingga terlihatlah beberapa para ilmuwan yang tidak peduli akan pintunya terbuka.
Suasana jauh berbeda dari ruangan tempat Shinku penelitian. Ruangan ini lebih mengerikan dengan hawa yang dingin dan aroma darah yang kuat.
"Hanya dia yang diberi kepercayaan untuk menjaga ruangan ini," ucap Densuke secara tiba-tiba.
Shinku segera melirik Densuke. "Kenapa hanya pria itu yang diberi kepercayaan? Bukannya menjaga lebih dari satu orang dapat mengamankan ruangan ini?"
"Kita tidak bisa memberikan kepercayaan dengan mudah pada manusia seperti mereka, Asisten Kyoukutei," balas Densuke.
"Tapi, kalau begitu, Organisasi Strix akan mudah membobol ruangan ini. Apalagi subjek di tempat ini ialah manusia, mereka bisa saja–"
"Bisa saja salah satu dari mereka merupakan mata-mata labor ini," balas Densuke, ringan.
Densuke menyela perkataan Shinku hingga membuat wanita muda itu tertegun dan memilih untuk tak lagi melanjutkan bicara.
"Sebenarnya, bukan itu tujuan mereka. Tujuan mereka sebenarnya adalah mengincar Larutan Energy Parasyte," tutur Densuke.
Wanita itu masih mengunci bibirnya. Kakinya terus melangkah memasuki laboratorium. Labor yang kali ini harus membuatnya sangat hati-hati. Salah pegang saja, tubuhnya bisa berakhir dengan membusuk.
"Pemikiran yang bagus, Asisten Kyoukutei. Tapi, kita tidak bisa mempercayai orang lain dengan mudah. Pria itu sudah cukup bisa melindungi labor ini," jelas Densuke.
Tidak ada percakapan selanjutnya setelah Densuke mengatakan kebenaran pada Shinku. Langkah kakinya yang menggesek itu berjalan mendekati lemari asam yang ada di depannya– yang mana kiri dan kanannya terdapat rantai yang dialiri oleh listrik.
Ketika sampai di depan lemari asam yang masih terkunci, Densuke menggerakkan tangannya. Dia meletakkan tangannya ke atas tempat yang dapat menyensor sidik jarinya.
Sensor tersebut berkedip. Bunyi dengung cukup keras sudah mampu mengalihkan perhatian para ilmuwan yang ada di dalamnya. Kemudian, lemari asam tersebut terbuka bersamaan listrik yang mengalir pada rantai besi itu berhenti.
Densuke mengambil langkah untuk melewati pembatas tersebut, akan tetapi ketika Shinku juga mengikutinya di belakang, dia berhenti.
Tubuhnya berbalik.
"Kau tetap di sini," cegatnya. "Kalau kau melewati pembatas ini, kau akan menjadi abu."
Shinku bergidik ngeri mendengar ucapan Densuke. Lantas, dia pun berhenti dan menatap pria tua itu berjalan mendekati lemari asam yang telah terbuka, lalu mengambil sebuah larutan yang ada di dalam tabung erlenmeyer tersebut.
Densuke berbalik. Dia berjalan keluar dari area tersebut setelah mengambil larutan yang terlihat berbahaya.
Tak kuasa menahan penasaran, Shinku pun bertanya,
"Larutan apa ini, profesor?"
"Tidak bisa kau lihat larutan ini?"
Shinku tertegun. Dia melihat warna dari larutan yang merah seperti darah. Dia pun menelan air ludah yang tiba-tiba tenggorokannya terasa sangat kering.
"Apa ini akan diberikan pada subjek, profesor?" tanya Shinku.
Densuke mengangguk mantap. Senyumnya melebar ketika melihat larutan tersebut.
"Tentu saja. Larutan Energy Parasyte telah dibuat khusus untuk 'pemuda' itu," jawab Densuke.
Densuke mengangkat erlenmeyer ke depan wajahnya. Terlihat jelas gelembung-gelembung yang seakan hidup di dalam larutan.
"Apa yang akan terjadi jika subjek disuntikkan dengan Larutan Energy Parasyte?"
"Tentunya dia akan mengalami kejang yang hebat dan suara jeritan yang luar biasa memekakkan telinga. Pastikan kau menggunakan penutup telinga yang dapat meminimalisir kerusakan gendang telingamu, Asisten Kyoukutei."
Setelah itu, Densuke berlalu meninggalkan Shinku yang terdiam di dalam labor.