Chereads / Big Man : The Greatest Mr. Tonny Ayres / Chapter 20 - 20. Ambisi yang bergairah

Chapter 20 - 20. Ambisi yang bergairah

Mature content!

Warning : bab ini mengandung unsur dewasa. Harap lompat pada bab selanjutnya, jika Anda adalah pembaca di bawah umur, atau tidak nyaman dengan adegan dewasa.

Xoxo and happy reading!

--lefkilavanta--

"Kau yakin akan pergi begitu saja, Rumi?" bisiknya. Tersenyum penuh gairah. "Kau yakin, tak mau menikmatinya?" Mr. Tonny menarik tangan Rumi. Meletakkannya di atas dada bidang dengan bulu-bulu tipis di atasnya. Rumi merasakan lekukan otot yang begitu nyata. Baru kali ini dia menyentuh tubuh seorang pria. "Aku mencium gairahmu," ujarnya lagi. Menggoda Rumi tanpa ampun.

Gadis itu mengulum salivanya berat, melirik ke sekitarnya, mencari apapun yang bisa dijadikan alasan menolak Mr. Tonny sekarang. Naas saja, sebab pria itu punya banyak pengalaman dalam hal semacam ini. Sekarang, ia menarik paksa tangan kanan Rumi. Membawanya naik dan meletakkannya di atas dada bidang Mr. Tonny. Rumi merasakannya, kulit lembut sedikit berkeringat, bulu-bulu halus seakan menggoda gairahnya sekarang. Dia adalah remaja puber. Mudah tergoda akan hal berbau sensualitas adalah kelemahannya sekarang.

"Rasakan itu, Rumi. Kau akan menikmatinya lambat laun," bisiknya lagi. Suara berat itu terus saja mencoba mendobrak dinding pertahanannya. Mr. Tonny menyentuh tubuh Rumi, perlahan. Jari jemarinya bermain di atas sisi wajah cantik gadis itu. Membawa kembali pandangan Rumi untuk datang padanya.

Belaian lembut jatuh sisi sisi lehernya. Menyibakkan helai rambut Rumi yang menghalangi di sana. Leher jenjang itu menggoda Mr. Tonny. Seakan menguji kekuatan dari kejantanan pria itu. Bibirnya mendekat. Rumi terbawa suasana tiba-tiba. Belai demi belai seorang pria tak pernah didapatkan Rumi sebelum ini. Sangat berbeda dari belaian lembut sang nenek kala Rumi sedang hancur hatinya dulu. Mr. Tonny benar, dia punya hasrat dan gairah. Rumi adalah gadis normal, sepolos apapun dia menyembunyikannya.

Pria itu memulai, sedikit lebih berani saat melirik Rumi memejamkan matanya. Menikmati sentuhan jari jemari Mr. Tonny. Pria itu kini mulai mengendus sisi leher jenjang Rumi. Perlahan mengecupnya. Tangan Mr. Tonny bermain menuruni tubuh Rumi. Sentuhan paling berbahaya adalah di bawah sana. Jika Rumi menerimanya, habislah keperawanan gadis itu sore ini. Dia benar-benar menyambut Mr. Tonny dalam hidupnya.

"Eum ...." Rumi mendesah ringan, jujur saja, dia menyukai ini. Tak mau munafik, Rumi tersenyum tak bisa mengontrol dirinya sendiri. "Argh ...." Sekarang dia merasakan Mr. Tonny bermain dengan bibirnya di leher Rumi. Menjamah itu perlahan, penuh cinta dan hasrat yang terbuai oleh suasana. Tak akan ada yang mengganggunya di sini. Mr. Tonny bisa menjamin kepuasan untuk gadis itu sekarang.

Lidah terjulur, Mr. Tonny menyapu permukaan leher Rumi. Jari tangannya merambah sembari menarik rok pendek yang dikenakan gadis itu. Sentuhan semakin panas, Rumi menggeliat dengan manja. Desahan menyela sesekali. Tangannya meremas dan mencakar dada bidang milik Mr. Tonny, kukunya melukai kulitnya. Darah menyentuh ujung jari Rumi.

Mr. Tonny mendorong Rumi tak sadar. Dia juga mulai merasakan gairah itu. Benda di belakang Rumi terjatuh, membuat suasana nyaring, membangunkan kesadaran dan kewarasan gadis itu lagi. Rumi membuka matanya. Tersadar. Baru saja dia mengijinkan seorang pria dewasa menjamah tubuhnya!

Rumi mendorong tubuh Mr. Tonny. Sigap menamparnya kemudian. Dia terkejut, tentu saja. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya. Merapatkan kembali dua kancing bajunya. "Kau ingin memperkosa diriku?" Gadis itu memprotes. Tak terima tubuhnya dijamah.

Mr. Tonny yang masih diam sembari menahan pedih di pipinya sebab tamparan kasar dari Rumi tiba-tiba hanya menyunggingkan senyum. "Memperkosa?" Dia tertawa kemudian. Rumi lucu! Hampir saja dia bertepuk tangan untuk lelucon aneh itu. "Kau menerimanya, Rumi. Itu bukan dalam artian memperkosa." Pria berjalan mendekat. Rumi mundur satu langkah.

"Jangan memanfaatkan kelengahanku!" sahutnya lagi. Mendorong tubuh setengah telanjang milik Mr. Tonny. "Jangan menggodaku lagi!" Rumi terus saja menolak. Menolak pikirannya sendiri sekarang. Jujur saja, dia terbuai. Dia lupa akan segalanya. Baru kali ini Rumi merasakan kenikmatan luar biasa menembus pertahanan dan harga dirinya. Inilah hasrat dan gairah yang dibicarakan Mr. Tonny sebelumnya. Rumi belajar banyak hal secara tidak langsung.

Mr. Tonny mengangguk. "Kau pasti terkejut," ujarnya. Berjalan memalui Rumi begitu saja. Gadis itu menyilangkan kedua tangannya di depan dada, was-was kalau Mr. Tonny menariknya dan memaksanya berbuat tak senonoh lagi.

Pria itu mengambil kemeja di sudut ruangan, itu baju yang ingin dia kenakan tadi. Mr. Tonny menoleh, kembali menatap Rumi. "Lain kali jangan menyela di tengah kenikmatan. Itu membuatku kecewa," imbuhnya. Kalimat itu membuat hari Rumi panas tiba-tiba. Entahlah, dia tak tahu apa yang sebenarnya sedang bergelut di dalam hatinya. Hanya ada hawa panas, ingatan bodoh dan menjijikan, serta aroma tubuh Mr. Tonny yang melekat di dirinya sekarang.

"Dadamu ...." Rumi melangkah. Ingin meraih dada bidang pria itu yang berdarah dan merah. Namun, gadis itu terhenti. Tak mau memicu apapun lagi. Dia sudah kapok! Rumi belum siap untuk pertanggungjawaban ke depannya. Hamil.

"Maafkan aku," ujarnya sedikit gagap. Mengulum salivanya dengan berat. "Aku tidak sengaja." Rumi menundukkan kepalanya.

Tiba-tiba saja pria itu berjalan mendekatinya. Berdiri di depan Rumi dan menarik dagunya dengan kasar. Membuat Rumi terkejut bukan main. "Katakan padaku ...." Mr. Tonny memulai. Tatapannya begitu intensif. "Bagaimana pelayanan ku tadi?"

Rumi mengerutkan keningnya. "A--apa yang kau ...." Ia terdiam. Bahasanya aneh! Istilah yang digunakan Mr. Tonny begitu asing. Namun, dia paham maksudnya.

"Apa yang kau rasakan?" tanyanya lagi mencecar. "Kau merasakan gairah itu bukan?"

Rumi menahan napasnya sejenak. Mencoba mengatur irama jantungnya sekarang. Dia lemah, sungguh.

"Aku ... aku ...." Kalimatnya menggantung. Tak bisa diselesaikan. Rumi tak tahu harus bilang bagaimana. Dia hanya ingin mengatakan bahwa sentuhan itu benar-benar membangun kenikmatan yang luar biasa. "Aku hanya ....."

"Kau hanya apa?" sahut suara berat menginterupsi.

"Aku tak tahu apa yang aku rasakan. Semuanya tiba-tiba. Aku belum pernah melakukan itu." Rumi mengeluh. "Jangan melakukannya lagi!" Tatapan matanya terlihat begitu kesal. Dia mengarahkan itu untuk Mr. Tonny. "Aku tak akan memaafkannya jika kau terus begitu."

Gadis itu pergi selepas menyelesaikan kalimatnya. Meninggalkan Mr. Tonny yang masih mematung di tempatnya sekarang. Ia tersenyum tipis untuk kepergian Rumi. Dia bukan pria polos, dia juga bukan orang bodoh yang akan tertipu dengan merajuknya anak puber seperti Rumi. Jelas-jelas dia melihat dan mencium gairah di dalam diri gadis itu. Rumi menahannya dengan begitu baik. Dia hanya sedang malu mengakui semua yang dia rasakan. Rumi belum siap untuk segala proses pendewasaan di dalam dirinya.

"Aku akan mendapatkan gairah itu, Rumi. Aku akan menunjukkannya padamu seperti apa nikmatnya gairah yang dipuaskan."

... Bersambung ...