Pukul 21.45
Diandra menatap langit-langit kamar hotel dengan tatapan kosong, air mata tanpa aba keluar dari sudut matanya. Dia memang mencintai Andra, tapi dia juga punya harga diri dan harga dirinya tidak semurah itu, Diandra tak rela Andra mengambil kehormatannya secara paksa.
Diandra melihat ke arah Andra yang terbaring di sampingnya, pria itu memejamkan mata terlelap tidur setelah melakukan perbuatan hinanya.
Tes
Lagi dan lagi, bulir bening kristal kembali keluar dari sudut matanya saat melihat pria yang dia cintai itu terpejam dengan sangat tenang.
Diandra menggigit bibir bawahnya menahan tangis, sekuat tenaga menahan agar tak menangis tersedu namun dia sama sekali tak bisa menahannya.
Hiks hiks hiks
"Kenapa? Kenapa kamu setega ini sama aku hah?" Diandra mendorong dengan sangat keras lengan Andra namun pria itu tetap diam tertidur.
Andra malah mengubah posisi tidurnya dengan tidur menyamping membelakangi Diandra dan memeluk bantal guling.
"Jahat! Kamu keterlaluan!" umpat Diandra memukul punggung Andra namun sama sekali tak di tanggapi.
Diandra lalu bangun dari baringannya, ia menutup bagian dada dengan selimut, lalu mengambil dengan lemah bajunya yang berada di atas lantai samping kasur dan langsung memakainya.
Beberapa menit kemudian.
Brak!
Diandra menutup pintu kamar dengan sangat kasar, dia berjalan dengan lemah, bagian kewanitaannya juga masih terasa sangat nyeri.
Hatinya benar-benar sangat hancur, yang terluka bukan hanya fisik karena kehormatan yang diambil secara paksa, tapi hatinya lebih daripada perih, mentalnya juga terguncang, tak menyangka jika pria yang dia cintai akan dengan tega melakukan perbuatan keji itu padanya.
Tap tap tap
Diandra keluar dari area hotel, ia berjalan dengan pandangan menatap lurus kosong. "Aku harus kemana? Aku tidak mungkin pulang dalam keadaan seperti ini," batin Diandra berucap.
Bulir bening kristal kembali menetes lagi, dia terus melangkah bingung harus kemana, angin malam yang menerpa wajahnya dan menusuk kulit putihnya tak begitu ia rasakan. Diandra hanya berjalan mengikuti langkah kaki dan masih bingung harus kemana.
"Nadisya, cuma dia yang bisa aku percaya dan cuma dia yang bisa aku temuin sekarang," gumam Diandra, "Iya ... aku ke rumahnya dia aja."
Diandra lalu berdiri di pinggir jalan, menghentikan taksi lalu masuk ke dalamnya.
"Komplek perumahan Green House yaa, Pak."
Pria yang usianya sekitar 50 tahunan yang duduk di kursi pengemudi itu mengangguk pelan mengiyakan, lalu mulai melajukan mobilnya lagi.
30 menit kemudian.
Diandra turun dari taksi, dia lalu berjalan masuk hingga akhirnya dia berdiri satu langkah di depan pintu rumah sahabatnya, Nadisya.
Diandra hendak mengetuk pintu, namun entah mengapa dia malah ragu. Dia bingung harus bagaimana, dengan kondisinya yang terlihat berantakan, Nadisya pasti akan banyak bertanya padanya.
Ceklek
Sebelum mengetuknya, pintu itu malah sudah lebih dulu terbuka.
"Ehh ... Diandra? Kamu ngapain?" tanya wanita bernama Nadisya itu, dia melihat Diandra dari ujung kaki hingga kepala yang terlihat sangat mengkhawatirkan, wajah Diandra juga terlihat sembab. "Kamu kenapa? Terus habis dari mana? Tumben banget malem-malem kesini, ini udah setengah sebelas loh."
Tak ada jawaban, Diandra hanya diam lalu setelah itu langsung memeluk dan menangis di pelukan Nadisya
"Kamu kenapa, Dii? Jangan bikin aku parno yaa," ucap Nadisya balas memeluk Diandra dengan melingkarkan tangan dan mengelus punggung Diandra. "Masuk, kamu ceritain di dalem," ucap Nadisya lagi.
Nadisya lalu membawa Diandra masuk dan berjalan ke arah kamarnya. Nadisya meminta Diandra untuk duduk di atas ranjangnya, lalu dia duduk di samping Diandra.
"Sekarang kamu bilang sama aku, kamu kenapa?" tanya Nadisya.
Diandra menatap Nadisya. "Haruskah aku menceritakan apa yang terjadi padaku dan menceritakan apa yang Andra lakukan? Ck! Tapi aku malu, aku juga bingung harus memulai dari mana," batin Diandra berucap.
"Kenapa? Cerita dong," ucap Nadisya. "Kamu berantem lagi sama orang tua kamu? Dipaksa cepet nikah lagi? Atau ... Si Dennis adek kamu itu bikin masalah?" tanya Nadisya lagi.
"Hm? Mmhh ... enggak kok, Sya ... aku gak kenapa-kenapa," kata Diandra.
"Ck! Jangan bohong! Gak mungkin kalo gak ada apa-apa. Aku tau pasti ada masalah kan? Muka kamu bukan muka pembohong! Jadi sekarang jujur sama aku, kamu kenapa?" tanya Nadisya.
"Enggak, Sya ... aku beneran gak kenapa-kenapa, aku tuh cuma capek doang," jawab Diandra berbohong," Hmm ... aku mau nginep di sini beberapa hari, boleh kan?"
"Ya bolehlah, tapi beneran gak pa-pa?"
Diandra tersenyum dan mengangguk. "Kalo ada apa-apa aku pasti cerita sama kamu," ucap Diandra.
"Hmm ... ya udah deh," jawab Nadisya.
"Sekalian, aku mau mandi dan pinjem baju kamu ya ... boleh kan?"
Nadisya balas tersenyum dan mengangguk. "Ya udah ... kamu mandi, terus istirahat ... besok baru cerita sama aku, karena aku yakin gak ada yang baik-baik aja," ucap Nadisya.
Diandra tersenyum dan kembali mengangguk lagi, Nadisya memang sahabatnya yang paling mengerti akan keadaannya.
Diandra bersahabat dengan Nadisya dan Nadya, mereka bersahabat sejak duduk di bangku SMA, keduanya juga memang sahabat terbaik, tapi akhir-akhir ini Diandra dibuat kesal oleh sikap Nadya yang tiba-tiba saja menjadi egois karena sebuah rasa cinta, sahabatnya itu malah berpacaran dengan kekasih Nadisya, yang tak lain ialah CEO di perusahaan tempat Diandra dan Nadya bekerja.
Nadisya tidak bekerja di perusahaan yang sama, namun dulu Diandra, Nadisya, Nadya, Alfa dan Andra berkuliah di kampus yang sama. Alfa lebih tertarik pada Nadisya hingga akhirnya mereka berpacaran, namun karena sebuah kesalahpahaman, hubungan Nadisya dan Alfa menjadi tak baik, hingga akhirnya Nadya masuk ke dalam hubungan itu dan malah menjadikan Alfa kekasihnya.
***
"Kamu beneran gak pa-pa aku tinggal? Gak masalah di rumah sendirian?" tanya Nadisya yang tengah berdiri di depan cermin seraya menyisir rambutnya.
"Iya gak pa-pa, badan aku rada gak enak sih, tapi its oke. Aku mau istirahat seharian hari ini tanpa ada gangguan," ucap Diandra.
Nadisya mengangguk. "Oke ... terus semalem kenapa?" tanya Nadisya.
"Hmm ... mmm ... enggak, semalem tuh aku nyasar, aku shock aja gitu makanya pas sampe sini aku refleks pengen nangis," jawab Diandra berbohong.
"Dih ... alesannya gak masuk akal banget, nyasar ... emangnya bocil? Emang abis dari mana hah?" tanya Nadisya
"Rumah temen," jawab Diandra beralasan, dia menelan salivanya saat Nadisya terus bertanya.
"Temen? Temen kamu cuma aku sama Nadya! Ini temen yang mana?" tanya Nadisya lagi
"Ck! Jangan sebut nama pengkhianat itu! Kamu gak marah atau kesel apa, dia udah rebut pacar kamu Nadisya!" ucap Diandra dengan nada ketus kesal.
"Awalnya marah, tapi setelah aku ketemu Darren, udah enggak! Jujur Alfa emang baik, tapi ada Darren yang jauh lebih baik, jadi sekarang aku udah bodo amat sama hubungan mereka," jawab Nadisya.
"Cih! Tapi sekarang aku yang malah ingin mencaci dan memaki dia," gumam Diandra.
"Apa? Kamu ngomong apa?" tanya Diandra.
"Hm? Enggak, gak ngomong apa-apa," jawab Diandra, dia mengalihkan pandangan ke arah lain dan mendelik sinis. "Semua ini gara-gara kamu, Nad! Kalau aja kamu peka sama perasaan Andra, kalau aja kamu gak pacaran sama Alfa, yang terjadi semalam gak akan pernah terjadi! Aku mungkin bisa menerima jika Andra lebih menyukai kamu, tapi aku gak terima Andra ambil kehormatan aku sebagai seorang wanita dengan berpikir kalau dia melakukannya karena membayangkan wajah kamu! Semua ini terjadi karena kamu Nadya! Demi apapun aku tidak akan pernah memaafkan kamu!"
Bersambung …