Dani terlihat kenyang sekali.
"Hari ini aku sangat senang sekali bisa bermain bersama kalian berdua. Aku benar benar merasa berbeda dari biasanya," seru Dani dengan penuh bahagia. Laki laki berusia tiga tahun ini sangat menggemaskan jika tersenyum seperti ini.
"Aku juga senang sekali. Bisa menjagamu Dani. Tetapi sayangnya aku gagal menjamu dengan baik. Aku takut Stella akan marah. Karena kau terluka seperti itu," kataku dengan cemas .
"Jangan khawatir. Aku yakin ibuku tidak akan marah padamu," kata Dani dengan tersenyum manis.
"Kalau begitu. Mungkin aku harus segera pergi sekarang. Karena ini sudah sore, aku mau menggiring ayam dan bebekku agar masuk ke kandang," kata Steven dengan berdiri tegas. Ia sepertinya tidak sabar sekali untuk pulang.
"Steven, aku benar benar berterimakasih sekali kepadamu. Aku mungkin tidak akan bisa menjaga Dani tanpamu. Sekali lagi teriamaksih Steven," ucapku dnegan melihat kepada Steven.
"Oke, tidak masalah," kata Steven lalu mengelus cepat rambut pirang milik Dani.
Dani tersenyum melihat Steven yang kini sudah pergi berjalan di antara rumput rumput di atas lutut.
Kini kulihat Dani tampak berwajah bete.
"Kau ingin main lagi bersama Steven ya?" tanyaku dengan lembut.
"Iya, Steven seperti seorang laki laki yang sangat pemberani. Aku suka dengannya. Kelak. Aku ingin menjadi dirinya," kata Dani dengan wajah polosnya bersemangat sekali.
Aku tersenyum sambil mengelus rambutnya dengan lembut. Beberapa saat terdengar suara orang masuk. Aku yakin sekali itu pasti Stella.
"Hallo sayang?" sapa Stella kepada Dani. Dani langsung saja menghambur kepada ibunya dengan cepat. Stella tersenyum kepadaku dengan lebar.
Aku hanya bisa membalas senyuman itu. Kini setelah Stella melepaskan pelukan Dani. Matanya mulai menyipit. Ia melihat dengan dekat kening Dani.
"Ya Tuhan! Ada apa dengan keningku itu?" tanya Stella dengan panik.
Aku meringiserasa bersalah sekali. Stella melihatku dengan tanda tanya. Aku berusaha melangkah lebih dekat kepada Stella.
"Maaf sekali Stella. Aku sungguh menyesal menjaga Dani dengan ceroboh," ucapku dengan wajah sedih.
Aku memegang lengan Stella dengan lembut. Ku tatap matanya dengan wajah memohon.
Stella melihat kepada Dani dengan wajah kasihan.
"Sekarang ceritakan kepadaku. Apa yang sebenarnya terjadi Hem?" tanya Stella dengan wajah serius melihatku.
"Jadi tadi dia itu mandi di sungai bersama Steven dan Dani tidak sengaja terkena batu," ucapku dengan seadanya apa yang terjadi.
Stella membelalak kaget.
"Apa mandi di sungai?" ya Tuhan! Aku bahkan tidak pernah melakukan itu. Jika sampai Robert tau. Aku bisa kena marah habis habisan," kata Stella dengan wajah gelisah.
"Maaf, aku memang salah Stella. Aku benar benar minta maaf sekali," kataku dengan memegang telapak tangan Stella.
"Baiklah, aku maafkan dirimu," kata Stella lalu Dudu di sofa.
Dani terlihat mendekat kepada Stella.
"Jangan marah pada Jihan. Dia baik menjagaku. Steven juga sangat baik. Aku senang sekali bisa bermain bersama mereka. Ibu tidak boleh marah kepada jihan dan Steven," kata Dani seolah membela aku. Ya Tuhan, anak ini manis sekali.
"Baiklah sayang, ibu tidak akan marah kepada Jihan," kata Stella sambil tersenyum dan memeluk Dani kembali.
"Em, kalau begitu. Bolehkah aku menelpon seseorang dnegan telponmu?" tanyaku dengan ragu.
"Boleh, silahkan saja Jihan," kata Stella dengan ramah kepadaku.
"Oh, ya lebih baik kau tidak usah cerita kalau Steven dan Dani mandi di sungai. Nanti katamu Robert bisa marah,X kataku dengan menyindir.
"ya tentu saja. Aku tidak akan cerita kepada suamiku," kata Stella.
Kini aku langsung saja menuju ke dekat telepon yang ada di tengah tengah rumah ini. Meja kecil dengan di atasnya ada telepon.
Aku sudah hafal nomer milik Aslan.
"Hallo Aslan?" panggilku di telfon yang sudah di angkat dari sana.
"Maaf, kau siapa?" tanya suara perempuan itu dengan lembut.
Aku langsung saja menutup telfon itu dengan cepat. Ya Tuhan, apa aku salah. Apa perempuan itu adalah kekasih Aslan? Aku jadi tidak enak sekali dengan Aslan.