"Rupanya kau masih berani ke sini ya? Siapa namamu hem?" Tanya Robert dengan wajah garangnya melihatku.
"Na-namaku Jihan," aku berusaha untuk tetap tenang dan tersenyum sedikit kepada Robert.
"Dasar gadis murahan! Mau maunya saja kau menjadi pahlawan untuk istriku. Sudah sana! Pergi dari sini! Jangan ikut campur dengan urusan kami lagi," ucap Robert dengan marah. Tangan kekarnya langsung menarik pergelangan tangan Stella. Sementara Dani juga ada di samping Stella dengan wajah takut.
"Tolong, jangan sakiti istri dan anakmu. Mereka adalah orang yang berharga bagimu. Jangan sampai kau menyesal Robert," ucapku dengan tegas.
"Alah! Bicara apa kau ini! Sudah sana pergi!" Tangannya membalikkan badanku. Aku mengelaknya dengan semampuku. Lalu aku segera pergi dari rumah Stella.
Setelah sebelumnya Stella tersenyum kepadaku. Aku terpaksa harus pergi dengan kemarahan Robert. Kenapa sih Robert itu tidak pernah merasa bersalah. Ya Tuhan, jangan sampai nanti suamiku seperti Robert yang kasar seperti itu kepada perempuan.
Kenapa Stella bisa sampai tahan sekali memiliki suami seperti Robert. Kalau saja Stella berani meninggalkan Robert. Aku sudah pasti akan mbantu Stella dan Dani. Aku siapa dengan itu. Sayangnya Stella wanita kurus dengan rambut keriting itu tetap teguh dan mempertahankan rumah tangganya itu.
Pagi ini aku seperti biasa akan bekerja di kebun tuan william yang juga merupakan Pemilik dari rumah yang aku sewa. Entah pekerjaan apa lagi untuk hati ini. Apa mungkin memanen kentang yang besar dan berat lagi? Ya Tuhan. Bekerja memang begitu melelahkan sekali rasanya.
"Pagi Tuan William," sapaku kepada pria dengan badan gendut sekali.
"Kau terlambat Jihan," katanya dengan melihat penampilanku.
"Maaf tuan! Aku kira aku tidak terlambat. Karena biasanya aku bekerja jam pagi seperti ini," kataku dengan membela diri.
"Kau terlambat Jihan, aku ingin kau berangkat lebih pagi lagi dari ini. Lihatlah semua pekerja sudah bekerja. Lihat itu!" seru William dengan dagu menunjuk ke arah sebuah halaman luas berumput. Sementara itu ada sebuah tempat yang aku tidak.pernah ke sana. Dari sini terlihat kotak saja.
"Maksudmu? Para pekerja ada di ruangan itu?" tanyaku dengan menunjuk ke ruangan yang jauh disana.
"ya hari ini adalah tugasmu memeras sapi,"
Ya Tuhan, membayangkannya saja membuat aku merinding. Aku pernah melihatnya di tv dan itu sangat menggelikan sekali. Apa aku bisa melakukan pekerjaan itu?
"Kenapa dengan wajahmu? Kau tidak mau bekerja?" William gendut ini membuat aku kaget.
"Oke, aku siap bekerja. Tapi aku di ajari kan nanti? Karena ini adalah pertama kalinya bagiku," ucapku dengan wajah memelas.
"sudah sebaiknya kau segera ke sana..sebelum terlambat. Kau hari ini harus bisa mengumpulkan banyak susu. Cepat sana!" kata William dengan tegasnya.
Aku langsung saja berlari dari tempat yang aku pijak. Aku berlari menyusuri rumput yang hijau dan jalan yang aku injak adalah jalan tanah berkelok. Aku mengikuti jalan ini untuk sampai ke tempat pemerahan sapi itu.
Aku memakai dress selutut dengan panjang lengan sampai ke pergelangan tanganku. Aku di pinjamkan baju ini. Baju ini milik Stella karena aku belum membeli baju sendri di pasar.
Sementara itu aku juga mengikat semua rambutku. Mirip dengan ekor kuda. Tanpa make up sama sekali. Ya aku menyukai hari hariku disini sejujurnya. Karena aku merasa nyaman .jika di kita aku hampir seharian memakai make up untuk pekerjaan kupu kupu malam ku. Aku bersyukur karena tidak lagi di paksa bekerja di tempat itu.
Kini aku berjalan dengan pelan saat sudah akan sampai di tempat pemerahan sapi. Aku berjalan dan kulihat sudah ada yang memerah susu sapi. Sementara itu kulihat ada Steven yang melihat lihat para pekerja. Apa dia pemimpinnya? Kenapa aku baru tahu?
"Hei Jihan? Kau terlambat ya?" panggil Steven yang melihatku dengan sinis.
Aneh sekali, dia tidak manis seperti biasanya waktu itu.
Aku mengangguk dan memgahmpiri Steven. Laki laki ini memakai jeans dan kaos oblong. Dia memakai sepatu boot yang panjang.
"sini ikut denganku!" perintah Steven dengan wajah datar.
Aku mengikutinya beberap saat. Kulihat ada seekor sapi. Sebenarnya ini sangat bau sekali. Sejak aku menginjakkan kaki di kandang sapi ini. Sungguh aku merasa ingin muntah sekali. Tapi aku berusaha menghotmati dan aku tidak mengeluh. Aku berusaha menahannya.
"Nah sekarang kau lihat tanganku baik baik," seru steven dengan melihatku. Lalu dia mulai berjongkok dan memeras sapi.
Kulihat wajah steven yang begitu tampan sekali. Jika seperti ini Steven diam. Rasanya wajahnya bener bener meneduhkan hati. Ah aku tidak boleh jatuh cinta dengan Steven. Kata Stella Steven ini kan suka main perempuan. Maksudnya dia playboy. Ya entahlah. Aku hanya berjaga jaga saja. Tapi wajah yang ada di depanku ini kenapa sungguh tampan sekali ya tuhan. Seperti artis Justin Bieber saja.
"Nah kau sudah mengerti kan?" tanya Steven membuat aku terbelalak .
"Eh gimana gimana? Aku belum mengerti coba sekali lagi ya?" ucapku dnegan memohon.
"Heh sial!" kata Steven dengan wajah kesal. Ya Tuhan lucu sekali dia.
Steven dengan tangan cekatannya itu langsung saja memerah susu sapi. Kulihat benar benar tangannya. Dia sama sekali tidak menjelaskan apapun. Aku hanya di suruh melihatnya saja.
"Nah, sekarang kau coba!" perintah Steven membuat aku takut.
"Tapi aku takut. Pasti geli sekali ya?" tanyaku dengan aneh.
"Kau ini mau bekerja atau bermain main Hem?" tanya Steven dengan wajah mendelik.
"Oke oke , baiklah. Akan aku lakukan yang terbaik," ucapku dengan yakin. Steven tertawa kecil seolah menghinaku.
Aku langsung saja berjongkok dan memegang susu sapi ini. Ya Tuhan jariku sangat geli sekali. Aku mencoba untuk melakukan yang terbaik dan Steven melihat pekerjaanku dengan bertepuk tangan.
"Rupanya kau cepat juga. Dan sekarang kau harus mengisi ini semua sampai penuh," kata Steven dengan memperlihatkan wadah besar dua biji kepadaku.
"Oke baiklah," kataku dengan lirih.
"Hei! Tidak boleh Kesu! Kau harus semangat!" seru Steven dengan tegas.
" SEMANGAT!" ucapku dengan keras sambil kedua tanganku mengepal. Sampai orang orang yang ada melihatku dengan aneh.
Steven sekali lagi tertawa kecil. Ya Tuhan dia manis sekali tertawanya. Aku langsung saja mengerjakan pekerjaanku. Ini lelah sekali karena tanganku harus tetap memeras susu sapi. Kulihat wajahku masih saja sedikit. Kenapa sapi ini keluar susu ya sedikit sekali.
Setelah beberapa menit. Aku lelah sekali. Aku berusaha untuk santai. Tapi Steven malah menceramahi aku. Dasar pemimpin menyebalkan. Kenapa juga dia harus jadi pemimpin. Hem, tapi pinter juga sih. Masih muda seperti ini dia sudah bisa memimpin pekerja disini. Ada yang ibu ibu dan hanya aku yang muda seperti ini.