Kakiku berjalan dengan kosong tanpa alas kaki. Aku sengaja agar kulitku bisa terkena air sungai yang sangat jernih. Aliran sungai yang kecil dengan bebatuan dan juga di pinggirnya ada rerumputan yang tidak terlalu tebal. Di dalam sungai itu juga ada kerikil kecil dan sedikit juga yang besar besar. Aku masih mengawasi Dani dan juga Steven..mereka berdua bermain air dengan menciprat cipartkan kepada keduanya.
Aku terus mengawasi mereka berdua. Karena aku tidak mau Dani terjadi sesuatu yang buruk. Kulihat mereka berdua sangat bahagia sekali. Aku juga kini mencoba untuk menyebutkan kedua kakiku ke dalam aliran sungai ini. Sementara aku duduk di sebuah rumput hijau..aku mengayunkan kakiku dengan perlahan lahan. Menikmati hawa yang ada di desa ini sangat sangat nyaman sekali. Kuhirup udara segar ini. Aku juga bisa melihat pohon pohon yang tinggi menjulang. Langit yang begitu berwarna biru dnegan bentuk bentuk awan yang berbeda beda. Bukit bukit yang tinggi dan rendah benar benar suasana seperti yang pernah aku lihat di kartun kartun dan sekarang aku bisa melihat ini dengan nyata. Mataku sangat dimanjakan sekali. Beruntung sekali menjadi Steven dan juga Dani..mereka berdua sudah melihat pemandangan ini sejak lama. Sementara aku baru berumur dua puluh tahun ke atas ini baru melihat pemandangan seperti ini. Karena hidupku dulu di kota sangat sangat tidak nyaman. Aku nyaman ketika sendirian saja berada di taman kota.
Kuhembuskan nafas dengan lembut sambil terngiang wajah ayahku. Mungkinkah dia baik baik saja di penjara? Atau dia bahkan menderita. Tetapi aku juga sebenarnya ingin sekali menemui ayahku..tapi untuk saat ini mungkin akan sulit. Aku harus mempunyai uang yang banyak dulu. Aku mauli jika belum sukses di desa. Tidak mungkin aku mengunjungi ayahku di penjara sedangkan aku tidak mempunyai uang. Aku snagat berharap semoga ayah baik baik saja di penjara. Aku selalu mendoakan ayahku. Bagaimanapun juga dia adalah darah dagingku dan dia sudah merawatku sampai sebesar seperti ini. Meski masa mudaku sangat tidak layak untuk di ceritakan. Masa muda yang benar benar gelap. Masa muda sebagai seorang kupu kupu malam. Ya Tuhan itu sangat miris bagiku. Jika teringat itu. Hatiku sangat sakit sekali. Seakan ada pisau yang menusuk dada.
Tiba tiba saja aku terlintas dengan bayangan Aslan. Ya Tuhan, bahkan aku tidak sempat untuk menelfon dia. Aku kan belum punya banyak uang untuk memasang telfon di rumahku. Hem, mungkin nanti aku akan menelfon Aslan menggunakan telefon rumah milik Stella. Aku yakin dia tidak akan pelit kepadaku. Anggap saja aku telah benar menjaga Dani dengan baik.
Tiba -tiba saja aku mendengar suara tangisan Dani. Kulihat Dani memenga keningnya yang berdarah. Sementara Steven melongo melihat itu. Aku langsung saja berlari menuju Dani. Hingga celana jeans yang aku pakai basah sampai selutut.
"ya Tuhan? Kenapa bisa sampai seperti ini?" tanyaku kepada Steven yang berwajah panik.
"Dani tidak sengaja terkena batu itu," jawab Steven dengan cepat. Aku masih mendengar suara tangisan Dani.
"Ya Tuhan, ayo Dani naiklah," kataku dengan cepat.
Kini Dani ada di atas punggung Steven..ya, Steven menggendong Dani dan menaiki tanah yang lebih tinggi. Begitupun juga aku. Kini aku dan Steven sudah berada di luar sungai. Steven langsung berlari menuju ke rumah Stella.
"Ayo cepat Steven, aku takut Stella akan datang," seruku dengan keras di belakang Steven.
Aku takut sekali Stella akan memarahiku. Karena luka itu kulihat sangat banyak sekali darah yang mengucur ke wajah Dani
Setelah sampai di dapur. Steven langsung saja mencari lemari kecil dan iaembukanya..di sana ada handuk kecil dan juga sebuah botol yang berisi bubuk berwarna hijau. Aku tidak tau itu apa..mungkin semacam obat. Kini Steven langsung membawa Dani ke kamar mandi. Dan Steven mencoba untuk membersihkan terlebih dahulu kening Dani yang terluka..Dani kesakitan sementara aku terus mencoba mengatakan kepada Dani. Kalau Dani akan baik baik.saja. aku membuatkan minuman air putih untuk Dani.
Kini dengan lihainya Steven memasangkan sebuah daun dengan disini oleh obat dengan bubuk berwarna hijau itu. Dan kini di kening Dani terdapat daun yang menempel.
Dani masih menangis setelah Steven melakukan pengobatan kepada Dani. Aku berusaha untuk menangkan Dani. Aku mencoba membantu Dani untuk minum air putih.
"Tenanglah sayang, semuanya pasti akan baik baik saja," ucapku dengan lembut sambil mengelus punggung Dani yang kecil itu. Kupeluk Dani dengan hangat sambil mencium rambutnya yang sedikit basah.
"Kau bisa tolong ambilkan pakainya baru Dani, ucapku kepada Steven. Seteven langsung sigap dan dia membuka lemari di kamar Dani. Kini rintangan seteven terdapat baju kaos dan celana Dani.
Aku mencoba untuk memainkan pakaian kepada Dani.
"Nah, sekarang kau jangan menangis lagi ya. Ini sudah pasti nanti akan sembuh. Kau tidak usah khawatir dengan itu. Oke?" ucapku dengan manis kepada Dani.
Dani hanya diam takenjawab apapun .mungkin dia masih merasa kaget melihat keningnya berdarah seperti sebelumnya.
"Dani, kau tidak perlu khawatir. Lukamu itu tidak parah kok. Memang sakit dan perih sedikit tapi kalau rutin di obati pasti bisa sembuh," seru Steven dengan ramah.
"Kau tahu itu luka apa. Luka itu adalah luka keberanianmu. Karena kau tadi meloncat ke sungai dengan berani. Kau berani sekali Dani. Aku sangat bangga kepadamu. Tos dulu!" seru Steven dengan ramah sambil tos kepada Dani.
Dani tersneyum sangat manis dengan ucapan Steven. Rupanya Steven sangat lebih tau memeprlakukam anak.kecil di bandingkan diriku.
"Oh, ya mana makanannya Jihan? Kau lupa ya akan menyuapi Dani?" tanya Steven membuat aku bingung.
Ya Tuhan, ternyata aku begitu pelupa..kini aku langsung saja berdiri dan mencari roti. Sementara Dani dan juga Steven menuju ke ruang tamu.
Aku yang telah menemukan roti langsung saja menuju ke ruang tamu.
"Sini rottinya? Aku bisa makan sendiri. Aku kan sang pemberani,kata Dani dengan wajah sombong yang menggemaskan sekali.
Kini Dani langsung memakan roti itu dengan lahapnya. Aku dan Steven sampai tertawa melihat Dani yang begitu lucu saat memakan dengan rakus rotinya.
"Kalai begitu. Aku juga akan membuatkan susu untuk Dani," ucapku dengan ramah.
*Biar aku saja yang membuat saya untuk aku sendiri," usul Dani dnegan ramah.
"Oh, yayaya kalau begitu coba kau buat sendiri," kata Steven dengan wajah menantang kepada Dani
"Eh, jangan Dani. Kau kan lagi sakit. Biar aku saja ya," ucapku dnegan cepat sebelum Dani bertindak cerboh lagi di dapur.
Aku langsung saja membuatkan susu untuk Dani.