Aku mengikuti Jihan dari belakang sambil dengan sigap membawa kopernya. Aku yang berada di keramaian ini menjadi sangat sepi hatinya. Karena sebentar lagi Jihan akan segera pergi dari kota ini. Sungguh aku merasa sangat berat hatinya. Aku tidak bisa jauh dari Jihan. Tapi aku terpaksa melakukan ini agar Jihan bahagia. Aku tahu sejak dulu Jihan ingin sekali bebas dari ayahnya. Bebas dari sebuah penjara hitam yang di buat oleh ayahnya sendiri.
Suara untuk segera naik ke dalam kereta mulai terdengar. Entah kenapa aku merasa sangat lemas dan juga jantungku berdetak lebih kencang. Sungguh aku tak kuasa untuk melihat Jihan pergi. Wajah itu kini berada tepat di depanku dengan penuh ketulusan menatapku.
"Tidak menyangka kita akan berpisah secepat ini," kata Jihan dengan jelas sekali. Namun itu terdengar lirih. Apa dia juga merasakan apa yang aku rasakan. Apa Jihan juga sebenarnya tidak ingin berpisah denganku?
Aku tersenyum kepadanya dengan sesaat. Lalu memandang sekeliling.
"Ya inilah dunia. Tidak akan ada yang abadi. Dulu kita penuh dengan pengorbanan dan sekarang kita sudah bahagia. Aku bahagia melihatmu sudah lepas dari ayahmu dan kau juga bahagia kan? Maksudku tidak ada yang lama di dunia ini. Jadi ya bersikaplah biasa saja. Karena memang dunia ini bukan tempat yang abadi," ucapku dengan santai melihat wajah Jihan.
Jihan tersenyum begitu hangat mendengar perkataan ku. Seakan dia sudah tahu jika aku ini tukang sok bijak.
"Kalau begitu sampai ketemu nanti. Jika sudah ada kabar baik dariku. Aku pasti akan menelponku," kata Jihan dengan lembut.
"Jika sudah ada kabar baik kau akan menelponku? Lalu jika kau sedang dalam keadaan buruk. Kau tidak menelponku?" tanyaku dengan pura pura kesal.
"Ya, maksudku. Mungkin akan lebih baik. Aku memberi kabar kepadamu. Jika aku sudah beres dengan semua hidupku di desa," kata Jihan dengan santai.
"Hem, oke baiklah. Mungkin aku yang akan menelponku duluan," kataku dengan tertawa kecil.
Tiba-tiba saja kereta mulai penuh dan Jihan langsung saja izin untuk pergi kepadaku.
"Oke, baiklah. Aku harap kau baik-baik saja disana," ucapku lalu memeluk Jihan sesaat. Meski aku ingin sekali memeluknya dengan lama. Tapi itu semua tidak mungkin.
Kini Jihan tersenyum manis dan segera berjalan memasuki kereta. Aku dari samping melihatnya yang berjalan dengan hati hati. Kulihat di jendela itu Jihan sudah menempati duduknya. Ia duduk tepat di samping jendela. Sehingga aku yang berada di luar bisa melihatnya. Ah mungkin ini judulnya adalah perpisahan dengan sahabat. Tapi nanti aku akan menjadikan kau istriku Jihan. Ucapku dalam hati dengan penuh harap. Lambaikan tanganku membuat Jihan juga melambaikan tangan. Kini kereta mulai melaju pelan dan aku hanya bisa melihat kepergian kereta itu bersama di dalamnya seorang gadis bernama Jihan yang begitu manis. Kereta sekarang berjalan dengan cepat dan aku hanya bisa melihat benda panjang itu menjadi kecil sekali. Ku tatap itu sampai akhirnya aku tidak melihat apapun di sana. Kini sekelilingku terasa hening. Aku seperti mengambang dengan enteng sekali. Entah sekarang apa yang harus aku lakukan tanpa Jihan. Ya Tuhan. Rasanya aneh sekali hari ini.
Sampai malam aku masih berada di apartemen milikku. Maksudku apartemen yang tadinya aku beli untuk Jihan. Tapi dia ternyata menolaknya dan ya, dia hanya menginginkan tinggal di sebuah desa.
Suara teleponku berbunyi ketika aku sedang menikmati malam sendiri di rooftop melihat pemandangan kota.
Aku segera menempelkan ponselku di telinga.
"Ya Tuhan, kenapa kau tidak pulang juga sampai sekarang, Aslan? Apa kau tidak rindu dengan ibumu ini, hem?" tanya ibuku dengan suara mengomel.
Aku mendengus kesal. Kenapa aku merasa kesal ketika ibu menelponku? Eh, entahlah. Saat ini aku tidak ingin di ganggu oleh siapapun sebenarnya. Tetapi aku tidak mungkin menolak panggilan ibuku.
"Ya, maaf Bu. Besok aku akan pulang. Malam ini aku tidur di apartemen ku dulu," ucapku dengan datar.
"Bukankah urusanmu dengan gadis kupu kupu malam itu sudah selesai? Kau sekarang sudah berhasile jadi pahlawannya kan?" ledek ibuku dengan sinis.
"Bu, sudahlah jangan bilang di kupu kupu malam. Dia tidak seperti itu Bu," ucapku dengan kesal.
"Bagaimana apa kau sudah merasa puas memenjarakan walikota dan menutup club' malam itu Hem? Nanti kau akan menutup club' mana lagi Hem?" tanya ibuku dengan nada yang aku tak suka.
"Tentu saja aku bangga dengan diriku sendiri Bu. Bukan hanya Jihan yang bisa aku selamatkan. Tapi juga ada banyak gadis disana yang sudah aku selamatkan," jawabku dengan nada sombong. Sekali sekali bolehkan bersikap seperti ini dengan ibuku.
"Heh kau ini. Sudah sekarang kau pulang malam ini juga," kata ibuku dengan tegas.
"Bu, aku janji besok akan pulang ke rumah bu," kataku dengan serius kepada ibu di ujung sambungan ponsel.
"Ya, tapi kau harus berkenalan dulu ya, dengan seorang wanita nanti besok," kata ibuku dengan nada merayu.
"aduh! Kenapa sih Bu. Aku tidak usah di jodohkan seperti itu terus Bu. Aku bosan Bu. Pasti dia tidak akan lama denganku. Lagi pula aku malas sekali Bu," kataku dengan kesal.
"ya sudah yasudah. Pokoknya besok kau harus pulang titik," ibuku langsung saja menutup telponnya.
Ya Tuhan, ibu. Selalu saja seperti itu. Mengenalkan aku dengan seorang wanita dan akhirnya aku akan di jodohkan. Tetapi dari semua pilihan ibu memang tidak ada yang cocok denganku. Aku sama sekali tidak tertarik dengan mereka. Sekarang yang aku pikirkan adalah Jihan. Aku harus berpikir lebih keras supaya Jihan mau menjadi istriku. Karena aku tahu Jihan adalah seorang wanita yang sudah sekali untuk aku dapatkan. Karena Jihan adalah wanita berkelas. Dia memiliki kepribadian yang tulus dan memiliki sebuah tujuan dalam hidupnya.
Malam ini aku hanya bersama minuman dingin dengan botol yang besar namun pendek. Semacam susu yang sudah di fermentasi kan. Di temani lagi dengan lampu lampu yang terlihat kecil dari atas sini. Kota yang begitu indah. Dengan gemerlap lampu yang menyala. Aku juga bisa melihat perusahaan fashion ku sendiri dari sini. Perusahaan yang aku buat karena memang aku suka sekali dengan gaya berpakaian orang. Entah siapapun orangnya. Aku sangat suka cara orang orang memakai pakaian dengan pemikiran mereka sendiri snediri.
Jihan, andai kau saat ini bersamaku disini. Kau pasti akan sangat senang sekali melihat pemandangan kota dari sini. Pasti kau begitu cantik malam ini Jihan.
Andai saja kau juga merindukanku. Mungkin bisa jadi. Tetapi apa kau juga ingin menjadi istriku. Entahlah. Aku tidak tahu.