"Halo Dokter," sapa Naya sopan ketika melihat Arvin tengah menulis sesuatu di notanya.
Pemuda itu mengenakan kacamata dan langsung menoleh ketika mendengar suara seseorang yang dikenalnya.
"Wah Naya sudah datang?" kata Arvin terdengar antuasias, ia langsung berdiri dan berjalan ke arah Naya, sementara Kaira yang sering melihat Naya pun ikut melambaikan tangannya ke arah Naya, anggap saja itu sebagai sambutannya. Tapi ia masih berada di sofa sambil bermain boneka.
Naya tersenyum mengganguk ketika Arvin mengusap kepala anak itu lembut.
"Mau periksa hari ini kan, tapi mama Naya ke mana?" tanya Arvin ketika melihat Naya hanya datang sendiri ke ruangannya, tidak mungkin kan kalau bocah ini datang sendiri ke sana, atau mungkin mama dari Naya masih di tempat resepsionis.
"Naya hari ini sama Tante, bukan sama Mama dokter," ujar Naya menjawab. Sementara Elza sendiri mencoba untuk menarik napas tenang sebelum masuk. Begitu mendengar suara langkah dari sepatu, Arvin pun menoleh, wajahnya nampak terkejut ketika itu adalah seseorang yang sepertinya ia kenal, Sementara. Elza sendiri seolah bersikap santai.
"Selamat siang," kata Elza menyapa ramah. Belum sempat Arvin menjawab.
Tiba-tiba saja Kaira berseru girang karena melihat Elza. Elza juga terkejut karena tidak menyadari ada Kaira di sana.
"Kakak peri!" bocah perempuan itu langsung menaruh bonekanya dan langsung berlari ke arah Elza, kemudian memeluknya erat seolah melepas kerinduan yang mendalam. Elza pun berusaha untuk menguasai dirinya. Ia langsung berjongkok untuk mensejajarkan tubuhnya dengan Kaira.
Mengusap pipi gadis itu dengan lembut sambil berujar.
"Kaira masih ingat kakak?" katanya sekadar basa-basi.
Kaira pun langsung mengganguk semangat.
Sementara Arvin masih tercengang.
"Ante Elza kenal mereka?" tanya Naya ikut terkejut tapi nampak senang, Ia agak bingung ketika mendengar Kaira memanggil Elza dengan kakak peri apakah itu panggilan barunya pikirnya.
Elza pun pun mengangguk dan mengatakan bahwa mereka baru saja saling mengenal.
"Senang bertemu dengan Anda lagi, saya tidak menyangka kalau anda merupakan tante dari Naya," kata Arvin berusaha untuk menguasai situasi yang terasa canggung, padahal Kaira baru saja mengenal gadis itu tapi ia sudah sangat dekat dengannya, ia takut hal itu malah membuat Elza merasa tidak nyaman.
"Iya dokter, senang bertemu dengan anda juga, hari ini pemeriksaan rutin Naya kan? saya percayakan dia pada anda," kata Elza sopan. walau agak aneh rasanya karena bahasa mereka terlalu resmi seperti ini.
Dokter itu pun kemudian menyuruh Naya untuk berbaring di tempat yang telah disediakan, sementara Kaira sendiri sudah menarik tangan Elza, ia menyuruh Glgadis itu untuk duduk di sofa di mana ia sedang main boneka tadi.
Maksudnya ingin mengajak Elza untuk main juga. karena tak enak kalau ditolak ia pun menurut saja kemudian ikut mengambil boneka, ini tidak terlalu sulit pikirnya, hanya sekedar bermain saja sembari menunggu keponakannya untuk diperiksa, anggap saja saling jaga.
Ia cukup terkejut kemarin ketika bertemu dengan Arvin, tapi siapa yang menyangka dia akan bertemu lagi dengannya, ternyata Arvin merupakan salah satu dokter gigi tempat langganan keponakannya, dan rupanya Arvin memang penyayang karena sampai membawa anaknya ke tempat kerja seperti ini.
Saat Arvin sedang memeriksa Naya, Elza pun tidak bisa hanya diam saja, ia pun mulai bertanya pada Kaira.
Kenapa ia berada di sini atau apakah ia selalu menemani Papanya bekerja.
dan akhirnya Kaira pun menjelaskan bahwa ia hanya kadang-kadang menemani papanya bekerja kalau sang nenek sedang sibuk hingga tak bisa menemaninya.
Lalu tanpa sadar Kaira tiba-tiba menanyakan keberadaan mamanya harusnya kan mamanya yang menjaga Kaira, gadis kecil itu tersenyum lembut sama sekali tak terlihat aura kesedihan di wajahnya ketika ia bilang
"Mama sudah bahagia, Papa bilang sejak lahir ia sudah berada di tempat lain, dan Kaira tidak bisa menemuinya, dan Kaira hanya bisa mengirimkan doa saja."
Tanpa di jelaskan dengan detail sekali pun, Elza bisa memahami apa yang dimaksud oleh Kaira bahwa mamanya sudah tiada. Rasanya ia sudah bertanya hal yang keterlaluan, ia kemudian mengusap rambut Kaira pelan.
Malang sekali nasib Kaira padahal masih kecil tapi sudah ditinggal oleh mamanya, mungkin ia belum bisa merasakan kasih sayang Mama. Padahal dari raut wajahnya Kaira sama sekali tak seperti ditinggal sama mama, wajahnya selalu ceria mungkin karena didikan dari papanya, pantas saja ia menjadi pribadi yang sangat manis dan bertanggungjawab.
Siapa yang menyangka pemuda itu akan menjadi papa yang luar biasa.
Sementara itu diam-diam Arvin menoleh kepada keduanya, memerhatikan apa yang telah mereka lakukan dan bicarakan walau ia tak bisa mendengar apa yang mereka katakan. Tapi satu hal yang pasti, Kaira nampak sangat di gembira sementara Elza begitu penyayang.
"Bagaimana dengan kesehatan giginya, Dok?"
tanya Elza ketika Arvin tengah mencatat sesuatu, sementara Naya masih berada di atas bad itu.
"Giginya bagus dan sehat," katanya menjawab pertanyaan Elza.
Naya pernah mengalami sakit gigi yang cukup parah setahun yang lalu, akibat Ia yang suka sekali makan kan coklat dan permen dan hanya sikat gigi ketika diingatkan, kalau tidak ya takkan mau lakukannya.
Karena itulah Naya yang sama sekali tak bisa menjaga giginya akhirnya pun sakit, ia bahkan sampai libur seminggu dari sekolahnya karena hal itu.
Sakit giginya semakin diperparah karena dia enggan pergi ke dokter gigi. Tapi beruntung ia menemukan dokter muda bernama Arvin ini.
Sejak saat itulah ia sering pergi ke dokter gigi agar kejadian serupa tak terulang lagi, Naya cukup merasa kapok ya tak akan mengulanginya lagi. Lagipula Dokter giginya sama sekali tak seram, malah sangat baik. Ia bisa membuat siapa pun betah berbicara lama dengannya. Bahkan ketika orang itu malas untuk diajak bicara.
Arvin kemudian mengatakan beberapa hal soal kesehatan gigi Naya, dan Elza pun mendengarkan dengan seksama. Sesi itu sekitar lima belas menit, ketika Naya sudah bangkit untuk pamitan, Elza pun sampai lupa dan ikut berdiri juga, tapi Kaira memegang bajunya, menariknya untuk duduk kembali.
"Kenapa gadis manis?" tanya Elza.
Kai pun masih mengengam erat baju Elza.
"Kakak peri mau ke mana?" tanyanya terdengar lesu. Baru kali ini ia melihat tampang gadis kecil itu seperti sekarang. Tidak mungkin kan dia sedih karena Elza mau pergi.
"Kakak harus kembali ke rumah, sama Naya," ujarnya menjelaskan.
"Tapi Kaira masih mau main," katanya sambil cemberut.
Mendengar penuturan Kaira membuat Elza jadi tak tahu harus berbuat apa kalau begini ceritanya. Ia jadi serba salah.
Mengetahui kecanggungan Elza dan ikut merasa tak enak juga karena Kaira bertingkah seperti itu tiba-tiba. Arvin pun mendekati putrinya dan langsung jongkok.
"Kaira tidak boleh begitu ya, kan kasihan kakak perinya mau pulang juga."