Chereads / My Chance / Chapter 10 - Risau

Chapter 10 - Risau

Azri kembali menelepon pada malamnya ia ingin mendengar suara gadis itu sekaligus menanyakan perihal pria yang dibilang oleh Zara tadi siang.

"Kenapa?" tanya Elza merasa bingung sebab Azri malah menelepon tiba-tiba.

"Kangen," ujar Azri terang-terangan namun Elza sama sekali tak merasa malu, sebab berpikir Azri hanya main-main saja.

"Makanannya cepetan pulang," sahut Elza.

"Za."

"Apa sih Azri, ngantuk nih aku," ujar Elza karena Azri dari tadi kebanyakan manggil tapi tak bilang apa-apa.

"Kamu lagi dekat sama cowok ya?" tanya Azri hati-hati setengah terdengar menebak.

"Cowok?" Kening Elza berkerut, memangnya siapa cowok yang dekat dengannya, lagipula satu-satunya cowok yang dekat dengannya hanya Azri perasaan.

"Enggak ada tuh."

"Kakakmu bilang tadi siang kamu dekat dengan cowok tuh," ujar Azri memancing.

Saat dibilang begitu ia ingat dengan seseorang.

"Oh, itu maksudnya."

"Iya? Bagaimana?"

Gadis itu awalnya tiduran saja Kemudian ia segera bangkit dan dan melihat ke arah lain. duduk dengan sebelah tangan memegang ponselnya.

"Kamu ingat nggak dengan ceritaku tentang cinta pertama yang pernah kau tanyakan? Itu waktu aku SMP," ujar Elza.

Tentu saja Azri ingat karena ia lah yang menanyakannya, Yang pasti, satu-satunya pria yang pernah gadis itu ceritakan adalah dia. Ia tidak begitu masalah dengan hal tersebut lagipula setiap orang pasti punya cinta pertama.

"Lalu?"

"Aku bertemu dengannya lagi dan sepertinya cowok yang dibilang kakakku maksudnya itu dia."

Ada debaran tak wajar dalam diri Azri sekarang.

yang barusan Elza kata-kata adalah pengakuan yang sangat mengejutkan sekaligus terdengar mustahil.

"Bagaimana caranya kalian bisa bertemu?"

Elza pun akhirnya menceritakan semuanya dari awal runtutan peristiwa yang berawal dari teman berujung ke ke pelaminan.

Ia yang mendengarnya pun sampai tak bisa berkata-kata.

Ceritanya terdengar seperti drama, namun itu benar-benar nyata.

"Kamu masih suka dia?" tanya Azri terang-terangan. Ia ingin tahu bagaimana perasaan Elza sekarang, saat menunggu hal semacam inilah yang membuatnya deg-degan.

"Aku enggak tahu, tapi rasanya aneh saat ketemu sama dia."

Ada jeda keheningan lama, banyak hal bercokol dalam kepalanya sekarang, Azri tidak tahu harus mengatakan hal apa lagi.

"Kenapa tiba-tiba nanya?"

"Gak papa, kamu udah ngantuk berat ya? suaramu beda."

"Dah tau masih nanya, sekarang sudah jam setengah 12 malam loh ."

Azri mengecek jamnya, benar juga ia lupa, perasannya tadi kalau di Indonesia masih jam 9 malam.

"Hehe, maaf ya, good night Elza," katanya dan tak terdengar suara apa pun lagi sebab bisa dipastikan gadis itu sudah jatuh tertidur.

***

Malam ini Arvin tengah memasak nasi goreng sebab Kaira request ingin makan itu.

Mengurus Kaira sendirian memang cukup melelahkan baginya, namun ia tak mau menyewa baby sitter. Dulu pernah awal-awal. Saat Kaira masih bayi, sebab ia masih belum bisa mengurus bayi, lalu yang membantunya ada Nek Tinah, beliau sudah tiga tahun kerja dengan Arvin, tugasnya sebagai art, mulai bekerja dari jam delapan pagi sampai empat sore. Umurnya 60 tahun namun masih gesit bekerja.

Arvin memperkenalkanya karena kasihan sebab dia tinggal bertiga saja dengan suaminya dan cucunya.

Cucunya seorang laki-laki baru masuk SMP, kedua orang tua dari cucunya pergi entah ke mana, menitipkan bocah itu saat masih berusia lima tahun, lalu keduanya tak pernah kembali lagi jadi ia pun menghidupinya dengan segala kemampuannya dan suaminya menderita lumpuh di kedua hingga tidak bisa ke mana-mana. Yang bisa ia lakukan adalah membuat kerajinan dari anyaman, yang biasa dijual oleh cucunya saat hari pasar, lumayanlah untuk tambah-tambah.

Dan Nek Tinah sendiri sebenarnya sebelum ini bekerja sebagai pencari barang rongsok. Ia bertemu dengan Arvin dalam perjalanan pulang di salah satu rumah ibadah dan saat itulah Arvin berpikir bisa memperkerjakannya di rumah terlebih ia orang baik.

Beruntung juga ia memiliki cucu yang rajin. Dia sering datang saat akhir pekan untuk membantu membersihkan halaman dan membantu merawat taman milik Arvin.

Jika ada saatnya Arvin sibuk bukan main, maka Kaira akan ia titipkan pada Nek Tinah.

Hanya Nek Tinah lah tempatnya sering bercerita.

Ayah sudah melepas hubungan dengan Arvin sebab berpikir Arvin sudah membuat nama keluarga hancur. Ia marah besar saat tahu Arvin punya anak diluar nikah, belum lagi itu bukan anak dari pacarnya melainkan selingkuhan. Jadi ia ingin Arvin menanggung sendiri hal yang sudah berani ia perbuat, jangan mengadu padanya, toh pria itu sudah dewasa, tahu mana yang baik dan mana yang buruk.

Dan Arvin hanya mengucapkan kata maaf berkali-kali.

Hanya mamanya yang kadang-kadang masih berkomunikasi. Ia kadang meminta untuk video call, walau belum pernah bertemu langsung dengan cucunya, dan ini sudah lima tahun, hanya melihatnya dari ponsel. Sambil menunggu hati suaminya melunak.

Putranya memang salah, tapi tidak bisa ia hakimi begitu saja, anak itu telah berani untuk bertanggung jawab seorang diri.

Tak lama, nasi goreng itu pun masak, Kaira menatapnya dengan riang. Rasa masakan papanya memang tak seenak Nek Tinah, tapi ia tetap menyukainya.

"Enak Pa!" seru Kaira senang.

Hanya dengan melihat senyum di wajah Kaira saja sudah membuat hati Arvin senang bukan main. Rasa lelah seakan terbayarkan langsung saat itu juga.

Anak itu makan dengan lahap.

Saat membuka mata tadi, yang pertama kali ditanyakanya adalah kakak peri, ia ingat berada dalam pangkuan Elza.

Dan yang bisa Arvin lakukan adalah memberikan pengertian secara baik. Kalau Elza juga harus pulang ke rumahnya, tidak bisa main dengan Kaira terus.

Namun gadis itu mendesak agar bisa bermain lagi esoknya, dan Arvin hanya bilang semoga saja Elza tidak sibuk.

Mau bagaimana pun juga ia tak bisa pura-pura tak tahu. Kalau sebenarnya Kaira butuh sosok seorang ibu.

Hari-harinya mungkin terasa sepi, dia belum sekolah, masih belajar di rumah saja dengan Arvin. Rencananya sekitar enam bulan lagi untuk masuk ke TK.

Ia tak bisa membuatnya untuk tetap diam di rumah terus-menerus.

Mungkin Kaira butuh teman. Teman sebaya akan membantunya berkembang ia juga butuh bermain.

Permainan mengasah otak, belajar dan bernyanyi.

Rasanya baru kemarin ia menggendongnya dalam kain bedong, tahu-tahu sekarang sudah mau sekolah saja, secepat itulah kira-kira waktu berjalan.

Untungnya selama ini Kaira tak sekali pun rewel. Ia baru rewel beberapa hari ini sebab ada hal yang ia inginkan namun belum dituruti oleh orang Arvin.

Itu tentang Elza, tidak mudah untuk melakukannya. Dia ingin Elza jadi mamanya.

Untuk pertama kalinya ia bingung harus bersikap seperti apa kalau sudah begini.

Ia saja baru bertemu lagi dengan Elza beberapa waktu yang lalu.