Ada beberapa fakta yang mungkin membuat merasa telah benar-benar menjadi dewasa yaitu pertanyaan "Kapan nikah?"
Elza tersenyum kikuk ketika ditanya seperti itu. Rasanya setiap bertemu dengan orang-orang pertanyaan hanya satu hal itu saja.
Hei bung, apa tidak ada pertanyaan lain, semacam mau ku traktir makan? atau sudahkah kau buang air besar hari ini? itu pertanyaan penting sebenarnya.
Jadi bisa dibilang ia benci keramaian yang memuakkan.
Sayangnya hal itu tak bisa dihindari hari ini, ia sekarang sedang menghadiri acara pesta, ia tentu saja hadir, bersama keponakannya Naya dan kakaknya Zara.
Saat beberapa acara berlangsung, sebenarnya sudah ada yang melirik ke arahnya, namun gadis itu sama sekali tak sadar, yang sadar malah Zara.
Ia menatap adiknya nampak biasa saja, andai Elza mau, mungkin jodohnya ada di antara orang-orang ini.
Gadis itu tampil elegan walau tanpa pasangan sayang sekali.
Biasanya sebelum ini ada Azri yang menemaninya, meski bukan pacar. Mereka berteman baik semenjak kuliah, walau tak berada dalam satu jurusan yang sama.
Salah satu organisasi kampus mengenalkan keduanya.
Empat tahun waktu yang cukup untuk membuat mereka dekat.
Bahkan sang kakak Zara pun agak gregetan ketika melihat mereka tak memiliki hubungan apa-apa.
Meski memang Azri juga agak populer.
Saat ia tanyai Elza, ia bilang mungkin Azri punya seseorang, hanya saja belum punya waktu untuk menjalin hubungan serius.
Tapi sekarang, Azri sudah pergi jauh, melanjutkan S2nya, jadi ia harus pergi sendiri kalau ada acara pernikahan dan harus terima ketika ditanya kapan nikah.
Setelah melimpir dari acara foto dan salaman, ia kemudian memilih untuk duduk di salah satu kursi tamu. Menikmati es krim dan beberapa cemilan sampai ponselnya berdering.
Itu Azri, sedang menghubungi dengan video call.
"Lah, tumben amat malah video call," gumam Elza pun akhirnya mengangkatnya juga.
Seraut wajah teduh dan senyum sumringah timbul dengan lambaian tangan santai.
"Wah, hai Za! Cantik sekali, kau sedang ke acara nikahan ya? Sama siapa? Angin?" kata Azri terdengar bergurau, suaranya lantang dengan latar belakang agak gelap, mungkin sedang berada di luar rumah sekarang.
Sialan, ingin Elza berkata demikian, jika yang Azri lakukan hanya untuk mengejeknya tak akan ia angkat panggilan itu, tapi ia tak bisa melakukannya, Azri cukup sibuk, melewatkan panggilan darinya agak keterlaluan.
"Enggak, kali ini aku bareng Kak Zara sama Naya," sahutnya membenarkan poninya yang mengenai matanya.
"Kau lagi di mana? kok gelap? jangan bilang lagi sama bule cewek ya?" tanya Elza dengan tatapan menyelidik, meski hanya bercanda tentu saja. Mendengarnya hanya membuat Azri tertawa, bahkan tanpa disuruh pun temannya langsung menunjukkan diri, ia melambaikan tangan dari samping Azri, seraya menyapa halo dengan sopan.
Dari tadi ia benar-benar tak sabar untuk nimbrung. Penasaran dengan gadis yang ingin di lamar oleh Azri.
"Kamu Elza kan? Si Azri sering cerita soal kamu, oh iya aku Juna, temen satu apartemennya, tenang kok si Azri anak baik, dia gak main cewek," kekehnya sambil melirik Azri yang seperti tengah mengodenya, berharap temannya itu tak bilang macam-macam.
"Tapi dia mainnya sama cowok, ups!"
"Woi, gulma!" jerit Azri terlihat dari kameranya ponselnya yang bergetar agaknya ia tengah melempar temannya itu dengan sendal karena sudah bicara yang bukan-bukan. Sementara Elza cekikikan melihat tingkah mereka.
"Maaf ya Za, dia agak rusuh," bisik Azri kemudian kembali bicara dengan temannya itu.
Sejak dulu Azri memang bisa mengembalikan moodnya secara tak langsung.
"Enggak apa-apa, aku seneng kamu hubungin, ah gila, ibu-ibu di sini pada nanyain kapan nikah mulu, pusing aku," ujarnya mengeluh sambil seolah memijit kepalanya.
"Ya udah, jawab aja, tunggu aku pulang," kata Azri bercanda. Walau dalam hati ia benar-benar mengatakan itu.
"Wah, ide bagus tuh, nanti aku coba deh," sahut Elza santai, lalu teringat sesuatu.
"Eh, jangan deh, entar kamu susah dapet jodoh, pasti di sana ada yang naksir kamu tuh," katanya lagi sambil menatap seolah serius.
Ingin sekali Azri balas, kamu juga banyak yang naksir, termasuk aku, tapi kamunya saja yang tidak sadar.
"Biasa saja, kan tujuanku ke sini bukan nyari jodoh, ngomong-ngomong kakakmu di mana? mau nyapa nih," katanya lagi.
Elza pun melirik ke sekeliling, mencari keberadaan kakaknya, tak sulit untuk mencarinya karena ia memakai baju yang cukup mencolok, warna maroon, sama dengannya, ia terdiam ketika matanya menangkap sesuatu yang tak asing.
Seorang pria tengah bicara dengan kakaknya, lalu setengah berteriak, seorang gadis memanggil Elza dengan ceria, tangannya melambai, memanggilnya untuk mendekat. Senyumnya manis sekali.
"Kakak peri?!"
Bersamaan dengan itu, Arvin dan kakak perempuannya pun ikut menoleh.
"Bercanda kan?" lirih Elza dengan perasaan tak karuan. Sementara ia bahkan sampai tak menyahut ketika Azri menanyakan ada apa sebab ia bisa melihat wajah Elza langsung menegang.