Chereads / mata ketiga / Chapter 10 - Ban 10

Chapter 10 - Ban 10

Aku tidak bisa tidur aku memikirkan besok akan seperti apa, tapi aku harus siap bagaimanapun hasilnya besok aku harus siap. Alarm berbunyi ternyata sudah pagi seperti biasa aku berisap untuk pergi sekolah. Sesampainya di sekolah aku langsung pergi ke toilet sekolah siapa tahu hantu perempuan itu ada, lama aku menunggu hantu itu tidak kunjung datang, aku pergi ke kelas saja.

"Kok kamu baru datang Nin?" tanya Sara.

"Enggak kok aku sudah dari toilet dulu," jawabku.

"Bagaimana dengan keluarga Kak Ardi mereka mau membantu?," tanya Ana.

"Iya kata Ayahku nanti sepulang sekolah kita akan pergi untuk menyelesaikan masalahku," jawabku.

"Kita boleh ikut enggak?" tanya Sara.

"Sebaiknya jangan kalau kalian ikut takutnya nanti membahayakan kalian," ujarku.

"Tapi kita ingin bantu kamu Nin," ujar Ana.

"Aku senang kalian selalu mau membantuku tapi kali ini kalian jangan ikut ya karena takut berbahaya untuk kalian," jawabku.

"Ya sudah tapi kamu harus selalu memberitahu kita kalau ada yang terjadi ya," pinta Sara.

"Oke," jawabku.

Setelah pulang sekolah aku di telepon Ayahku untuk menyusul pergi ke rumah Pak Ustaz, sesampainya di sana sudah ada Ayah dan Orang tua Kak Ardi, mereka memberitahuku rencana apa yang akan di lakukan. Rencananya jam 7 malam nanti kami akan pergi ke makan Kak Ardi, karena sesuai cerita dari Penjaga makan selalu ada kepulan asap dari makam Kak Ardi saat malam dan Pak Ustaz menyarankan untuk memulai dari sana.

"Terus bagaimana dengan Mamah dan Adik?" tanyaku.

"Kamu jangan khawatir mereka akan menunggu di rumah Nenek," ujar Ayah.

"Terus kita tidak pulang dulu?" tanyaku.

"Sebaiknya kita di sini saja kalau pulang takutnya ada gangguan yang buat kita susah untuk pergi," ujar Ayah.

"Baik kalau begitu," jawabku.

"Ini Ayah sudah belikan kamu nasi bungkus kamu makan saja dulu kamu pasti lapar," ujar Ayah.

"Iya Ayah," jawabku.

Sementara Orang dewasa masih berunding aku makan saja di teras rumah Pak Ustaz, setelah makan aku mengantuk. Tidak lama kemudian aku di bangunkan oleh Ayah ternyata aku ketiduran di teras, sekarang sudah jam setengah 7 padahal aku merasa baru 5 menit aku tidur. Kami semua bersiap untuk pergi ke makam tidak lupa kami berdoa terlebih dahulu agar di jauhkan dari bahaya.

"Kita pergi sekarang jangan lupa terus berdoa dan jangan sampai pisah," ujar Pak Ustaz.

"Iya Pak," jawab Ayah.

"Neng Nina jangan takut kita semua akan membantu," ujar Pak Ustaz.

"Iya terima kasih kalian telah mau membantu saya," jawabku.

"Iya sekarang kita berangkat," ujar Pak Ustaz sambil menaiki motor.

Sesampainya di sana kami langsung menuju makam Kak Ardi, Penjaga bertanya ada apa kemari setelah melihatku dia mengerti dan malah membantuku. Saat Pak Ustaz berdoa, benar saja dari malam muncul kepulan asap dan tiba-tiba muncul Kak Ardi, kami langsung berdoa, kemudian Orang tua Kak Ardi mencoba untuk berbicara dengannya mereka menyuruh untuk tidak menggangguku lagi.

"Nak, sudahi semua ini jangan kamu mengganggu anak ini lagi," ujar Ibu Kak Ardi.

"Pergilah dengan tenang," pinta Ayahnya.

"Maafkan aku jika aku telah berbuat salah Kak Ardi," pintaku.

"Aku belum ingin mati! Kamu yang membuatku mati!" ujarnya.

"Kamu jangan menjadi Setan Ardi pergilah dengan tenang kami akan selalu mendoakanmu," ujar Pak Ustaz.

"Tidak aku akan membuat dia mati!" ujarnya.

"Jangan Nak kamu Anak baik kamu tidak akan melakukan itu," ujar Ibunya.

Tiba-tiba angin bertiup sangat kencang bahkan aku hampir terkena pohon yang tumbang, tanah bergetar dan makamnya terbuka seperti ingin melahapku. Aku berdoa semampuku, Ayahku memelukku dan menahanku agar tidak terperosok ke dalam makam tapi tetap saja aku terperosok, saat aku merangkak naik ke atas tiba-tiba tanah makam itu longsor dan menutupi tubuhku hanya menyisakan kepala aku terperangkap di makam itu dan tidak bisa keluar.

"Ayah tolong aku ... " pintaku.

"Tolong Anak saya, tolong gali ini," pinta Ayah.

"Saya akan mengambil cangkul," ujar penjaga.

"Terus berdoa, hentikan ini Nak Ardi jangan menjadi setan," pinta Pak Ustaz.

"Ini Pak cangkulnya." Penjaga menyodorkan cangkul.

"Iya terima kasih." Ayah langsung mengambil cangkulnya.

"Cepat Aku sudah mulai susah bernafas," ujarku.

Pak Ustaz mencoba menolongku dengan menenangkan Kak Ardi, Pak Ustaz menyuruhnya untuk mengikhlaskan kematiannya dan pergi dengan tenang namun dia malah semakin marah sampai muncul petir dan menyambar pohon dan hampir menimpaku. Ayahku semakin khawatir karena aku mulai lemas dan hampir tak sadarkan diri, Orang tua Kak Ardi mencoba meluluhkan hatinya mereka menghampirinya yang sedang diselimuti amarah yang memuncak.

"Ardi ... Sayang sudah Nak sudahi semua ini," pinta Ibunya.

"Tidak Bu aku harus balas dendam," jawabnya.

"Kamu Anak baik jangan lakukan ini, kami menyayangimu," ujar Ayahnya.

"Gara-gara dia aku berpisah dengan kalian aku belum mau mati Bu," ujarnya.

"Bukan Nak ini semua takdir kamu harus bisa menerimanya," ujar Ibunya sambil memeluknya.

Seketika itu dia mulai melunak dan memeluk keluarganya sambil menangis angin yang tadinya kencang tiba-tiba berhenti dan tanah yang mengimpitku tiba-tiba mulai melonggar dan aku mulai bisa bernafas, seketika itu Ayahku langsung menggali tanah dan mengeluarkanku, saat kami melihat Kak Ardi sudah tidak terlihat marah pakaiannya berubah menjadi serba putih badannya memancarkan cahaya dia meminta maaf ke padaku dan tiba-tiba cahayanya makin terang dan dia menghilang namun tiba-tiba aku pingsan karena kepalaku sangat pusing.

"Aku di mana?" tanyaku.

"Kamu ada di rumah Nin," jawab Mamah.

"Kenapa Aku ada di rumah Mah?" tanyaku.

"Tadi kamu pingsan Ayah dan Pak Ustaz langsung membawa kamu pulang," jawab Mamah.

"Bagaimana dengan Kak Ardi?" tanyaku.

"Sekarang dia tidak akan mengganggu kamu lagi dia sudah pergi dengan tenang," jawab Ayah.

"Ayah yakin dia sudah pergi?" tanyaku.

"Neng Nina jangan Khawatir semuanya sudah berakhir," jawab Pak Ustaz.

"Terima kasih kalian sudah menolongku." Ujarku sambil menangis karena terharu.

"Iya sekarang kamu ganti baju dan pergi istirahat ya," pinta Mamah.

Aku langsung pergi ke kamar di temani Adikku. Saat aku sedang istirahat Adikku berbicara sendiri saat aku lihat dia berada di depan cermin saat aku tanya dia bilang ada temanku di dalam cermin, saat aku lihat tidak ada apa pun aku mengajak Adikku untuk tidur. Saat kami tidur ada suara seperti membuka lemari saat aku lihat tidak ada siapa pun saat aku mencoba untuk tidur kembali ada suara orang menggerakkan kursi saat aku lihat ada Perempuan sedang duduk dan menyisir rambutnya dan dia memakai seragam SMA.

"Siapa kamu?" tanyaku.

"Tolong aku," jawabnya lirih.

"Kamu minta tolong apa?" tanyaku.

"Aku dibunuh di sana," jawabnya.

"Di sana, maksudmu di sekolah?" tanyaku.

"Iya," jawabnya.

"Siapa yang membunuhmu?" tanyaku.

"Dia ada di sekolah," jawabnya.

"Maksudmu pembunuhmu ada di lingkungan sekolah?" tanyaku, dia mengangguk.

"Baiklah aku akan menolongmu, tapi kamu tidak boleh mengganggu Adikku lagi," ujarku, dia mengangguk.

Tiba-tiba dia menghilang dan sisir jatuh ke tanah, dan aku tidur kembali. Keesokannya saat aku di sekolah aku mencoba mencari tahu apa yang terjadi, aku pergi ke toilet tempat aku pertama kali melihatnya. Aku merasa ada sesuatu di toilet itu saat aku hendak keluar ada Hantu itu di dalam cermin dia menunjuk ke arah toilet itu, saat aku buka toilet itu tiba-tiba darah muncul dari tembok itu . Aku menceritakannya kepada kedua sahabatku dan mereka memutuskan untuk menolongku.