Saat aku hendak tidur aku ke pikiran dengan Hantu yang di lihat Adikku, besok aku akan beritahu Mamah agar Mamah menjaga Adikku dari Hantu itu tiba-tiba terdengar suara cakaran dari jendela aku pikir itu kucing tapi semakin aku dengar suara cakarannya seperti dilakukan oleh makhluk besar, aku tidak melihatnya karena takut aku hanya berdoa dan tidur keesokannya sebelum aku mandi aku memberitahu Mamah tentang yang di lihat Adikku.
"Mah lihat," Ujarku sambil menyodorkan gambar itu.
"Ini gambar apa?" tanya Mamah.
"Ini Adek yang gambar Mah," jawabku.
"Kenapa dia gambar ini?" tanya Mamah.
"Kemarin dia melihat ini, ini di pohon yang di seberang jalan itu Mah yang katanya banyak penampakan," jawabku.
"Dia melihatnya dengan siap?" tanya Mamah.
"Katanya dia melihat itu saat sedang main dengan temannya," jawabku.
"Aduh Mamah jadi takut," ujar Mamah.
"Mamah enggak usah takut sekarang kalau Adek main di luar Mamah harus terus pantau dia takutnya dia diganggu oleh Hantu itu," ujarku.
"Iya sekarang kamu siap-siap saja sudah jam setengah 7 nanti kamu kesiangan," ujar Mamah.
Aku berangkat sekolah lagi-lagi aku hari ini tidak sarapan karena sudah siang takutnya aku kesiangan, sampai di sekolah ternyata Ana dan Sara tidak ada di kelas padahal aku ingin membicarakan surat yang aku temukan semalam. Karena lapar aku pergi ke kanti mumpung bel masuk belum bunyi ternyata mereka ada di kantin, aku membeli roti dan langsung duduk dengan mereka.
"Lihat ini," Aku memperlihatkan surat itu.
"Apa ini?" tanya Ana.
"Ini surat Hantu itu," jawabku.
"Kok bisa Hantu bikin surat," ujar Ana sambil tertawa.
"Ih aku enggak bercanda, ini benar surat dari Hantu itu dia minta aku untuk memberikan kepada Neneknya," ujarku.
"Terus kapan kamu akan memberikan surat itu?" tanya Ana.
"Nanti sepulang sekolah," jawabku.
"Kita ikut ya," pinta Ana.
"Oke," jawabku.
Saat kami sedang makan datang Pak Rijal dia tapi saat melihat kami dia memilih balik lagi, aku semakin curiga karena dia seperti menghindari kami setelah kami menanyakan soal perempuan bernama Devita. Aku mulai melihat akun sosial medianya ternyata benar banyak fotonya dengan Hantu itu saat masih hidup, bel masuk berbunyi kami bergegas masuk kelas.
"Anak-anak kumpulkan tugas yang kemarin," perintah Bu Guru.
"Sekarang kalian kerjakan halaman 67 sampai 80 di tulis dan di isi setelah selesai kumpulan ke meja ibu," ujar Bu Guru.
"Akhirnya kita bisa mengobrol kalau tidak ada Guru," ujar Ana.
"Tetap saja kita mengerjakan tugas," ujar Sara.
"setidaknya kita bisa sambil satai," ujar Ana sangat senang.
"Aku tidak bisa fokus aku terus memikirkan bagaimana cara agar pembunuhan itu terungkap" ujarku.
"Nanti kamu saja yang mengumpulkan ke maja Bu Guru ya Nin," ujar Ana.
"Oke," jawabku.
Setelah semua selesai mengerjakan tugas aku ke Ruang guru untuk mengumpulkan tugas kami. Saat aku sedang berjalan dari jauh aku melihat Pak Rijal sedang berdiri dan terlihat menatap toilet perempuan. Saat aku menghampirinya dia kaget dan bergegas pergi dengan terburu-buru, aku melihat ke arah toilet tidak ada siapa-siapa lalu aku pergi ke Kantor Guru untuk menyerahkan tugas kelasku.
"Permisi Bu saya mau mengumpulkan tugas," ujarku.
"Oh ya simpan saja di meja ibu Nin," ujar Bu Guru.
"Baik Bu," Bawabku sambil meletakan buku-buku itu, kemudian aku pergi ke perpustakaan.
"Permisi Pak saya mau berbicara," ujarku.
"Mau bicara apa?" tanyanya ketus.
"Bapak kenalkan dengan Perempuan bernama Devita?" tanyaku.
"Iya saya kenal terus apa urusannya dengan kamu?" dia balik bertanya.
"Berarti Bapak tahu ke mana dia menghilang," ujarku.
"Apa maksud tuduhan kamu itu?" tanyanya.
"Saya tidak menuduh, kemarin saya ke rumah keluarganya dan kata Neneknya Perempuan bernama Devita itu sudah lama pergi dari rumah dan tidak pulang," ujarku.
"Kamu jangan asal menuduh orang ya," ujarnya dengan nada tinggi.
Hantu itu berdiri di belakang Pak Rijal dan mungkin dia merasakan ada seseorang karena dia terlihat gelisah, Hantu itu menyentuh pundak Pak Rijal tapi hanya aku yang bisa melihatnya, lampu tiba-tiba menyala dan padam terus berulang seperti itu sampai akhirnya lampu itu meledak rak buku bergerak-gerak seperti ada yang menggerakkan, Pak Rijal terlihat panik dia melihat sekeliling perpustakaan.
"Aku tidak sengaja! Jangan ganggu aku," teriaknya.
"Bapak bicara dengan siapa?" tanyaku.
"Aku berjanji akan mengurusmu dengan layak," ujarnya.
"Bapak bicara apa?" tanyaku.
"Berhenti menggangguku!" teriaknya.
"Bapak kan yang membunuhnya?" tanyaku.
"Jangan asal bicara kamu," jawabnya.
"Terus Bapak ketakutan oleh siapa?" tanyaku.
"Kamu jangan ikut campur ini bukan urusan kamu," jawabnya dan langsung pergi.
Saat aku hendak pergi aku melihat ada bayangan perempuan melewatiku, saat aku mengikutinya tidak ada siapa pun aku langsung pergi ke kelas. Aku menceritakan kejadian tadi kepada Ana dan Sara dan aku yakin kalau pembunuhnya itu adalah Pak Rijal hanya saja kita harus mencari bukti yang sangat kuat agar dia mengakuinya. Kami membuat rencana agar Pak Rijal mengakuinya.
"Nanti sepulang sekolah kita cegat dia dan kita interogasi dia" ujarku.
"Bagaimana kalau ketahuan Guru?" tanya Sara.
"Tidak akan kita interogasi saja di perpustakaan jadi tidak akan ada yang curiga," jawabku.
"Kamu suguh-sungguh Nin?" tanya Ana.
"Iya kalau kita tidak bertindak, kita tidak akan pernah tahu siapa pembunuhnya," jawabku.
"Terus bagaimana dengan surat itu?" tanya Sara.
"Aku akan kasih surat ini setelah masalah ini selesai," jawabku.
"Baiklah," ujar Sara.
Saat bel pulang sekolah kami langsung pergi ke perpustakaan menemui Pak Rijal kami mengajukan beberapa pertanyaan dan bukti tapi tetap saja dia mengelak bahkan saat kami terus mendesaknya dia menjadi sangat marah dan akan mencelakai kami. Dia mengangkat kursi dan akan menghantamkannya kepada kami tapi tiba-tiba dia ketakutan seperti ada yang berbicara padanya.
"Hentikan jangan ganggu aku lagi!" teriaknya.
"Bapak bicara dengan siapa?" tanya Sara.
"Aku tidak sengaja! Jangan! Jangan!" teriaknya, tiba-tiba Ana kesurupan.
"Kamu telah membunuhku!" Ujarnya sambil mencekik Pak Rijal.
"Aku tidak sengaja! Jangan! Jangan!" Teriaknya.
"Kamu harus mengakunya kepada Polisi!" ujar Ana.
"Lepaskan aku!" Teriak Pak Rijal.
"Ana sadar," ujarku.
"Lepaskan Pak Rijal Ana," ujar Sara.
Aku dan Sara mencoba melepaskan tangan Ana dari leher Pak Rijal saat terlepas rak buku bergerak, buku-buku berjatuhan. Saat kami akan keluar pintu terkunci, muncul sosok Hantu itu dan kami semua dapat melihatnya dia terlihat sangat marah dan ingin menyerang Pak Rijal.
"Akan kubunuh kau," ujarnya.
"Sudah bapak mengaku saja ke kepada Polisi," ujarku.
"Diam kamu!" Sambil memukul kepalaku dengan vas bunga.
"Aduh sakit," teriakku.
"Apa yang bapak lakukan, kami akan melapor kepada Polisi," ujar Ana.
"Akan kubunuh kalian!" Teriak Pak Rijal.
"Tolong! Tolong!" Teriak Ana sambil mencoba membuka pintu.