Aku pergi ke kamar dengan di antar Adikku, saat masuk kamar aku mendengar seperti ada orang yang memutar lagu, aku tanya apa Adikku mendengarnya atau tidak. Ternyata Adikku tidak mendengarnya, aku mendengarkan lagu itu secara saksama ternyata itu lagu Lingsir wengi. Badanku langsung merinding aku mengintip dari jendela, aku melihat Kak Kemala sedang di kamarnya karena jendela kamarnya terbuka, dia sedang bercermin sambil menyisir.
"Kakak kenapa?" tanya Adikku.
"Lihat itu," jawabku.
"Lihat apa?" tanya Adik.
"Lihat Kak Kemala," jawabku.
"Memangnya kenapa dengan Kak Kemala?" tanyanya.
"Perilakunya sangat aneh, Kakak takut," jawabku.
"Kalau begitu tutup saja jendelanya," ujarnya.
Aku menutup jendela kamarku agar tidak melihat Kak Kemala, tapi lagu itu masih terdengar. Karena takut aku langsung bergegas berpakaian dan pergi ke ruang makan dengan Adikku, sampai di meja makan, Adikku memberitahu Orang tua kami apa yang terjadi tadi. Tapi mereka tidak menghiraukannya, karena menurut mereka tidak ada yang aneh dengan Kak Kemala.
"Mah tadi Kakak takut sama Kak Kemala," ujar Adik.
"Takut kenapa?" tanya Mamah.
"Katanya perilakunya aneh jadi Kakak takut," jawab Adik
"Benar begitu Nin?" tanya Mamah.
"Bukan Mah tadi aku mendengar suara Lingsir Wengi jadi agak takut, lagu itu kan seram," jawabku.
"Tadi Kakak enggak bilang begitu," ujar Adik.
"Iya kok takut lagunya," jawabku.
"Sudah-sudah jangan ribut, cepat habiskan makanan kalian," ujar Ayah.
Kami segera menghabiskan makanan kami, setelah selesai seperti biasa aku membantu membereskan meja makan. Setelah selesai aku langsung ke kamar karena ada tugas sekolah, karena tugasnya banyak aku sampai kecepekan jadi aku memutuskan untuk istirahat sebentar. Ternyata aku ketiduran, saat bangun ternyata sudah jam 10 malam, Adikku ternyata tidur dengan Orang tuaku.
"Nin ke sini sebentar," suara Mamah.
"Iya Mah," jawabku.
"ke sini di dapur," ujarnya, saat aku ke dapur tidak ada siapa pun.
"Mah ada di mana?" tanyaku.
"Di sini," suara bisikan.
"Siapa itu?" tanyaku.
Keran air tiba-tiba menyala, karena takut aku langsung lari. Tapi kakiku seperti ada yang menahan hingga aku terjatuh dan kepalaku terbentur lemari, saat aku mencoba berdiri aku melihat ada sepasang kaki di hadapanku. Aku tengok ke perlahan ke atas tidak ada siapa pun, aku langsung berdiri dan berjalan menuju kamar Orang tuaku sambil menahan rasa sakit.
"Mah buka Mah," ujarku.
"Aduh kamu kenapa ngebangunin Mamah Malam-malam begini?" tanya Mamah.
"Mah aku di ganggu Kuntilanak," jawabku.
"Kamu yakin?" tanya Mamah.
"Iya Mah lihat aku sampai terluka seperti ini," jawabku.
"Ya sudah ayo Mamah obati lukanya," ujar Mamah.
"Iya Mah," jawabku.
Mamah mengobati lukaku, tiba-tiba terdengar suara Anak ayam. Aku kira Cuma aku yang mendengar suara itu, ternyata Mamah juga mendengarnya. Suara itu terdengar dari luar, saat kami terus menelusuri suara itu, suaranya berasal dari arah rumah Kak Kemala. Kami mengintip dari jendela ruang tamu ternyata benar ada Anak ayam, saat kami memperhatikannya itu berjalan perlahan dan membesar perlahan dan akhirnya menjadi sosok wanita berbaju putih dengan rambut yang panjang kusut.
"Mah itu Kuntilanaknya Mah," ujarku gemetaran.
"Iya Nin kamu benar," ujar Mamah.
"Kenapa sekarang di sini ada Kuntilanak Mah?" tanyaku.
"Mamah juga enggak tahu Nin," jawab Mamah.
"Hihihihihi," Kuntilanak itu tertawa melengking.
"Mah dia tertawa Mah," ujarku.
"Iya seram banget," ujar Mamah.
"Itu Kak Kemala Mah," ujarku.
"Jangan bercanda kamu," ujarku.
"Benar Mah, aku lihat di kepalanya ada paku," ujarku.
Kuntilanak itu melayang-layang ke pohon yang ada di dekat sana, sampai akhirnya dia berhenti dan berdiri di atas genting rumah Kak Adni. Dia terdengar seperti bersenandung dan cekikikan, kami sangat takut tapi badan serasa sangat susah di gerakan. Sehingga kami hanya diam dan menyaksikan terus dari jendela, tapi Kuntilanak itu menoleh ke arah kami dia melayang kembali menghampiri kami sambil cekikikan.
"Mah dia ke sini Mah!" Ujarku sambil menggenggam tangan Mamah.
"Iya bagaimana ini, badan Mamah sulit di gerakan," ujar Mamah.
"Iya Mah aku juga," ujarku.
"Hihihihi," dia cekikikan.
"Mah dia makin dekat," ujarku.
"lihat apa?" tanya Kuntilanak itu sambil mendekatkan wajahnya ke jendela.
"Aaaaaaaa!" Aku teriak dan lari.
"Tunggu Mamah!" Teriaknya.
Karena teriakan kami Ayah dan Adik terbangun, mereka langsung keluar kamar. Kami langsung menceritakan kejadian tadi, Ayah langsung mengecek keluar, tapi tidak ada apa-apa. Kami terus meyakinkan Ayah kalau yang kami lihat tadi itu nyata, Ayah memutuskan untuk meminta bantuan Pak Ustaz lagi besok. Sementara itu kami tidur bersamaan di ruang TV.
" Sekarang kita tidur di ruang TV saja, agar tidak mendapatkan gangguan lagi," ujar Ayah.
"Aku enggak bisa tidur," ujarku.
"Kamu harus tidur, besok kan kamu sekolah," ujar Mamah.
"Tapi aku takut Mah," ujarku.
"Takut kenapa Kak?" tanya Adik.
"Takut Kuntilanak," jawabku.
"Kuntilanak itu apa?" tanya Adik.
"Hantu yang sangat menyeramkan," jawabku.
"Ih aku juga takut," ujar Adik.
"Sudah cepat kalian tidur, biar Ayah yang jaga," ujar Ayah.
Aku mulai mencoba tidur, kakiku terasa sangat dingin aku menyelimutinya. Tetap saja terasa sangat dingin, aku bangun ternyata Kuntilanak itu memegang Kakiku. Aku tidak bisa teriak dan bergerak, Kuntilanak itu bergerak merayap ke arah wajahku sehingga wajah kami berhadapan. Dari matanya keluar darah, dia menyeringai kemudian saat aku akan teriak dia memuntahkan darah yang masuk ke dalam mulutku.
"Nin bangun sekolah," ujar Mamah.
"Iya Mah," aku langsung bangun, ternyata aku bermimpi.
"Kamu kenapa berkeringat sekali?" tanya Mamah.
"Aku mimpi buruk Mah," jawabku.
"Mimpi apa?" tanya Mamah.
"Mimpi kuntilanak yang semalam," jawabku.
"Aduh kamu sampai terbawa mimpi," ujar Mamah.
"Iya Mah terasa sangat asli," jawabku.
"Sudah cepat kamu bersiap sekolah," ujar Mamah.
"Iya Mah," ujarku.
Aku langsung bersiap dan berangkat sekolah, sesampainya di sekolah aku langsung menceritakan kejadian semalam kepada Ana dan Sara. Mereka semakin penasaran dengan Kak Kemala, ternyata mereka terlah mencari tahu bagaimana cara agar Kuntilanak itu tidak menjadi manusia lagi. Dan Ana punya teman yang sepertinya bisa menolong masalah seperti ini.
"Kamu yakin An?" tanyaku.
"Iya, dia sudah ahli kok," jawabnya.
"Dia seumur dengan kita?" tanyaku.
"Enggak dia sudah kuliah," jawabnya.
"Kamu mengenalnya di mana?" tanya Sara.
"Dia temannya Saudaraku," jawabnya.
Ana menyarankan kenalannya itu yang membantu kami, karena dia memang sudah sering membantu hal seperti ini. Dan menurut Ana kalau yang membantu kami bukan orang asing kami tidak akan canggung saat meminta bantuan, dan juga orangnya sangat baik dan ramah.
"Laki-laki atau Perempuan," tanya Sara.
"Perempuan," jawab Ana.
"Aku kira Laki-laki," ujar Sara.
"Mengganya kalau Laki-laki kamu mau apa Sa?" tanyaku.
"Bisalah sekalian PDKT," jawabnya sambil tertawa.
"Dasar kelamaan jomblo," ujar Ana.
"Haha iya benar haus banget," ujarku.
"Iya haus kasih sayang," ujar Ana mengejek.
"Ih kalian bukannya dukung," ujarnya.
"iya deh iya kami dukung," ujar Ana sambil tertawa