Chereads / mata ketiga / Chapter 15 - Bab 15

Chapter 15 - Bab 15

"Apa mau kamu?" tanyaku.

"Dia ... " menunjuk Adikku.

"Kamu tidak boleh membawa Adikku, pergi kamu." Teriakku.

"Kak Aku takut," ujar Adikku.

"Kamu jangan takut Kakak akan menjaga kamu," ujarku.

Dia menghilang tapi kami masih merasa takut, aku tidak tahu harus bagaimana kalau pun aku memberitahu Orang tuaku mereka tidak akan percaya. Kami mulai tidur. Saat bangun ternyata sudah jam 6, ternyata alarmnya tidak bunyi aku dengan cepat bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Sesampainya di sekolah aku melihat ada mobil polisi.

"Eh kok itu ada mobil polisi?" tanyaku kepada Murid yang lewat.

"Oh itu katanya ada mayat yang di kubur di sekolah ini," jawabnya, aku langsung lari ke toilet sekolah.

"Ih seram ya kok ada ya orang yang tega seperti itu," ujar Murid.

"Iya pantas saja kalau ke toilet itu selalu merinding," ujar Murid lain.

"Nin kamu ke mana saja?" tanya Ana.

"Aku baru datang," jawabku.

"Ternyata benar Hantu itu di kubur di sana," ujar Sara.

Terlihat tulang belulang dengan seragam SMA, kemudian para Guru meminta semua Murid untuk berkumpul di lapangan upacara. Kami berdoa bersama untuk meninggalnya Pak Rijal, saat aku sedang berdoa aku melihat di pojok kelas dekat perpustakaan ada Laki-laki dan Perempuan mereka bergandengan dan melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan kemudian mereka tersenyum dan pergi sampai akhirnya menghilang.

"Kamu lihat apa Nin?" tanya Ana.

"Sekarang mereka sudah tenang," jawabku.

"Mereka siapa?" tanya Ana.

"Pak Rijal dan Kak Devita," jawabku.

"Syukurlah," ujar Ana.

"Terus bagaimana dengan surat itu?" tanya Sara.

"Aku akan memberikannya nanti sepulang sekolah," jawabku.

"Kita ikut ya, sekalian ingin melihat keadaan Neneknya setelah mengetahui Cucunya telah meninggal," ujar Sara.

"Oke," jawabku.

Sepulang sekolah kami langsung menuju rumah Neneknya Kak Devita, dia sangat terpukul dan tidak percaya saat polisi membawa jenazah Cucunya. Aku menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dan memberikan durat itu ke padanya, dia semakin menangis saat membaca surat itu, dia merasa gagal karena tidak bisa menjaga Cucunya.

" Ini takdir Nek, ini bukan salah Nenek," ujarku.

"Ini salah Nenek karena terlalu keras padanya," jawabnya.

"Enggak Nenek sudah melakukan yang terbaik untuknya," ujarku.

"Terima kasih kalian telah membantu Cucuku," ujarnya.

"Iya Nek," jawabku.

"Bagaimana kalau kita ke Makamnya," ajak Sara.

"Ayo," jawab Ana.

"Nek kami mau ke Makam Kak Devita sekaligus mau pamit pulang," ujarku.

"Iya sekali lagi terima kasih," ujarnya.

"Iya sama-sama Nek," jawabku.

Kami pergi ke Makam Kak Devita untuk mendoakannya setelah itu kami pulang. Saat aku sampai di rumah semuanya terasa lega seakan masalahku sudah selesai bahkan aku tidak lagi mengalami gangguan dan Adikku tidak menceritakan Nenek itu lagi aku pikir semuanya sudah berakhir.

"Nin Makan dulu," ujar Mamah.

"Iya Mah," jawabku.

"Kalau sudah makan tolong jaga Adikmu ya Mamah mau ke rumah Tante Lidia dulu," ujar Mamah.

"Memangnya mau apa Mah?" tanyaku.

"Katanya dia mengadakan syukuran," jawab Mamah.

"Baiklah Mah," ujarku.

"Kakak," sapa Adikku.

"Kamu sudah makan?" tanyaku.

"Sudah," jawabnya.

Setelah aku selesai makan kamu menonton TV karena ada film kesukaannya, tidak lama Mamahku pulang karena syukurannya sudah selesai dia membawa sedikit makanan dari sana dia memberikannya kepada kami tapi aku sudah kenyang jadi hanya Adikku yang memakannya. Setelah itu kami pergi untuk tidur karena memang sudah malam.

"Kak kita tidur yuk," ajak Adikku.

"Iya ayo," jawabku.

"Mah kami mau pergi tidur ya," ujarku.

"Iya," jawab Mamah.

"Kak aku merasa pusing," ujar Adikku.

"Kamu mau makan obat?" tanyaku.

"Enggak aku mau tidur saja," ujarnya.

"Ya sudah nanti juga kalau sudah istirahat akan sembuh," ujarku.

"Iya Kak," jawabnya.

Adikku langsung tertidur saat aku hendak tidur aku mendengar seperti suara kereta kuda di luar rumah, saat aku lihat di jendela ternyata benar tetapi tidak ada kusirusirnyanya, keretanya seperti terbuat dari emas. Tapi kenapa ada kereta Malam-malam dan berhenti di depan rumahku, saat aku kembali ke kasur Adikku sudah tidak ada di susul suara kereta yang berjalan pergi aku langsung keluar kamar dan pergi ke Orang tuaku.

"Mamah! Ayah! Adik tidak ada." Teriakku.

"Tidak ada bagaimana?" tanya Ayah.

"Iya tadi dia tidur denganku tapi saat aku sedang melihat keluar jendela dia tiba-tiba menghilang," jawabku.

"Mungkin dia ke kamar mandi," ujar Mamah.

"Enggak Mah tadi aku melihat kereta kuda di luar, saat kereta itu pergi Adik tiba-tiba menghilang," ujarku.

Orang tuaku mencari ke semua ruangan rumah tapi Adikku tidak di temukan, Ayah langsung pergi ke rumah Pak RT untuk melaporkan kehilangan Adikku Mamah terus menangis khawatir, tapi sepertinya aku tahu Adikku pergi ke mana karena aku sudah mengkhawatirkan hal ini dari awal. Aku mencoba menenangkan Mamah terlebih dahulu sebelum menjelaskan semuanya kepada Mamah.

"Mah aku kira Adik diculik oleh Nenek itu," ujarku.

"Nenek yang mana?" tanya Mamah.

"Yang waktu itu di gambar oleh Adik," jawabku.

"Terus kita harus mencarinya ke mana?" tanyaku.

"Sepertinya kita memerlukan bantuan Pak Ustaz untuk menemukan Adik," ujarku.

"Kalau begitu minta Ayahmu untuk pergi ke Pak Ustaz," pinta Mamah.

"Iya Mah, Mamah tunggu di sini," ujarku.

Aku langsung pergi menemui Ayah dan meminta Ayah untuk pergi ke rumah Pak Ustaz, dia bertanya kenapa harus ke sana aku menjelaskan sedikit agar Ayah mengerti. Ayah langsung pergi menemui Pak Ustaz dan aku kembali ke rumah karena khawatir pada Mamah. Tidak lama Ayah dan Pak Ustaz datang, dia memintaku untuk menceritakan semuanya dari awal.

"Boleh saya melihat gambarnya?" tanya Pak Ustaz.

"Iya, saya ambil dulu." Sambil pergi membawa gambar itu.

"Ini Pak Ustaz." Aku menyodorkan gambar.

"Sepertinya Anak kalian memang di bawa oleh Makhluk halus," ujarnya.

"Terus kami harus bagaimana?" tanya Mamah.

"Kita harus segera mencari pintu masuk ke Alam gaib itu," ujar Pak ustaz.

"Adik pernah bercerita kalau Nenek itu masuk ke dalam pohon itu, mungkin saja itu pintu masuknya," ujarku.

"Di mana letak pohon itu?" tanya Ayah.

"Di seberang jalan tempat Anak-anak main," jawabku.

"Kala begitu kita harus ke sana sekarang," ujar Pak Ustaz.

Kami langsung pergi ke sana Pak Ust8 membacakan doa seketika itu pohon itu mengeluarkan cahaya, ayah berusaha masuk namun tidak bisa kemudian aku mencoba ternyata bisa. Aku entah berada di mana daerahnya terasa asing hanya terdengar suara Pak Ustaz "Cari Adik kamu," ujarnya. Ada orang sedang berdiri sendirian aku menghampirinya dan menanyakan Adikku siapa tahu dia melihatnya.

"Permisi Pak," ujarku.

"Iya," jawabnya tetapi dia tidak menoleh.

"Saya sedang mencari Adik saya yang hilang, apakah Bapak melihatnya?" tanyaku.

"Tidak," jawabnya.

"Apakah Bapak yakin?" tanyaku.