Hutan Nuv memiliki wilayah sangat luas. Banyak sekali makhluk hidup yang tinggal di sana, ras Elf Putih adalah salah satunya. Jumlah mereka tidaklah banyak dibandingkan ras lain, bisa dikatakan saat ini mereka menuju kepunahan.
Walaupun hanya sedikit, tapi mereka memiliki kemampuan tempur yang cukup kuat. Hal ini terkadang menimbulkan masalah, seperti perselisihan antar ras. Mereka menganggap Elf Putih adalah ancaman terbesar. Peperangan memang belum terjadi, tapi tindakan penuh siasat sudah timbul di belakang layar. Beberapa tahun belakangan kondisi Hutan Nuv cukup tenang, tak ada perselisihan antar ras.
Tapi pagi ini tiba-tiba saja Alben–tempat tinggal para Elf Putih menjadi heboh oleh kedatangan seorang manusia yang dibawa oleh dua prajurit mereka.
Begitu tiba di Alben, Park Sun-Hyung mendapat sambutan hangat dari para penduduk. Mereka penasaran dengan penampilan Park Sun-Hyung yang berbeda. Bahkan beberapa gadis elf mulai membicarakannya.
Saat ini dia berada dalam ruang tamu milik salah satu tetua ras Elf Putih. Park Sun-Hyung duduk dengan gugup, dia benar-benar melihat dunia yang sangat berbeda. Suasana Alben yang begitu bersahabat dengan udara sejuk di pagi hari. Bangunan-bangunan dari kayu yang terlihat artistik dan klasik, lalu aktifitas para penduduk yang masih tradisional. Sungguh seperti liburan ke dunia fantasi jika melupakan kejadian dikejar serigala dan ditodong belati.
"Perkenalkan, saya, Riegan Ev-Fryan. Kepala keluarga dari marga Ev-Fryan sekaligus salah satu tetua di Alben."
Sosok efl yang duduk di hadapan Park Sun-Hyung mulai bersuara. Dia terlihat masih muda untuk dikatakan sebagai tetua. Di belakang Riegan berdiri dua orang yang telah menyelamatkannya.
"Saya, Gael Revira. Kepala keluarga dari marga Revira, tapi belum jadi tetua seperti kakek ini."
Akhirnya orang yang telah menyembuhkan luka Park Sun-Hyung memperkenalkan diri. Sepanjang perjalanan menuju Alben mereka sama sekali tak menyebutkan nama, Park Sun-Hyung pun tak memiliki keberanian untuk bertanya. Pemuda itu hanya bisa mendengarkan obrolan ringan mereka.
"Dan ini murid saya." Gael menunjukkan pria elf yang berpakaian seperti ninja di sampingnya.
"Nevar siap menerima perintah! Maaf atas kelancangan saya tempo hari."
Park Sun-Hyung hanya mampu tersenyum kaku dan mengangguk pelan. Dia masih gugup.
"Na-namaku, Park Sun-Hyung. Salam kenal dan terima kasih atas kebaikan kalian semua."
Park Sun-Hyung langsung berdiri memberikan hormat dengan membungkukan badan.
Reigan tersenyum tipis. "Silahkan diminum tehnya. Aku yakin akan membuatmu lebih tenang."
Park Sun-Hyung tersenyum kaku dan mengangguk pelan. Dia tampak ragu ketika mengambil gelas tembikar itu, pikiran tentang niat jahat mereka masih terbesit di kepalanya. Tapi …
"Wah! Ini enak sekali!"
Tampaknya semua akan baik-baik saja, karena Park Sun-Hyung sudah lupa dengan sikapnya. Setelah mencicipi teh hijau, dia beralih ke kue kacang. Begitu tahu rasanya, Park Sun-Hyung langsung bersemangat untuk menghabiskannya.
Semua orang terkejut, bahkan beberapa pelayan yang mengintip dari sisi ruang lain pun tampak keheranan. Mereka semua sangat menghormati Tuan Reigan, begitu pula dengan Gael dan Nevar. Tapi Park Sun-Hyung ini, sungguh kelewatan.
Terlihat Gael dan Nevar menahan emosinya. Saat mereka ingin bertindak, Reigan langsung memberi isyarat dengan tangan kanannya. Tetua itu sama sekali tak terganggu dengan sikap pemuda di hadapannya, justru merasa senang. Karena kali ini tamunya benar-benar berbeda.
Reigan bisa merasakan hal lain dari Park Sun-Hyung. Seperti sebuah cahaya redup yang sangat unik.
"Ma-maaf, kuenya habis." Wajah Park Sun-Hyung cukup polos dan konyol, membuat Gael dan Nevar semakin naik darah.
"Kamu mau lagi?" tanya Reigan antusias.
Park Sun-Hyung menggeleng pelan. Wajahnya memerah karena malu atas perilakunya yang barbar.
"Terima kasih, teh dan kuenya enak sekali." Park Sun-Hyung menunduk. "Maaf jika sudah tidak sopan. Terkadang aku lupa diri kalau menemukan makanan enak."
Reigan tertawa ringan. Dia semakin tertarik dengan Park Sun-Hyung. Selama ini tamu yang datang dari luar Hutan Nuv kebanyakan hanya ingin keuntungan sepihak. Terutama para manusia dari beberapa kerajaan di luar sana, mereka selalu mencari celah informasi tentang kekuatan ras Elf Putih. Hal itu terkadang membuat para tetua menjadi murka, menimbulkan perselisihan kecil di meja diskusi.
Sudah bertahun-tahun Alban tak menerima tamu dari luar sampai akhirnya datanglah Park Sun-Hyung dengan penampilan dan kesan yang berbeda. Melihat seragam sekolah yang dikenakan Park Sun-Hyung membuat Reigan yakin bahwa pemuda itu datang dari negeri jauh yang sudah maju. Hal ini membuat sosok tetua itu tertarik untuk mendapatkan informasi.
"Tinggal lah di sini untuk sementara waktu."
Tawaran Reigan membuat Gael tersenyum. Walaupun merasa kesal, tapi dia tetap khawatir jika Park Sun-Hyung meninggalkan Alban begitu saja. Melupakan perselisihan yang pernah terjadi, sebenarnya ras Elf Putih selalu baik pada tamu mereka.
"Tuan Reigan, apakah saya boleh bercerita?"
"Silahkan."
Wajah Park Sun-Hyung yang tiba-tiba berubah serius membuat Reigan, Gael dan Nevar penasaran.
"Aku ini tinggal di Seoul, Korea. Kota dan negaraku sangat maju, banyak gedung-gedung menjulang tinggi. Kejadiannya sangat cepat, pagi kemarin aku merayakan ulang tahunku sendirian. Setelah berdoa, tiba-tiba saja aku berada di hutan ini. Lalu seekor serigala–"
Gerakan tangan Reigan membuat cerita Park Sun-Hyung terpotong. Wajah tetua itu berubah drastis, seperti sedang memikirkan sesuatu yang sangat penting. Di sisi lain Gael dan Nevar sedikit tertegun mendapati respon Reigan yang tak biasa.
"Gael, Nevar, kondisikan rumah ini. Bawa pelayan keluar dan jangan sampai ada yang masuk. Aku ingin bicara empat mata dengan anak ini."
Perintah Reigan langsung mendapat respon cepat. Gael dan Nevar pun melakukan tugas mereka dan berjaga di depan pintu rumah. Beberapa prajurit lain juga tampak membantu mereka di titik-titik tertentu.
Park Sun-Hyung ketakutan. Di hadapannya Reigan masih menampilkan raut serius yang begitu dalam. Beberapa hal terus berputar di kepala tetua itu, dia mencoba menerka-nerka sesuatu yang telah lama diramalkan oleh pendahulu. Tapi dia masih ragu, apakah anak dalam ramalan itu Park Sun-Hyung?
"Kau berasal dari dunia mana, anak muda?"
Tatapan tajam Reigan membuat Park Sun-Hyung terintimidasi. Aura yang dipancarkan tetua itu berubah drastis, menjadi sangat kuat dan berkuasa.
Park Sun-Hyung merasa membeku di tempat dengan wajah tertunduk. Nafasnya terasa berat, seakan tekanan udara di ruangan itu menurun pada titik paling rendah.
"A-a … ku berasal dari Korea." Park Sun-Hyung benar-benar ketakutan. Dia merasa seperti sedang meregang nyawa, mungkin akan fatal jika sampai salah bicara.
"Tanah nenek moyang kami adalah tanah bumi, apakah kau berasal dari sana?"
"Iya bumi. Kita ini juga berada di bumi, kan, Tuan Reigan?"
"Kau salah nak. Tempat ini bukanlah bumi, tanah di sini adalah tanah duplikasi dari bumi."
Park Sun-Hyung terkejut. Dia bangkit berdiri dengan tatapan nanar pada Reigan. Sulit dipercaya, beberapa hal konyol yang sempat dia pikirkan ternyata benar. Tapi kenapa?
***