Tepat sebelum kebangkitan Park Sun-Hyung. Di dalam ruang pribadinya, Reigan tengah berbincang dengan Victor. Salah satu tetua elf putih itu duduk di bangku kerjanya. Terlihat banyak sekali dokumen-dokumen yang tertata rapi di atas meja. Masih banyak sekali yang belum terselesaikan. Reigan memiliki banyak pekerjaan akhir-akhir ini, dia menumpahkan segenap kemampuannya pada kemajuan Alban di bidang perdagangan.
Suasana ruangan itu membuat Victor berdecak kagum. Banyak sekali buku-buku tua yang begitu terawat. Sebenarnya dia sudah tahu jika sahabatnya itu hobi sekali mengumpulkan informasi leluhur, tapi perkamen dan buku yang berada di ruangan ini sungguh sulit dipercaya.
"Pantas saja banyak kabar burung tentang elf putih yang selalu kuat. Sekarang aku percaya, hehe …"
Kemampuan Reigan sudah tak bisa diremehkan lagi. Dia mungkin salah satu jenius yang akan membawa kejayaan di masa depan. Tapi Victor justru merasa kasihan setelah melihat masa tua sahabatnya itu.
"Duduklah, Victor." Tangan Raigan mempersilahkan dengan sopan.
"Ah, kau ini. Jangan terlalu formal. Lagi pula kenapa kau jadi sesibuk ini? Terakhir kulihat kau seperti petarung yang bebas."
Victor mengamati wajah Reigan. Dia tak sabar menunggu respon dari orang itu.
"Itu sudah lama, Victor. Sudah banyak yang berubah di sini. Para tetua yang selalu mengurus Alban sudah berpulang semua. Sebenarnya aku ingin pergi bersama mereka, tapi itu hal yang sulit. Mereka pergi dengan meninggalkan tugas dan tanggung jawab padaku. Entah kapan aku akan terlepas dari ini semua."
Memang benar. Jika Alban tak memiliki sosok seperti Reigan, sudah pasti para Elf Putih akan tercerai berai. Dalam hidupnya tak ada yang lebih penting daripada kaumnya sendiri.
"Huh … merepotkan sekali. Melihat meja kerjamu saja sudah membuatku pusing, kau ini seperti orang yang ingin mendirikan kerajaan saja."
Berbeda dengan Reigan. Victor sendiri adalah makhluk individual yang tak terikat pada apapun. Memang dia pernah memiliki pengikut, tapi itu semua bukan kehendaknya. Karena pada akhirnya mereka semua hanya ingin menggunakan kekuatan Victor untuk maksud tertentu. Peperangan adalah salah satunya, tapi itu sudah cukup lama.
"Hei, kawanku. Setidaknya sesekali mintalah bantuan padaku."
Reigan terkekeh. "Terbentur apa kepalamu sampai menawarkan diri seperti ini?"
"Aku merasa tak enak padamu, Reigan. Pada penduduk Alban juga. Bukankah menurutmu sikapku tadi cukup keterlaluan?"
Tatapan Victor melemah, dia benar-benar tulus. Raut wajahnya yang pucat itu sungguh menyedihkan, seakan sedang menunggu hasil persidangan. Reigan sendiri membenarkan ucapan Victor, pada akhirnya dia juga menyesal atas kejadian barusan. Andai dia tak melakukan rapat dengan tiga tetua lainnya, andai dia tak banyak berpikir dan langsung bertindak. Tapi percuma saja kalut pada masalah Park Sun-Hyung. Banyak hal yang harus dia kerjakan.
"Apapun itu katakanlah, rasanya tak nyaman jika sahabatku sendiri punya dendam padaku."
"Akan kupikirkan. Terima kasih atas rasa bersalahmu."
Victor melipat tangannya di dada seraya menyeringai puas. Dia mencoba membuat dirinya senyaman mungkin di atas kursi yang dia duduki. Reigan kembali berkutat dengan dokumen-dokumennya, dia harus membuat laporan dan mengurus beberapa hal yang belum terselesaikan.
Tiba-tiba pintu terbuka. Seorang pelayan masuk membawa nampan dengan dua gelas tembikar di atasnya. Pelayan itu terlihat takut saat berjalan mendekat, bahkan tangannya yang gemetar tak mampu dia sembunyikan.
Pelayan itu hampir menyelesaikan tugasnya. Dia menyajikan gelas terakhir. Tepat sebelum gelas itu diletakan ke atas meja, tiba-tiba saja Victor bangkit. Seperti orang yang sangat terkejut. Begitu pula dengan Reigan.
Hal itu membuat pelayan tadi ikut bereaksi. Dia tanpa sengaja menjatuhkan gelas tembikar itu hingga pecah di lantai. Sangat kacau, dirinya tersungkur ke belakang. Rasa takut yang sangat besar menguasai dirinya. Di atas lantai tubuhnya gemetar menatap sosok Victor.
Di sisi lain Victor dan Reigan terlihat tak peduli dengan hal itu. Mereka berdua lebih terfokus pada cahaya keemasan yang tiba-tiba saja muncul. Bahkan keduanya kompak berjalan mendekat pada jendela di sebelah bangku kerja Reigan. Sungguh pemandangan yang luar biasa. Pancaran energi maha dahsyat dari langit itu membuat mereka tertegun sesaat.
Perlahan terdengar tawa Victor yang semakin lama semakin menakutkan. Wajahnya kembali berubah, menampilkan taring tajamnya. Walaupun Victor mengeluarkan auranya, tapi itu terasa tak berarti jika dibandingkan dengan tekanan yang tercipta oleh cahaya dari langit itu.
Reigan sendiri terlihat begitu terpukau. Selama hidupnya, baru kali ini dia melihat aliran energi yang begitu kuat. Dalam pengetahuannya, tak ada seorangpun yang mampu memanggil kekuatan sebesar itu dari langit. Bahkan seorang Victor pun tak akan mampu. Selama ini Victor hanya mampu menggunakan kemampuan pengendali darah [Field Blood]. Itu saja jika dia dalam keadaan prima.
"Aku jadi penasaran, kira-kira siapa yang melakukan ritual pemanggil sekuat itu."
"Yang pasti bukan makhluk biasa. Kaumku juga tak akan mampu melakukan hal semacam itu."
"Hehe … ini sangat menarik. Aku jadi ingin menggunakan Field Blood-ku, hua-hahaha …"
Reigan melirik Victor. Dia merasa ngeri sendiri. Wajah sahabatnya itu benar-benar kembali seperti iblis yang haus akan darah. Sungguh ini mungkin akan jadi hal yang menyebalkan lagi.
—
Setelah beberapa saat kebangkitannya, Park Sun-Hyung dikawal Gael dan Nevar menuju tempat Reigan untuk memberikan laporan.
Ketika mereka hampir sampai ke rumah Reigan. Tiba-tiba saja aura yang sangat kuat membuat mereka berhenti melangkah. Sangat gelap dan mengerikan. Tak salah lagi, itu milik Victor. Nevar bergidik ngeri membayangkan hal apa yang mungkin akan terjadi jika vampir barbar itu tahu mangsanya tadi kembali hidup.
Sedangkan Park Sun-Hyung dan Gael tampak baik-baik saja. Mereka berdua cukup tenang merasakan hawa kematian yang kian merasuk ke jiwa.
Di sisi lain Reigan semakin khawatir dengan tingkah Victor yang mulai tak terkendali. Sejak tadi dia bergumam tak jelas lalu tertawa penuh kengerian. Sampai membuat Reigan berpikir, kenapa dulu dia begitu akrab dengan vampir barbar itu.
Tapi ucapan Victor tadi juga sempat mengguncang Reigan.
"Aroma darah manusia … bocah itu masih hidup! Kenapa, kenapa bisa?!"
"Tunggu dulu. Ini aneh, energi dahsyat turun dari langit dan bocah itu kembali hidup."
"Ah! Aku paham! Ini sangat menarik, hua-hahaha …"
Sesuatu yang sulit dipahami, tak masuk logika, namun sangat nyata. Park Sun-Hyung menatap Victor penuh dendam. Aura yang dipancarkan oleh vampir itu semakin membara, seperti terhasut bisikan iblis. Reigan menatap keduanya bergantian. Ini akan sulit jika Victor sampai hilang kendali.
Gael tampak bersiap. Dia sudah melepas segel kemampuannya secara total, membuat tubuhnya membara diselimuti aura merah yang tak kalah mengerikan dari Victor. Di sampingnya ada Nevar yang menahan seluruh ketakutannya pada titik paling dalam. Dia tak mampu membayangkan apa yang akan terjadi jika Victor kembali menggila.
Park Sun-Hyung bisa mati lagi jika sampai itu terjadi. Tidak! Bukan hanya dia saja, tapi seluruh penduduk Alban saat ini tengah berada di ambang kematian.
***