Tekanan udara di ruang pertemuan itu masih terasa dingin dan menyesakkan. Sejak Reigan menyuruh mereka duduk, tak ada lagi yang berani memulai pembicaraan. Di samping Reigan terduduk Park Sun-Hyung yang masih memperlihatkan raut tak enak. Tatapan mata pemuda itu tak sedetikpun menurunkan ketajamannya pada sosok Victor. Hal itulah yang membuat yang lain tak mampu membuka pembicaraan, bahkan Reigan sekalipun masih enggan. Dia diam berpikir dengan jernih sambil tetap terfokus pada Park Sun-Hyung dan Victor. Jika saja ada gerakan yang mencurigakan, pasti Reigan akan mengambil tindakan.
Keberanian Park Sun-Hyung memang sangat mengejutkan. Setelah bangkit dari kematian, dia seakan sudah tak takut lagi dengan Victor. Park Sun-Hyung masih sangat ingat ketika vampir sialan itu menusuk jantungnya. Rasa sakitnya pun seperti masih terasa, walau sekarang tubuhnya sudah pulih tanpa luka sedikitpun.
Perbandingan kekuatan mereka sangatlah jauh. Bagai seekor burung yang berhadapan dengan naga. Karena memang pada kenyataannya Park Sun-Hyung tak memiliki kekuatan apapun, tapi rasa sakit dan seluruh pelariannya selama ini menamparnya keras.
Saat melihat Nevar yang dengan berani maju melawan Victor, Park Sun-Hyung sadar. Dia tertampar oleh perasaannya sendiri. Ketakutan yang selama ini dia rasakan memanglah kenyataan. Tapi itu semua akan tetap ada. Mengejarnya terus sampai maut menjemput. Bahkan di neraka pun pasti dia akan lebih tersiksa.
Maka Park Sun-Hyung saat ini telah mengubah cara berpikir dan menguatkan hatinya. Dia selalu meregang nyawa hingga akhirnya merasakan nafas terakhir. Lalu tiba-tiba dia hidup kembali oleh sebuah sistem yang belum dia tahu asalnya dari mana. Tapi satu hal yang Park Sun-Hyung yakini, kesempatan tak akan datang dua kali.
Dia telah memantapkan hatinya. Apapun itu, bahkan jika dia Victor sekalipun. Park Sun-Hyung akan tetap menghadapinya, bahkan jika dia harus mati untuk itu. Tekadnya telah membara.
Beralih pada Gael dan Nevar yang berdiri di belakang Reigan. Mereka terlihat beberapa kali saling memberi tanda dengan tatapan mata. Sebagai seorang prajurit, keduanya telah siap jika akan terjadi sebuah peperangan.
Berbeda dengan tiga tetua yang berdiri di samping Reigan. Mereka terlihat sangat cemas dengan situasi ini, bahkan salah satu dari mereka terlihat gemetar. Memang sangat menakutkan, karena bisa saja Victor mengamuk dan meratakan Alban seorang diri. Apalagi tadi dia bilang kemampuannya telah pulih total, jadi kemungkinan besar Field Blood pun bisa digunakan. Hal ini terpikirkan oleh Reigan, dia tak bisa membayangkan jika Victor mengeluarkan kemampuannya itu.
Field Blood adalah sebuah serangan yang berwujud lautan darah. Victor akan mengendalikan lautan darah itu seperti yang dia mau. Menjadi tornado, anak panah, pedang, tsunami, atau mengubahnya menjadi energi baru yang lebih mematikan. Reigan sendiri tak tahu tentang detail Field Blood.
"Ehem." Reigan tampaknya akan segera membuka pembicaraan. Sekilas dia menatap para tetua dan langsung mendapat respon anggukan dari ketiganya. Lalu menatap Victor dengan raut serius.
"Tuan, Victor Sin-Nestia. Tanpa mengurangi rasa hormat saya, tolong turunkan energi, anda. Kami para elf juga memiliki rasa takut."
Mendengar itu Victor mengangguk pelan. Dia mengedarkan pandangan ke seluruh orang yang ada di ruangan. Ketiga tetua langsung bergidik ngeri ketika mendapat tatapan tajam dari Victor.
Victor kembali fokus menatap Reigan. Dia tahu apa yang kini tengah direncanakan oleh sahabatnya itu, pasti hanya sebuah perdamaian. Sejujurnya Victor tak ada sedikitpun niat untuk melakukan peperangan. Apalagi menghancurkan kaum elf putih. Tidak, dia masih memiliki hati. Seperti yang tadi dia ceritakan pada Reigan, dirinya telah muak dengan peperangan atau semacamnya. Yang dia butuhkan hanyalah hiburan.
"Maafkan aku, kawan. Setelah tahu bocah itu hidup lagi aku terlalu senang sampai lupa diri. Jangan menatapku seperti itu. Kita ini sahabat, masalahmu juga akan jadi masalahku. Jadi katakan saja apa yang kau ingin, kan?"
"Turunkan egomu jika kau ini bangsawan sejati. Minta maaflah secara terhormat pada Tuan Park. Aku rasa dia sangat tertekan dengan masalah ini."
Semua orang terkejut, tak terkecuali Park Sun-Hyung.
Victor terkekeh. Aura gelapnya mulai menyusut dan hilang begitu saja. Ruangan itu kembali terasa lega. Gael dan Nevar saling menatap dan memberikan anggukkan sebagai sebuah tanggapan. Para tetua pun bisa bernafas lega. Tapi tawa Victor yang masih saja berlanjut membuat mereka sedikit cemas.
"Huh … kau memang sahabat sejatiku, Reigan. Seperti yang sudah kuceritakan, aku ini hanya ingin menikmati masa tuaku dengan sedikit hiburan. Jadi tak ada salahnya mengamati bocah itu, lagi pula siapa diriku sampai berani bertindak pada orang yang telah diber–"
"Ehem!" Lagi-lagi Reigan memotong ucapan Victor. Bukan tanpa alasan, Reigan tahu benar ke mana arah perkataan Victor itu. Jadi dia segera menghentikannya demi keamanan Park Sun-Hyung.
Tiba-tiba Reigan berdiri dan mendorong meja di hadapannya ke arah samping. Memberikan ruang untuk Victor melakukan permintaan maaf.
Victor menatap Reigan sesaat. Sebuah respon anggukkan pelan membuat sosok vampir itu yakin. Maka dia segera bangkit dan berlutut tertunduk di hadapan Park Sun-Hyung.
"Aku, Victor Sin-Nestia, sang penguasa dan pengendali darah, secara langsung meminta maaf padamu. Jika kau inginkan sesuatu, silahkan sampaikan, aku akan berusaha memenuhinya."
Tiba-tiba Park Sun-Hyung berdiri, menatap iba pada sosok Victor. "Aku terima, Tuan Victor. Terima kasih atas tawaranmu, tapi untuk saat ini aku tak menginginkan apapun darimu. Aku hanya ingin menemukan takdirku."
"Oh, ya. Aku juga berterima kasih pada Tuan Nevar. Sosoknya yang pemberani telah menyadarkanku. Selama ini aku hidup dalam gelapnya rasa takut. Setiap hari aku menjadi pecundang, karena yang kubisa hanyalah lari. Banyak kejadian yang membuatku hampir mati sebelum ini. Dan setelah mengalami kematian, semua itu seperti tak lagi terasa."
Mendengar itu Nevar langsung menggunakkan kemampuannya. Dia menghilang dan muncul di hadapan Park Sun-Hyung. Benar-benar seperti seorang ninja sejati. Mereka berdua saling menatap, seakan berbicara tanpa kata.
Nevar paham sekarang. Dia langsung mengambil posisi hormat selayaknya prajurit. "Maafkan aku yang lemah ini. Sampai-sampai peran kita tertukar. Jika bukan karena diriku, mungkin kau tak akan mengalami kematian. Sekali lagi maaf."
Reigan tersenyum. Dia melipat tangannya di dada.
Park Sun-Hyung sudah merasa lebih tenang sekarang. Melihat Victor yang mengabaikan egonya dan meminta maaf seperti itu membuat hati Park Sun-Hyung sedikit iba.
"Tuan Victor, berdirilah. Aku merasa tak nyaman jika kau terus seperti ini. Lalu Tuan Nevar, tolong bangkitlah, kau adalah pemberani yang sangat kuhormati."
Seperti yang dikatakan Park Sun-Hyung. Mereka berdua pun bangkit berdiri. Reigan sangat senang melihat semua itu, baginya Park Sun-Hyung telah sedikit berbeda. Dia lebih pantas menjadi seorang bangsawan daripada bocah rakus.
Tiba-tiba Nevar mendapat sinyal komunikasi dari tim pengintai. Dia sedikit berpaling sebelum mengaktifkan sihir penerima.
"Tu-Tuan Navar, ini darurat. Beberapa perwakilan penghuni Hutan Nuv ingin berkunjung ke Alban. Saat ini mereka ada di altar teleportasi yang tak jauh dari Alban. Beri kami perintah."
Mata Nevar terbelalak. Nafasnya tertahan, informasi yang dia terima berhasil mengguncang batinnya. Jika benar, maka sudah pasti akan ada sesuatu. Nevar sangat yakin. Apalagi sekarang kondisi Alban tengah kacau. Ini seperti keuntungan tersendiri bagi beberapa kelompok yang ingin menjatuhkan para elf putih. Tapi disisi lain, saat ini ada Victor, tapi vampir barbar itu mau atau tidak diajak kerja sama. Sungguh memuakkan, kenapa hal-hal seperti ini selalu datang secara tiba-tiba.
'Yang menentukan adalah maksud kedatangan mereka. Tapi ini terlalu tiba-tiba.'
"Tu-tuan Nevar?"
Nevar terkejut. Dia masih terhubung dengan salah satu anggota tim pengintai.
"Buat mereka nyaman dan temani perjalan mereka menuju Alban. Jangan sampai membuat mereka marah!"
Semua orang yang mendengar ucapan Nevar langsung memalingkan wajahnya. Mungkinkah ini menjadi awal yang buruk? Tak ada yang tahu.
***