"Xiao Lin, apa yang terjadi padamu? Mengapa kau linglung begitu sampai di rumah, apakah terjadi sesuatu? Apakah tubuhmu atau kepalamu terasa sakit? Ada apa, katakan saja pada Ayah!"
Qionglin memang linglung sejak ia duduk di atas tempat tidurnya, tidak melakukan atau mengatakan apapun. Seakan-akan nyawanya tertinggal di suatu tempat. Membuat sang ayah yang datang untuk membawakan makanan jatuh dalam kecemasan.
Tiba-tiba ia meraih tangan sang ayah, meremasnya dengan wajah gugup, "ayah, apakah aku ... akan menikah dengan laki-laki?"
Segera saja kegugupan meningkat di wajah pria paruh baya itu, enggan untuk menatap sang putra secara langsung dan berbicara, "darimana kau mengetahui hal itu?"
"Aku mengetahuinya dari calon suamiku." Sahutnya yang membuat sang ayah terkejut.
Pihak lain menatap langsung ke arah matanya, "kau telah bertemu dengan Zhanqui?"
"Siapa Zhanqui itu?" Balasnya dengan bingung.
Sekarang, sang ayah ikut merasa bingung, "Zhanqui itu calon suamimu. Kenapa kau bahkan masih bertanya mengenai hal ini?"
Beberapa detik kemudian setelah keheningan di antara mereka, sang ayah menepuk dahinya, "ah, aku sudah pikun, kau kehilangan ingatan sebelumnya jadi wajar untukmu tidak mengenalinya sama sekali. Tapi, bagaimana kalian bertemu?"
Qionglin meremas tangan sang ayah sekali lagi, "bukan itu yang harus kita bicarakan sekarang, ayah. Tetapi, bagaimana bisa aku, yang merupakan seorang laki-laki," Qionglin berhenti sejenak untuk mengambil nafas dalam-dalam, sebelum berbicara kembali, "memiliki calon suami? Dan bukan seorang calon istri?"
Sekarang kegugupan kembali muncul di wajah sang ayah, "tidak ada yang salah dengan memiliki seorang calon suami. Em, Xiao Lin, apakah kau sudah melihat wajahmu di cermin?"
"Ya, aku melakukannya," Qionglin mengangguk. "Jadi, mengapa dengan wajahku?"
"Semua orang sepakat bahwa wajahmu terlalu, um, halus? Sehingga para anak gadis di desa maupun kota enggan menikah denganmu, mereka akan merasakan ejekan bahwa wajah mereka tidak lebih cantik dari pada seorang laki-laki. Zhanqui juga ditolak oleh para anak gadis, jadi ayah merasa, kalian seharusnya pantas untuk satu sama lain daripada menjadi lajang sampai tua."
Tidak mungkin alasan untuk melanggar norma-norma yang seharusnya ini hanya karena ia memiliki wajah yang cantik, segera saja ia memicingkan mata dengan curiga ke arah sang ayah.
"Karena aku, uhuk, cantik. Sedangkan Zhanqui sedikit gila, maka kami berdua sangat serasi untuk menjadi pasangan?"
Sang ayah segera membantah, "Zhanqui tidak gila! Bagaimana mungkin ayah menerimanya sebagai menantu jika dia gila?"
Jadi pria itu bukan orang gila?
"Aku melihat bajunya yang sudah lusuh, dan celananya sudah sobek di bagian lutut. Aku juga tidak bisa lagi menebak berapa lama dia tidak membasuh wajahnya atau pernahkah dia mencuci rambutnya dalam satu tahun terakhir." Qionglin menatap sang ayah dengan kesungguhan di matanya, "ayah, apakah kau yakin, calon suamiku ini, dia tidak gila? Atau setidaknya, sedikit gila?"
"Bukan begitu," sang ayah mengelak. "Zhanqui hanya sedikit bodoh, dia tidak suka disentuh oleh orang lain dan juga tidak mudah untuk diajak bicara, jadi keadaanya demikian tidak terawat."
Qionglin menatap pihak lain dengan kecurigaan yang tidak bisa disembunyikan, "mengapa Zhanqui itu menjadi bodoh dan tidak suka disentuh orang lain? Ayah, sudahkah kau membayangkan bagaimana jadinya hubungan suami-istri kami jika dia benar-benar menjadi suamiku?"
Pada kehidupan sebelumnya, Qionglin tidak pernah menjalin hubungan semacam ini hingga dia akhirnya mati kelelahan. Dia tidak mendiskriminasi hubungan sesama jenis, karena dia sendiri tidak pernah mencoba membuktikan apakah dia menyukai perempuan atau laki-laki, atau justru keduanya.
Hanya saja, dia merasa ini tidak masuk akal. Zhanqui itu tidak tampak seperti manusia selayaknya. Sedikit, yah, memang seperti yang dikatakan sang ayah, dia bodoh. Jadi yang ingin dia pertanyakan adalah mengapa sang ayah setuju dia menikah dengan pria seperti itu? Hei, orang tua waras mana yang bisa melakukan hal itu?
Kecuali, ini berkaitan dengan betina berhati buruk yang dia ketahui sebagai ibu tirinya ini.
Menghela nafas dalam-dalam, dia mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri terlebih dahulu, "ayah, katakan saja yang sejujurnya. Apakah ada sesuatu dibalik upaya pernikahan ini? Apakah ini berkaitan dengan wanita muda itu?"
"Dia adalah ibumu," sang ayah mengingatkan.
Tetapi, Qionglin dengan tegas menggeleng, "sudah sebesar ini, tidak mungkin ibuku berada pada usianya, benar-benar tidak mungkin."
"Kita mempunyai hutang budi dengan ayah dari Zhanqui, pihak lain hanya meminta putraku, yaitu dirimu, untuk menikah dengan putranya, Zhanqui. Pihak lain banyak membantu kita selama ini, jadi ayah segan untuk menolaknya. Ibumu juga mengatakan bahwasanya selama kita dapat membuat Zhanqui patuh padamu, maka kehidupan suami-istri kalian tentu akan damai." Ujar sang ayah dengan suara yang semakin mengecil di akhir.
Qionglin membalas, "dan bagaimana cara membuatnya patuh? Sejak awal, dia tidak suka disentuh dan tidak bisa di ajak bicara. Bagian mana yang membuatnya terlihat mudah untuk patuh?"
Sang ayah tidak membalasnya kali ini, tampaknya menyadari bahwa mereka tidak memikirkan hal ini sampai sejauh itu.
Qionglin mencoba menarik nafas dalam-dalam untuk entah yang ke berapa kalinya, "apakah aku benar-benar melompat ke sungai karena menolak untuk menikah?"
Sang ayah ragu-ragu untuk sejenak, tetapi akhirnya menyadari bahwa dia tidak memiliki pilihan selain mengangguk.
Qionglin menambahkan lagi, "apakah ayah melihatku melakukannya secara langsung?"
"Xiao Lin, ini ...."
Dia menyela pembelaan sang ayah, "katakan yang sesungguhnya, ayah."
"Itu ibumu yang menemukan kau telah melompat di sungai."
Sekarang dia menarik nafas dalam-dalam, upaya pernikahannya dengan Zhanqui itu dipelopori oleh wanita itu, saat ini, bahkan saksi mata tentang dirinya yang melompat ke sungai sebagai tindakan bunuh diri, juga wanita itu. Sungguh, dia akan sangat bodoh jika mengira hal ini hanyalah kebetulan.
Tetapi, untuk saat ini, sang ayah sangat mempercayai ibu tirinya itu, melihat dari 'kasih sayang' pihak lain kepadanya, hanya kebaikan wanita itu yang ada di matanya. Dia tidak bisa begitu saja menunjukan bahwa wanita itu berhati buruk, apalagi tidak adanya bukti, hanya dia yang akan menjadi semakin buruk.
"Ayah, aku lelah, aku akan tidur sebentar."
"Xiao Lin, apakah kau akan bersikeras menolak pernikahan itu? Ayah ... ayah tidak akan memaksamu, mungkin kita bisa menemukan jalan lain, dan ...."
Qionglin menatap sang ayah dengan tenang, "baiklah, aku akan memikirkan hal itu nanti."
Selain karena tidak ingin semuanya menjadi lebih buruk dan berada di luar kendalinya, dia juga tidak ingin bersikap munafik, dia tahu Zhanqui yang dia temui kemarin, meskipun sedikit bodoh, sebenarnya pihak lain sangat patuh dan menyenangkan. Tentu saja, sorot mata jernihnya yang sedikit terhalang rambut kotornya juga membuat Qionglin penasaran.
Dia tidak bisa bertindak gegabah, atau mungkin dia akan melepaskan berlian tersembunyi. Dia tidak mau menyesalinya di kemudian hari.
[To Be Continued]