Chereads / The Loser Of Love / Chapter 2 - Bisikan Hati

Chapter 2 - Bisikan Hati

Bagas seorang lelaki tampan mempunyai rahang tajam dengan bola mata elang. Ia sanggup menundukkan hati wanita manapun yang ia sukai. Namun, hatinya telah terpikat pada Gabriel teman satu kantor, saat berpapasan pada hari itu.

"Maaf, mas!"

Tanpa sengaja Gabriel menabrak lelaki itu saat buru-buru acara meeting dengan bos baru di kantornya.

"Eihh, punya mata dipake. Jangan main seruduk aja," timpal lelaki pemilik rahang tajam.

"Sekali lagi maaf, mas! Saya udah ditunggu ama bos baru. Nanti aku ketemuan mas lagi, yah!" janji Gabriel sembari gegas masuk ke ruang rapat direksi.

Di ruangan rapat suasananya begitu lengang oleh kehadiran bos baru. Lelaki kharismatik dengan tatapan tajamnya menoleh ke arah Gabriel seolah salah tingkah. Bagaimana tidak, lelaki yang ia tubruk adalah bos baru yang disegani di kantor ini.

Gabriel ketakutan dan salah tingkah, mengetahui laki-laki itu bosnya. 

"Hadeuhh….sialan banget hari ini!" umpatnya kesal.

"Huft….Gabriel menahan emosinya dalam-dalam seolah terlihat baik-baik saja."

Namun, sejak itu perkenalan manis mereka mengakrabkan kedua insan berbeda latar belakang dan status sosialnya. Gabriel hanyalah anak seorang tukang ojol (ojek online) pendapatannya hanya berkisar cukup makan dan biaya sekolah adiknya ditanggung oleh Gabriel.

"Briel!"

Sebuah sapaan lembut begitu meneduhkan. Gabriel diam-diam begitu terpesona dengan bos barunya. Perasaan itu sukses ia simpan di pojok hatinya terdalam.

"Iya, pak. Ada yang bisa aku bantu, pak?" balas Gabriel dengan sopan meskipun keduanya udah menjadi teman dekat.

"Yuk, temani Bagas makan siang. Kali ini ada yang spesial, loh?" ungkapnya sambil menyungging senyuman menampakkan deretan gigi geliginya yang rapi.

Bagas dan Gabriel duduk di kafe dekat kantornya. Suasana romantis dengan irama musik slow rock menemani makan siang mereka berdua. Gabriel malu-malu tapi mau saat ditembak oleh gebetannya. Hal terindah dalam hidupnya berduaan dengan lelaki idaman hati.

Gadis keturunan tionghoa itu sangat cantik sekali dengan kulit putih mulusnya dan tatapan binar mata menyejukkan hati.

"Gabriel … ouh, Gabriel! Bagas telah jatuh cinta padamu," gumam Bagas tanpa sadar mengerling mata kekasihnya malu-malu.

Sore itu mendung menggelayuti pikiran Bagas, ada berita yang mengacaukan suasana hatinya. Refleks berdehem menyita perhatian karyawan lainnya.

"Pak Bagas, kenapa?"

"Ada yang bisa Nadine bantu, pak?" imbuhnya lagi menawarkan bantuan pada bos muda yang sedang kelihatan kurang nyaman.

"Makasih, Nadine,"

Bagas semakin galau menentukan sikap. Ia akan dijodohkan dengan anak rekan papanya yang kaya raya. Perjanjian bisnis keluarga yang udah nyaris jatuh pailit. Bagas merenungkan tentang pilihan, kegundahan hati kian merebak seiring berita lamaran.

Bagas tidak ingin mengecewakan Gabriel sang pujaan. Bagas bingung harus memulai dari mana. Ia tiada bermaksud memberi harapan palsu karena Bagas akan dijodohkan oleh orang tuanya.

Jadi jika pertunangan itu terlaksana, ada sepasang bola mata akan mengerjap pilu, Bagas tidak ingin Gabriel terluka mengetahui berita ini. Ada bayang-bayang penyesalan terlintas di benak Bagas janji manis yang pernah mereka ikrar dulu. 

Suatu pagi di kantor, suasana semakin redup. Udara sekeliling terasa menyesakkan dada. Gairah cinta yang selama ini sangat indah seketika muram tanpa ada setitik cahaya terang.

"Briel," desah Bagas lembut.

Ada yang tersekat dalam dada ini. Lidah kelu semua bisu. Kenangan indah saat perkenalan jatuh cinta pada pandangan pertama membuat Bagas tersenyum sekaligus harus menangisi perihnya cinta. Cinta yang dijaga dan diperjuangkan harus direlakan menjadi kandas.

"Rasanya ini terlalu berat. Aku tak mungkin meninggalkan kekasih yang susah payah aku perjuangkan dulu. Namun, permintaan orang tua juga harus ada pertimbangan. Mengertilah, Gabriel," ucapan Bagas sendu.

Gabriel diam tanpa ekspresi. Termenung dalam kepedihan yang mungkin tiada sanggup ia jabarkan. Dalam pandangannya, Gabriel tampak menenangkan diri, sesuatu yang berbeda dengan hatinya yang rapuh. Suara Gabriel tiba-tiba serak dan kedua netranya lembap

Bagas sadar telah membuat wanita yang dicintainya menjadi sedih. Perasaan bersalah menyusup di setiap ujung jemari hingga gemetaran, pikiran tidak karuan setelah mengucapkan kata perpisahan. Persimpangan ini memaksa Bagas mengambil salah satunya. 

Dari kejauhan seseorang memanggil nama Gabriel. Lelaki jangkung dan berparas sawo matang dengan sopan mengingatkan jadwal rapat yang harus dipersiapkan team. Keberangkatan Gabriel membawa hati yang pilu. Kegundahan hatinya merasa terobati dengan kesibukan di kantor.

Masa indah menawarkan sejuta kenangan, ketika itu manisnya cinta sepasang sejoli. Namun, lamunan Gabriel tidak akan mengubah keadaan pahit ini.

"Jaga dirimu, sayang," gumam hati Bagas lembut.

Biarlah raga ini milik orang lain, tetapi hatiku tetap untukmu, Sayangku," imbuhnya datar.

Suasana ruang meeting terasa bergemuruh diikuti kegelisahan Bagas yang tiada bisa ditutupi. Sorot mata yang tajam tak dapat dikelabui bahwa kegalauan hatinya sedang berkonflik. 

"Aku, lelaki jahatkah?"

Mendadak Bagas minta izin mengundurkan diri dari rutinitas rapat bulanan. Hawa tidak menyenangkan menyurutkan langkah hingga urung memimpin rapat pagi ini. Pendelegasian tugas ia alihkan pada manager utamanya.

Seketika Bagas pamit pulang ke rumah, tak sengaja diperjalanan berpapasan dengan Audrey gadis yang akan dijodohkan oleh papa untuk menikah bulan depan. Gadis itu begitu sempurna energik dan penuh humor.

"Salam kenal, Pak Bagas?"

"Senang bertemu dengan anda," gelak tawa Audrey begitu memancing hormon bahagiaku muncul.

Mereka berjabat tangan penuh kehangatan, tiada yang salah dengan gadis ini. Ia begitu memukau setiap pandangan. Audrey begitu pintarnya mencairkan suasana berubah menjadi ceria. Bagas sampai lupa apa yang terpikirkan hilang seketika.

"Hm, aku merasa nyaman dengannya,"

"Tiada salah kalau aku menerima perjodohan ini. Orang tuaku pasti bahagia mendapatkan menantu yang cantik dan tajir. Perusahaan ini bisa bangkit lagi sejak kolaps beberapa tahun lalu," bisikan hati penuh konflik.

Tersadar dalam lamunan dikejutkan oleh bunyi dering ponse, terlihat nama si pemanggil dengan nama Audrey. Seketika Bagas membuka layar biru dan langsung terlibat obrolan hangat.

"Gas, ntar kita ketemuan yuk?"

"Ayuk, siapa takut," sambutan Bagas begitu semangat berdekatan dengan cewek pilihan orang tuanya. 

"Nanti malam, jam 21.00 WIB, aku tunggu di kafe Contana ya," janji Audrey sembari menyudahi obrolan hangat via ponselnya.

Belakangan ini, Gabriel duduk murung di teras rumahnya. Pikiran melayang pada sosok Bagas yang kian menjauh. Beberapa kali berpapasan di pintu masuk kantor tanpa menoleh sedikitpun ke arah Gabriel. Desas desus Bagas sedang pedekate dengan seseorang nan cantik, anak seorang pemilik perusahaan berkelas di kota ini. Mereka relasi bisnis yang ingin memperkuat pengaruh dari perusahaannya.

Udara sore hari begitu mengasyikkan, Gabriel mengamati burung-burung kecil kembali ke sarangnya setelah seharian mencari makanan.  Sayup-sayup terdengar musik senandung cinta di penghujung senja sangat menghibur perasaan gundah. Akankah seorang Gabriel menggenggam bara atau melepaskannya?

"Masuk dulu, nak!"

"Mikirin, apa sih?"

"Gabriel? masih minat kuliah lagi, nak? ibu punya tabungan untukmu sayang. Kamu bisa, kok! ngambil kelas karyawan, nak!"

"Ibu, tetap mendukungmu, okey. Nggak ada salahnya mencoba lagi, mumpung ada kesempatan." Ibu menyemangati Gabriel.

"its okey!

"Makasih, bu,"

"Muach … muach...aku sangat bahagia punya ibu baik bak peri.