"Ray, cepat ke ruangan ku sekarang," ucap Lionel dengan nada ketus.
"Oke," sahut Raymond dengan cepat.
Lionel langsung menutup teleponnya.
Kini ia kembali menatap Moza yang masih duduk di lantai sembari memegangi perutnya.
"Perasaan tadi jatuhnya tak terlalu gimana-gimana, kenapa dia kesakitan begitu," ucap Lionel dalam hatinya.
Tak lama Raymond mulai masuk ke dalam ruang kerja Lionel.
"Ada apa Lio?" tanya Raymond terus melangkahkan kakinya menuju ke arah Lionel.
"Tuh, urus wanita satu itu," jawab Lionel semabari melirik ke arah Moza yang ada di bawah.
Raymond langsung melirik ke bawah, seketika Raymond langsung terkejut melihat Moza ada di ruang kerja Lionel dan malah terjatuh pula.
"Moza," ucap Raymond dengan kedua mata yang mulai membesar.
"Gimana sih, kemarin kan aku sudah bilang. Jangan sampai wanita ini masuk ke kantor ku, terus sekarang apa?" tanya Lionel dengan nada kesal.
"Maaf maaf aku lupa," jawab Raymond kini mulai jongkok di samping Moza.
"Moza apa yang sakit?" tanya Raymond mulai merasa kasihan melihat Moza yang begitu kesakitan.
"Perut ku," jawab Moza lirih.
Raymond mulai menatap Lionel.
"Lio, kau?" tanya Raymond terhenti karena Lionel langsung menyahut pertanyaannya.
"Enak saja, mana mungkin aku hajar dia," sahut Lionel sembari menegrutkan keningnya.
"Dia cuma jatuh, jatuhnya juga tak terlalu gimana-gimana. Memang dia nya saya yang lebay," sambung Lionel dengan nada kesal.
Tiba-tiba darah mengalir hingga ke kaki-kaki Moza, membuat mata Lionel dan Raymond terbelalak.
"Lio, itu," ucap Raymond.
Lionel langsung mendekati Moza, dan langsung mengangkat tubuh kekasihnya itu.
"Kau suruh security ambil mobil ku cepat," ucap Lionel sembari melangkahkan kakinya keluar dari ruang kerjanya, sembari menggendong Moza.
"Iya," sahut Raymond dengan cepat menghubungi security yang ada di depan.
"Sial, kunci mobil Lio pasti ada di Ayumi. Ah pakai mobil ku saja," ucap Raymond sembari mengikuti Lionel dari belakang.
Kini merek mulai masuk ke dalam lift.
"Aku tahu kau masih cinta," ucap Moza dalam hatinya sembari memandangi Lionel.
"Amarah mu tadi cuma omong kosong," ucap Moza kembali dalam hatinya.
"Aw," ucap Moza makin merasa kesakitan pada perutnya.
Lionel langsung menatap Moza.
"Sabar, tahan dulu," ucap Lionel semabari menegrutkan keningnya.
Tak lama lift terbuka di lantai satu, Lionel dan Raymond bergegas keluar dari lift. Saat keluar dari lift terlihat banyak sekali karyawan Lionel yang melihat ke arah mereka, banyak yang mulai salah faham dengan darah yang mengalir sampai ke kaki Moza.
Dengan sigap Raymond mulai membukakan pintu mobil bagian belakang untuk Lionel dan Moza, kini Lionel pun mulai memasukkan Moza ke dalam mobil dengan sangat perlahan.
"Kau duduk di belakang saja, temani Moza," ucap Raymond.
Lionel yang kebingungan hanya bisa menurut saja, kini ia mulai masuk ke dalam mobil bagian belakang menemani Moza sementara Raymond pun juga masuk ke dalam mobil dan mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju ke rumah sakit.
"Ray, tolong agak cepat aku sudah tak kuat," ucap Moza sembari menggeliat kesakitan.
"Iya iya," sahut Raymond makin gugup.
"Semoga saja semua karyawan ku tak salah sangka," ucap doa Lionel dalam hatinya.
"Lio," panggil Moza lirih, lemas.
"Iya," sahut Lionel mulai melirik Moza yang ada di sampingnya.
"Aku mau peluk," ucap Moza lirih.
"Jangan aneh-aneh ya," sahut Lionel dengan tegas.
"Lio, ini sakit sekali Lio. Aku cuma mau peluk," ucap Moza sembari mengerutkan keningnya.
Terpaksa kini Lionel mulai memeluk Moza, sementara di tengah sakitnya perut Moza malah menikmati pelukan Lionel.
"Masih bisa-bisanya si Moza," ucap Raymond dalam hatinya.
"Aw," ucap Moza makin tak tahan dengan rasa sakitnya.
"Sabar, bentar lagi sampai," ucap Lionel makin merasa bersalah sudah mendorong Moza tadi, tadinya Lionel tak ingat sama sekali kalau bisa saja Moza saat ini tengah mengandung.
Tak lama mereka tiba di rumah sakit, dengan cepat Lionel dan Raymond mulai mengeluarkan Moza dari dalam mobil dan meletakkannya ke ranjang dorong setelah itu para suster itu langsung melarikan Moza ke ruang IGD.
"Lio, kau tak mau hubungi keluarganya?" tanya Raymond sembari menaikkan sebelah alisnya, mereka masih berada di lobi rumah sakit dengan mobil yang masih menyala dan masih berada di hadapannya.
"Orang tuanya kan ada di luar negri, kalau saja mereka tahu anaknya aku dorong sudah pasti jadi masalah," jawab Lionel kini mulai menegrutkan keningnya.
"Terserah mu lah, yang penting pesan ku jangan sampai nama mu jelek. Aku lihat tadi semua karyawan sedang membicarakan mu," ucap Raymond kini ia kembali masuk ke dalam mobil, melakukannya menuju ke tempat parkir mobil yang ada di rumah sakit itu.
Sementara itu Lionel mulai melangkahkan kakinya menuju ke ruang IGD, ia ingin menunggu Moza di depan ruangan itu.
"Awas saja kalau sampai ada yang salah faham," ucap Lionel dengan nada kesal, dirinya kini memikirkan ucapan Raymond tadi.
Lionel tiba di depan ruang IGD itu, kini ia mulai duduk di sofa yang tak jauh dari ruangan itu.
Tiba-tiba ponsel Lionel berdering.
"Ting ting ting," dering ponsel Lionel.
Dengn cepat Lionel mulai mengambil ponselnya yang berada di dalam saki jas nya.
"Cumi," ucap Lionel dengan nada kesal.
"Pasti ada masalah sama Tasya," ucap Lionel mulai menduga-duga.
Lionel pun mulai mengangkat panggilan telepon dari bodyguardnya itu.
"Hah, apa?" tanya Lionel dengan nada ketus.
"Pak Lio ada di mana?" tanya balik Ayumi.
"Aku ada di luar," jawab Lionel.
"Memangnya kenapa?" tanya Lionel sembari mengerutkan keningnya.
"Ini Tasya mau minta tanda tangan pak Lio, dia murung sekali pak sekarang," jawab Ayumi.
"Aduh kan ribet," ucap Lionel dalam hatinya, ia mulai kesal.
"Kau ajak Tasya ke mall atau gimana, ajak dia main sana bilang kalau di mall ada banyak boneka sapi, anjing, babi," sahut Lionel dengan nada kesal.
"Bilang, map nya suruh taruh di meja ku," ucap Lionel kembali.
"Baik pak, saya coba bujuk Tasya lagi," ucap Ayumi.
Lionel langsung menutup teleponnya.
Lionel masih menunggu Moza di luar, dirinya benar-benar merasa bersalah karena sudah mendorongnya walaupun dengan tidak sengaja tak lama Raymond datang dengan raut muka pucatnya.
"Lio," panggil Raymond dengan nafas terengah-engah.
"Kenapa kau ini?" tanya Lionel menatap Raymond keheranan.
"Gawat," ucap Raymond dengan kedua mata yang mulai membesar.
"Gawat apanya?" tanya Lionel mulai panik.
"Tenang dulu Ray, kalau kau panik begini gimana mau jawab pertanyaan ku," ucap Lionel sembari mengerutkan keningnya.
Raymond mulai menarik nafasnya, dan mengeluarkan nafas nya dengan perlahan.
"Gimana, gawat apanya?" tanya Lionel kembali.