Lionel mulai mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Baiklah, kau istirahat dulu. Biar aku yang urus," ucap Raymond.
Kini Raymond mulai melangkahkan kakinya keluar dari kamar Lionel.
"Mau istirahat gimana," gerutu Lionel sembari memegangi sudut bibirnya yang terasa sakit.
*****
Beberapa lama kemudian, Lionel mulai bosan berada di kamar terus.
"Ah benar-benar mati gaya aku di rumah," gerutu Lionel, kini ia mulai melangkahkan kakinya menuju keluar dari kamarnya.
"Bi," panggil Lionel sembari menuruni anak tangga.
"Bibi," panggil Lionel kembali.
"Iya Den," sahut Bi Inah dengan cepat menghadap ke hadapan Lionel.
Kini Bi Inah sudah berada di hadapan Lionel.
"Ada apa Den?" tanya Bi Inah.
"Tolong buatkan aku kopi, terus Bi Inah antar ke ruang kerja ku ya," ucap Lionel kini sudah berada di lantai bawah.
"Baik Den," sahut Bi Inah, dengan cepat ia kembali menuju ke dapur.
"Sudah Mama bilang, kau ini istirahat dulu Lio. Malah mau kerja," ucap Mama Farah dengan nada kesal, ia baru tiba di ruang tengah.
"Ah bisa-bisa Lio benar-benar mati Ma, bukan lagi mati gaya," sahut Lionel, ia mulai melirik ke arah Mamanya yang kini tengah mengambil majalah.
"Terserah kau lah, memang kau ini keras kepala," ucap Mama Farah dengan nada kesal.
"Oh iya," ucap Mama Farah mulai teringat sesuatu, membuat Lionel menghentikan langkah kakinya.
Mama Farah kembali menatap putra semata wayangnya itu.
"Kau yang suruh Raymond buat tes Ayumi?" tanya Mama Farah sembari menaikkan sebelah alisnya.
"Iya," jawab Lionel dengan santainya.
"Kenapa?" tanya Mama Farah mulai mengerutkan keningnya.
"Kau ragu dengan kemampuan Ayumi?" tanya Mama Farah kembali mulai menaikkan sebelah alisnya.
Lionel mulai menghembuskan nafas beratnya.
"Iya lah, masa bodyguard seorang perempuan Ma. Yang ada bukan jaga Lio malah menyusahkan," jawab Lionel sembari mengerutkan keningnya.
"Jangan meremehkan perempuan, Ayumi ini bukan wanita biasa," ucap Mama Farah dengan jelas dan tegas.
"Serem," sahut Lionel dengan nada meledek, ia mulai melangkahkan kakinya menuju ke ruang kerjanya.
Saat berada dalam perjalanan menuju ke ruang kerja, tiba-tiba mata Lionel terpaku melihat Ayumi tengah di tes Raymond mereka berdua tengah berkelahi saat ini.
"Lumayan juga," ucap Lionel sembari tersenyum tipis.
"Tapi awas saja kalau malah menyusahkan, tak segan-segan aku depak dari sini," ucap Lionel kembali.
"Lio," panggil Raymond dari luar rumah.
Seketika Lionel langsung tersadar dari lamunannya.
"Kau mau gabung?" tanya Raymond dengan nada meledek.
"Bukan level ku," jawab Lionel dengan nada tengil, kini ia kembali melangkahkan kakinya menuju ke ruang kerjanya.
"Menyebalkan juga itu bos baru," gumam Ayumi dalam hatinya sembari memandangi langkah kaki Lionel yang semakin jauh dari pandang matanya.
Raymond kini kembali melirik Ayumi.
"Ay," panggil Raymond.
"Eh iya," sahut Ayumi langsung tersadar dari lamunannya.
"Jangan di pikirkan ucapkan Lionel tadi, dia memang seperti itu," ucap Raymond sembari tersenyum ke arahnya.
"Iya pak, saya sudah biasa di seperti ini kan," sahut Ayumi juga ikut tersenyum manis.
"Kita sudahi ya tes nya, aku sudah percaya kalau kau punya kemampuan bela diri yang hebat," ucap Raymond.
"Baik, terimakasih pak," sahut Ayumi masih dengan senyuman manisnya.
Sementara itu Lionel yang ada di ruang kerjanya, saat ini mulai membuka laptop miliknya.
"Si Raymond belum kelar juga kerajaannya, padahal kan sudah aku kasih waktu dua hari," gerutu Lionel.
"Tanah pinggir jalan raya itu juga belum berhasil di dapat," gerutu Lionel kembali.
"Den," panggil Bi Inah, kini mulai masuk ke dalam ruang kerja Tuan Mudanya itu.
"Iya Bi," sahut Lionel sembari terus fokus menatap ke layar laptop miliknya.
Bi Inah mulai meletakkan kopi panas ke atas meja kerja Leon.
"Neng Moza ada di depan Den, katanya ada janji sama Aden," ucap Bi Inah mulai menyampaikan pesan Moza untuk memanggilkan Lionel.
Seketika kedua mata Lionel langsung membesar.
"Hah," sahut Lionel, ia terkejut mendengar bahwa Moza saat ini sudah berada di rumahnya.
"Sekarang dia sama siapa?" tanya Lionel mulai cemas.
"Sama Nyonya di ruang tengah," jawab Bi Inah dengan raut muka kebingungan.
"Astaga," ucap Lionel, dengan cepat ia mulai berlari menuju ke ruang tengah.
"Bisa gawat kalau mereka bicara masalah pernikahan," ucap Lionel dalam hatinya, ia merasa belum siap untuk melangkah ke sana saat-saat ini.
"Sayang," panggil Moza dengan kedua mata berbinar-binar memandangi Lionel yang mulai melangkahkan kakinya ke arahnya.
Sontak Mama Farah langsung menoleh ke belakang.
"Sini duduk," ucap Mama Farah sembari tersenyum ke arahnya.
Terpaksa Lionel duduk di sofa yang ada di hadapan Mama Farah juga di hadapan Moza.
"Jangan menghindar terus, cepat kasih kejelasan," ucap Mama Farah sembari tersenyum-senyum melihat muka pucat Lionel.
"Mati aku," ucap Lionel dalam hatinya.
"Gimana sayang, Papa Mama ku menanyakan terus kapan kita menikah?" tanya Moza sembari terus menatap Lionel.
"Ya tunggu dulu," jawab Lionel.
"Tunggu apa?" tanya Moza, kini ia mulai mengerutkan keningnya.
"Tunggu aku siap," jawab Lionel, ia masih belum mau menatap Moza.
"Dari kemarin-kemarin jawaban mu selalu itu Lio, apa kau tak serius menjalani hubungan dengan ku?" tanya Moza dengan penuh kecewa.
Dengan cepat Lionel langsung menatap Moza.
"Serius Moza, masa waktu 5 tahun belum cukup buat pembuktian kalau aku serius dengan mu," jawab Lionel mulai mengeriyitkan keningnya.
Moza langsung menghembuskan nafas beratnya.
"Yang namanya pembuktian kalau kau benar-benar serius itu dengan menikah Lio, 5 tahun hubungan kita tak bisa jadi ukuran keseriusan seseorang," ucap Moza dengan jelas.
"Atau kau mau tunangan dulu?" tanya Mama Farah sembari menatap putra semata wayangnya itu.
Namun Lionel hanya terdiam.
"Umur mu ini sudah waktunya menikah Lio, teman-teman mu saja sekarang sudah punya anak. Masa kau masih mau jadi bujagan," ucap Mama Farah.
"Mama semakin tua, Mama juga kepingin cucu dari mu. Masa kau tunggu Mama mati dulu baru kau mau menikah," sambung Mama Farah.
"Apa sih Ma bicara begitu," ucap lionel dengan nada kesal.
"Jadi gimana?" tanya Mama Farah yang kasihan melihat Moza begitu sedih, tak kunjung mendapatkan kepastian dari Lionel.
"Aku pikir-pikir dulu, proyek kecil saja tetap harus di pikir matang-matang. Apalagi beginian," jawab Lionel.
"Bisa-bisanya kau bandingkan hubungan kita sama proyek," ucap Moza dengan kedua mata yang mulai berkaca-kaca.
Mama Farah kembali melirik Moza.
"Bu bukan begitu maksud ku tapi," sahut Lionel dengan cepat, namun tiba-tiba Mama Farah menyahut ucapannya.
"Sudah kalau kau mau pikir-pikir dulu, Mama kasih waktu seminggu. Setelah itu kau harus ambil keputusan," ucap Mama Farah dengan jelas dan tegas.
Sontak kedua mata Lionel mulai membesar.